Mohon tunggu...
Yusuf A
Yusuf A Mohon Tunggu... -

Tinggi 167 cm berat 50 kg

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Antropologi Bintang: Obrolan Es Teh dan Kopi Pahit

6 Februari 2016   19:07 Diperbarui: 6 Februari 2016   22:04 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mendengar curahannya itu, saya mencoba untuk mencermati kegamangannya. Segera saya memantapkan diri. Membangkitkan jiwa patriot demi kedaulatan antropologi. Dalam situasi pelik ini, beruntunglah Dia bertemu dengan saya. Doktrin yang saya miliki lebih dari cukup untuk membuatnya optimis. Tugas sela untuk mengembalikannya ke jalan yang benar. Jika disandingkan, Mario Teguh tak ada apa-apanya dengan saya jika 'firework' dinyalakan. Begitu kata teman-teman di kampus. Meski itu hanya sekali terjadi pada satu peristiwa mengerikan di suatu tempat kegiatan mahasiswa antropologi.

Seadanya saya mencoba meyakinkan: "astronomi, ada ji hubungannya dengan antropologi. Klo kamu ambil mata kuliah antropologi maritim atau konsentasi itu. Nah di mata kuliah itu, kamu bisa mengkaji soal itu pengetahuan lokal sistem navigasi masyarakat nelayan".
"Juga kamu bisa belajar tentang pengetahuan tentang waktu terkait kedudukan bintang-bintang, terutama tentang hari baik dan hari buruk. Masih banyak itu masyarakat di desa yang begitu" terang saya dengan gaya menghasut.

Tidak butuh pesugihan untuk membuatnya mengangguk-angguk dengan yakin. Walau sebenarnya saya mengomong seadanya. Tapi dia nampak seperti baru saja mendengar pakar yang sedang menjelaskan di seminar internasional (heuheuheu). Saya masih berharap Dia baik-baik saja melanjutkan studinya di antropologi. Saya juga bukan peramal tentang masa depan. Siapa tahu Dia yang tahu-tahu berdiri di depan mimbar ilmiah.

Dia terus-terus mengingatkan saya tentang desas-desus orang-orang di dalam dan di luar antropologi. Kisah tentang segelintir orang yang mau bersusah payah menjelaskan antropologi. Ada pula yang akhirnya terpapar, kehilangan buku pedomannya sendiri?. Tak apa jika lupa, miris, jika menutupnya rapat-rapat lalu berakhir dibawah kasur tempat tidur. Diantara pertanyaan apa?; bagaimana?; dan mau kemana? yang membuat silang tangan tunjuk hidung -toh saya juga garuk-garuk kapala karenanya-. Siapa yang mampu menenangkan gejolak; antropologi sebagai 'ilmu' atau 'profesi'?. Dua hal yang menyemaikan bibit polemik. Memunculkan peran-peran kukuh bersikap skeptik, pesimis yang masih mampu melakukan serangan balik. Apa daya rumah seperti dibongkar-bongkar lagi, asal jawaban didapatkan. Jika benar, hal itulah yang saya tonton dari 'dunia ril' dan 'dunia maya' yang berseliweran.

Sungguh! Dari tahun ke-2 rasanya perdebatan "mau kemana nantinya lulusan antropologi?" Tak ada habisnya. Muncul terus dan terus lagi, dan terus-menerus begitu. Layaknya menyeruput es teh yang sebenarnya air teh nya sudah habis meninggalkan bunyi kresek dan masih disedot-sedot juga! Komplit dengan ujung sedotan tersobek-sobek bekas gigitan. Jika hendak menyeruput es teh, yah buatlah teh lagi. Apakah tak ada itikad membuatnya?. Membayangkan es batu (mencair) itu adalah antropologi (dinamis) yang selalu terisi dengan potongan pucuk teh bersama sedikit gula. Betapa manis dan segarnya jalan orang-orang antropologi ini. Kalau perlu, tambahkan dengan label hallalantoyyiban biar lebih barokah. Masih banyak yang lebih faktual, hal-hal yang memungkinkan progresifitas dan sekiranya sudah banyak yang berkorban demi es teh -impian-.

Toh, jika pada akhirnya terbelah dua mahzab: satunya tetap menjaga asanya, dan lainnya memilih bersikap 'no comment'. Cukup perhatikan dan simaklah cara bertugas aparat Garnisun. Meski mereka duduk saling membelakangi di atas kendaraan yang melaju. Berpatroli di bawah bintang malam, menyusur jalan-jalan ganas kota dengan gagah berani -selalu kesatria hanya dengan senjata tongkat kayu rotan-. Sulit mencermati relevansinya? Sekiranya saya masih belajar hermeunetika untuk mencapai ma'rifat dan gamblang. Heuheuheu!

Minum minuman dari biji buah dan minum minuman dari pucuk daun. Kita saling me'nyaman'kan diri dengan minuman masing-masing. Salam untuk Garnisun yang disela tugas meratap bintang di langit malam... "dengan es teh atau kopi saja biar lebih nikmat."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun