Mohon tunggu...
Novita Sari
Novita Sari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Aktif di dunia literasi, pergerakan dan pemberdayaan perempuan

@nys.novitasari

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerita dari Wak Romlah

1 Januari 2020   10:45 Diperbarui: 3 Januari 2020   19:09 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siapa pula yang menduga, bahwa sungai yang meliuk-liuk mengintari kota ini menyimpan rahasia yang tak banyak diketahui orang. Cerita ini kudapatkan dari Wak Romlah saat kami bersama-sama mencuci pakaian di Jamban, sebuah tempat yang dibuat khusus untuk mencuci dan berak bagi warga yang tinggal di tepian sungai.

Sama seperti Wak Romlah, sebenarnya aku juga mempunyai MCK di rumah. Tapi karena bulan ini sedang musim kemarau, terpaksa aku berhijrah untuk mencuci pakaian di sungai. Pagi itu, sinar matahari tidak begitu terik. Saat aku datang, jamban masih sepi. Hanya Wak Leman yang terlihat menyebarkan jalo dengan perahunya di tengah sungai yang tak jauh dari jamban ini. Padahal biasanya ada beberapa orang ibu-ibu yang juga  biasa mencuci disini.

Perlahan ku keluarkan pakaian dari buntilan karung yang ku bawa dari rumah. Bau pesing dan masam mengetuk hidung. Maklum saja, anakku Johan masih suka pipis di celana. Kadang aku geram dengan kebiasaannya ini, tapi mau diapakan lagi. Dia anakku satu-satunya. Mau tidak mau aku  harus menggosornya juga.

Aku memulai mencuci dengan mengeluarkan sabun batangan dan mendaratkannya pada pakaian yang telah kubasahi sebelumnya. Ku sikat pakaian-pakaian itu dengan berus plastik bergagang kayu dengan sekuat tenaga. Baru pada pakaian ke empat, Wak Romlah datang. Pijakan kakinya membuat jamban bergerak-gerak. Segera ku berikan senyum terbaik. 

"Mencuci juga Wak?" Tanyaku.

"Iyo" jawabnya singkat.

Kulihat Wak Romlah saat itu membawa satu keranjang pakaian. Ia tak langsung datang untuk mencuci, tetapi menuntaskan hajat perutnya terlebih dahulu dalam kurungan yang berada tepat didepanku. Diletakkannya keranjang diluar kurungan, sedang ia membeberkan handuk sebagai penutup muka kurungan itu. Plung...plung... satu persatu fesesnya terjun bebas ke bawah. Tak lama setelah itu ia mengais-ngaiskan air dibawahnya dengan kaki kiri.

Wak Romlah lalu keluar sambil memperbaiki lipatan kain sarung bermotif durian pecah yang ia kenakan. Sesekali ia mengangkat dan menjinjing kain itu agar tak membatasi gerakannya mencelupkan pakaian satu-persatu dan mendaratkan berus dengan secuil sabun colet. Tampak betul ia sudah terbiasa mencuci di sungai, ini kuperhatikan dari caranya mencuci. Seperti sudah profesional, berbeda denganku yang jarang sekali mencuci ke sungai ini.

"Napal sudah nampak tu Yus" katanya sambil memencet paksa sabun keluar dari plastik. 

"Kenapa memangnya wak?" 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun