Mohon tunggu...
nyi ayu khofifah
nyi ayu khofifah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa biasa

Mahasiswa Studi Agama-agama UIN Raden Intan Lampung

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kehidupan Beragama di Era Revolusi Industri 4.0

26 November 2019   10:45 Diperbarui: 26 November 2019   10:51 678
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Indonesia merupakan sebuah negara yang majemuk yang terdiri dari macam-macam ras, suku, budaya, adat istiadat dan agama. Oleh karena itulah sering terjadi konflik yang di hasilkan dari sebuah perbedaan. Perbedaan dalam hal beragama salah satunya, ini masih menjadi masalah yang krusial dalam kehidupan masyarakat Indonesia, banyak dari masyarakat yang belum mampu memahami perbedaan keyakinan dalam kehidupan. Sehingga banyak masalah-masalah yang timbul berdasarkan perbedaan tersebut.

Seperti kasus yang sedang viral tentang "Balaram dalam kartun Krishna" banyak meme yang beredar tentang hal tersebut, sebagian orang menganggap bahwa hal tersebut merupakan bagian dari hiburan semata. Melihat lebih dalam tentang makna kartun Krishna secara religius merupakan sebuah kepercayaan agama hindu bahwa Krishna lahir dari bentuk sebuah kedamaian. Ternyata banyak dari kita yang tidak sadar bahwa dari mereka yang yakin terhadap hal tersebut tidak berkenan dijadikan bahan lelucon.

Seperti yang kita ketahui, media sosial kita analogikan sebagai sebuah desa yang di dalamnya terdapat berbagai macam kalangan yang hidup berdampingan, seharusnya sebagai tetangga (agama) yang baik mampu menyikapi sebuah perbedaan keyakinan secara lebih dalam lagi, agar tidak adanya kesalah pahaman yang timbul dari hal-hal yang menyangkut keyakinan.

Sebagaimana islam telah mengatur adab terhadap tetangga sedemikian rupa, seperti yang sudah dijelaskan dalam Hadits bukhari dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda barangsiapa yang beriman kepada Allah dan juga kepada hari akhir, maka janganlah ia menyakiti tetangganya.

Bahkan dalam Alquran pun perihal adab dan berbuat baik terhadap tetangga dijelaskan dalam surah  An-nisa ayat 36 yang artinya, sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukannya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabih dan hamba sahaya-mu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong  dan membanggakan diri.

Dari apa yang sudah dipaparkan di atas jelas bahwasannya islam telah mengatur secara sempurna adab-adab terhadap tetangga khususnya bertetangga dalam perbedaan keyakinan atau bertetangga Agama, seperti yang di jelaskan pada hadits di atas bahwa penyebutan hanya beriman kepada Allah dan hari akhir, tidak dengan kewajiban lainnya, karena keduanya merupakan permulaan dan penghabisan. Maksudnya, beriman dengan penciptanya dan hari mendapatkan balasan amal baik dan buruknya.

Maka dari "jangan menyakiti tetangga" bisa di aktualkan dengan mengulurkan kebaikan kepadanya, serta mencengah hal-hal yang membahayakan tetangganya. Kesimpulannya, kesempurnaan iman seseorang diukur ari kebaikannya kepada sesama mahkluk Allah, baik dalam tutur kata kebaikan maupun diam dari kalimat buruk, dan melakukan apa yang sepatutnya dilakukan dan meninggalkan  apa yang membahayakan, antara lain adalah dengan menyakiti tetangga serta membuat tersinggung tetangga. Dari hadits tersebut dapat diambil pelajaran bahwa tidak menyakiti tetangga adalah bukti kesempurnaan iman seseorang kepada Allah.

Media sosial yang di analogikan sebagai sebuah desa bukan tanpa maksud, maraknya konflik pada Era Revolusi Industri 4.0  yang timbul berkaitan dengan hal keyakinan banyak bermunculan akhir-akhir ini. Banyak orang yang tidak mampu memanfaatkan tehnologi dengan bijak, tehnologi digunakan sebagai alat untuk meraih keuntungan pribadi yang berkedok agama.

Penyebaran-penyebaran informasi yang sedikit dibelokkan seputaran agama memicu adanya perdebatan-perdebatan antara "tatangga yang berbeda keyakinan". Mensosialisasikan tentang ajaran agamanya yang paling benar merupakan tindakan yang kurang baik sebenarnya, media sosial merupakan tempat segala kalangan untuk menetap di dalamnya.

Oleh karena itu, sangat di wajibkun untuk berbuat baik terhadap banyak nya kalangan tersebut dalam dunia media sosial terutama hal-hal yang menyangkut agama selayaknya sebagaimana kita hidup dalam kehidupan nyata.

Seperti pada kasus yang tertera di atas, tentang bagaimana kepercayaan dalam agama Hindu yang kemudian menjadi bahan lelucon bagi orang-orag yang memiliki kepentingan pribadi. Sebagai mahasiswa Studi Agama-agama saya menyayangkan atas tindakan tersebut. Karena, seharusnya setiap orang mampu mengontrol jarinya untuk tidak menyakiti saudaranya dalam hal ini saudara yang memiliki perbedaan keyakinan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun