Mohon tunggu...
Nuke Patrianagara
Nuke Patrianagara Mohon Tunggu... Freelancer - cerah, ceria, cetar membahana

rasa optimis adalah kunci

Selanjutnya

Tutup

Trip

Belah Durian di Purworejo

12 Februari 2020   10:12 Diperbarui: 12 Februari 2020   13:33 620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mari Kita Piknik sekalian Kondangan

Hiruk pikuk mau pergi liburan mengingatkan kami akan film Home Alone, yang bersiap pergi 7 orang, yang datang 6 orang untuk menunggu rumah, pukul 05.00 Waktu Indonesia Bintaro yang juga bertepatan dengan Waktu Indonesia Barat penuh keramaian, yang bawa tas masuk dan bawa tas keluar ketemu dipintu jadi seperti film Warkop, pokoknya heboh sejak pukul 05.00 WIB.

Bismillahirahmanirahim tepat pukul 06.00 Waktu Indonesia Bintaro kita cus menuju WIP (Waktu Indonesia Piknik), rombongan kami terdiri dari kakakku (Aa Ito), kakak ipar (Ita), dua keponakan (Zidane dan Revan), mamih, suamiku dan aku. Jabotabek yang masih mendung dan sendu akibat banjir besar hadiah tahun baru 2020 melanda banyak wilayah, banjir akibat hujan terlama sepanjang masa yaitu satu tahun 31 Desember 2019 sampai 01 Januari 2020, siklus lima tahunan lebih cepat datangnya, tapi waktu piknik sudah diketok jadi kamipun memutuskan tetap pergi.Saat melintasi tol layang Cikampek jalan menuju arah Jakarta kosong, ada apa gerangan? 

Apa karena tol Cikarang masih tergenang sehingga tidak bisa dilewati, tapi tol layang naiknya dari Karawang, ternyata kemacetan total telah terjadi sejak pukul 24.00 WIB, kendaraan berhenti, penumpang pada keluar, air meluap sampai jalan tol sehingga tidak bisa dilewati.Jalanan menuju arah timur cenderung sepi, kendaraan bisa dipacu sedikit tinggi, mengejar target waktu sesuai dengan yang direncanakan.

Sarapan di Cirebon

Melipir dari tol Palikanci untuk mengisi lambung para peserta piknik, pilihan jatuh pada Empal Gentong Krucuk 2 yang lumayan dekat dengan jalan tol.  Sepertinya ini tempat makan baru buka, hanya ada dua pilihan menu, empal gentong biasa dan empal asem, sate sapinya belum tersedia apalagi tahu gejrot makanan kesukaan Aa Ito.  

Kubu empal gentong pun terbelah Aa Ito memilih empal gentong campur dengan nasi, mamih, Zidane dan Revan empal gentong daging dengan nasi, Ita memilih empal asem daging dengan lontong, aku memilih empal asem campur dengan nasi putih karena perjalanan masih panjang jangan sampai para naga minta jatah ditengah jalan.  Beda selera dalam menu tapi satu selera untuk kenikmatan Empal Gentong Krucuk 2, lambung sudah penuh perjalanan kami lanjutkan.

Menelusuri Trans Jawa

Dokumentasi pribadi |Jembatan Kali Kuto Batang
Dokumentasi pribadi |Jembatan Kali Kuto Batang
Suami dan aku menelusuri tol Trans Jawa baru sampai tol Palikanci keluar dari Ciperna itupun kalau silahturahmi ke keluarga Cirebon dan Kuningan kali ini mainnya agak jauhan dikit, melewati perbatasan Jawa Barat, memulai perjalanan dari Bintaro dipiloti oleh kakak saya, saat sampai Batang gantian suami yang jadi pilot, pemandangan yang cukup baru bagi kami jadi keseruan tersendiri. 

Merasakan jalur mudik lebaran yang selalu muncul di layar kaca, viral diberbagai media, setiap petunjuk jalan menunjukkan nama daerah seperti yang ada di bukunya Benny Rachmadi "Tiga Manula Jalan-jalan ke Pantura" , Indramayu, Cirebon, Kuningan, Brebes, Tegal, Pekalongan, Semarang, kami hanya diatas tol tidak mampir-mampir seperti yang ada dibuku, dengan adanya akses tol Trans Jawa kita banyak melewati hal-hal unik yang seperti jejeran toko peuyeumpuan eh tape, truk yang bentuknya tidak beraturan seperti makhluk asing, para nyamuk yang pasang sen kiri belok kanan atau tiba-tiba muncul tanpa tahu asalnya darimana, pasar tumpah, para penyapu uang sumbangan atau para penjaring uang sumbangan masjid serta singgah ditempat sajian kuliner khas daerah tersebut yang biasanya menyediakan oleh-oleh juga.

Bawen

Memilih jalur Bawen menuju Magelang sepertinya pilihan yang tepat, setelah tol yang panjang mulai masuk ke jalan non tol, kiri kanan pemandangan rumah-rumah, warung-warung, pesawahan, sembari menyusuri jalan kenangan saat tulisan Secang muncul di aplikasi petunjuk arah mengingatkan saya saat KKN di Temanggung, saat sampai Secang menunjukkan setengah jalan perjalanan menuju atau dari Desa Bantir Kecamatan Candiroto Kabupaten Temanggung yang ternyata desa yang sama dengan Pak Ganjar Pranowo saat KKN dulu.

Mamih berteriak seru saat melihat tumpukan nangka yang ukurannya gede banget, kayak menhirnya Obelix, durian membentuk gunung-gunung berduri, kumpulan edamame raksasa alias pete menjuntai bagaikan rambut bidadari bercat hijau, pikiran langsung melayang itu nangka cocok dengan es campur atau cendol dawet ben ambyar seperti Lord Didi Kempot, durian dinikmati bersama keluarga atau teman sembari ngobrol seru, dan pete bisa digoreng bersahabat dengan sambal, pete dibalado dengan teri bahkan kulit beserta petenya diiris lalu digoreng sedikit garing diaduk sambal balado hmm berteman nasi hangat dengan genre makan pake tangan slurppp lap iler deh.

Jalanan yang teduh oleh rindangnya pepohonan, sembari menengok keatas dari dalam mobil ternyata jejeran pohon nangka, durian dan pete yang hasilnya terlihat di warung sepanjang jalan, buah durian rata-rata sudah terikat tali biar tidak jatuh langsung ke tanah tapi yang sulit dijangkau dibiarkan jadi durian jatuhan langsung meluncur ke tanah, tidak terbayang kalau menimpa kendaraan saat lewat, ketiban durian bukan lagi kiasan tapi dalam arti sebenarnya.

Mendaki Borobudur

Candi Borobudur menjadi tujuan wisata pertama sebelum masuk ke Jogjakarta, mendung sedikit bergelayut, hati dak dik duk takut hujan turun saat naik ke candi seperti Pak Menteri Kemenpar yang mengunjungi Candi Borobudur saat hujan, bisa gagal foto-foto kalau hujan-hujanan, fotografer handal sudah siap mengokang kamera, disela doa sedikit khusyuk ponakanku Revan nyeletuk sambil telunjuknya mengarah sama penjual cilok, mungkin kaget kok kang cilok jualannya jauh amat sampai AKAP (Antar Kota Antar Propinsi), ternyata cilok ini sukses mengembangkan sayapnya keluar dari sarang asalnya yaitu daerah Jawa Barat, Jakarta dan Tangerang, menjadi hiburan tersendiri gara-gara kang cilok ini, setiap ada tukang cilok kita teriak bersama, "tuh Van kang cilok!".

Sang Maha Kuasa selalu bersama dengan hamba-hamba yang berserah padaNya, saat turun dari mobil hujan turun rintik-rintik, penjaja jasa sewa payung sudah antri menawarkan jasanya, kami bawa dua payung dari mobil dan satu sewa, sampai pintu pembayaran tiket yang akan mengunjungi Candi Borobudur masih lumayan antri padahal sore sudah menjemput. 

Taman yang sangat luas juga asri, jalan yang sedikit memerlukan waktu serta tenaga mencapai pelataran candi, kami putuskan untuk menaiki kendaraan perantara dengan tiga pilihan; kereta, Tayo dan mobil golf, tadinya mau naik kereta wisata tapi masih jauh sementara kami mengejar waktu, pilihan pindah ke Tayo biar mamih ngerasain naik Tayo, langsung bersenandung ceria "Hai Tayo, hai Tayo, dia bis kecil ramah, melaju, melambat, Tayo selalu senang"

Hujanpun ikut berlalu, kami bisa menikmati kemegahanan Candi Borobudur tanpa main hujan-hujanan seperti di film India.

Mendaki gunung lewati lembah

Sungai mengalir deras ke Samudra

Bersama teman bertualang (kalau ini sama suami dan juga keluarga)

Potongan OST. Ninja Hatori adalah lagu wajib aku dan suami saat jelong-jelong.

Sampai pelataran candi setelah naik tangga yang lumayan banyak jumlahnya, alhamdullilah mamih masih semangat, tapi untuk sampai ke puncak candi sepertinya jangan dipaksakan, jadi hanya aku, suami dan Zidane yang naik ke puncak. Cuaca yang mendung tanpa hujan jadi berkah tersendiri, menaiki tangga candi tanpa sibuk menyeka keringat.

Dokumentasi pribadi |Candi Borobudur
Dokumentasi pribadi |Candi Borobudur

Suatu kebanggaan bisa kembali menjejakan kaki di hasil karya indah peninggalan masa lalu yang turut mendongkrak pariwisata bangsa ini. Ini kali ketiga saya mengunjungi Candi Borobudur, pertama saat study tour SMP, jalan-jalan sama teman kos ketika kuliah di Jogja dan sekarang, semua mempunyai cerita tersendiri yang melekat diingatan dan tidak akan pernah bosan mengaguminya.

Saat sampai pelataran stupa terbesar, bisa melihat pemandangan sekitar yang indah, terlihat ada beberapa bangunan masjid di seputaran area diluar candi, ini salah satu contoh indahnya keberagaman bangsa ini.

Oia saat mau masuk pelataran parkir tadi saya melihat teman kantor saat di Bandung sedang berjalan di trotoar beriringan beserta keluarganya, saya menyapanya dengan sedikit berteriak dari dalam mobil, dia kaget hanya sempat salaman dan melambaikan tangan tanda perpisahan.

Mamih ditemani Zidane kembali ke gerbang masuk dengan tayo kembali, sisanya berjalan menikmati taman yang indah, berjalan dibawah rerimbunan pohon. Mamih cerita tadi saat Tayo mau melaju ada yang teriak berangkatttttt, jadi ingat tagline Kang Tisna di sinetron TOP, mamih selalu ketawa kalau ingat itu.

Magelangan

Sebagian orang mengatakan tidak makan dua jenis karbohidrat dalam satu piring untuk dimakan bersamaan, seperti mie instan sama nasi tapi orang Magelang melihat ini sebagai peluang makanan khas, saat kuliah dulu, sebagai anak kos menu nasi goreng dan mie goreng adalah menu dalam satu bulan bisa lebih dari sepuluh jari eh kali, tapi ada satu menu yang menggabungkan keduanya yaitu nasi goreng campur mie yang dikenal dengan nama magelangan.

Perjalanan melahirkan kejutan demi kejutan, Aa menghubungi temannya, yang dipikir tinggalnya di Jogja ternyata sang teman itu yang punya panggilan Tata rumahnya hanya tiga menit dari Candi Borobudur, tadinya mau mampir sebelum ke Candi Borobudur karena takut hujan turun dan kesorean jadi kita putuskan ikut ngaso setelah dari candi, mendarat juga di kediaman Mas Tata dan hujanpun kembali turun sebagai pertanda keberkahan selalu meyertai perjalanan kami.

Setelah ISho dan sedikit mengobrol kita putuskan untuk isi lambung dulu sebelum melanjutkan perjalanan, Mas Tata menawarkan menu makan nasi goreng, magelangan, mie goreng, mie godok dan kupat tahu Magelang, kembali kita memesan menu sesuai dengan selera masing-masing, semua menu yang ditawarkan kami pesan, ternyata seleranya memang berbeda-beda dan hampir sama dengan yang ditawarkan tapi sayang saat disambangi penjualnya, kupat tahu magelang tidak jualan jadi menu tersisa yang kita pesan.

Menikmati magelangan ditempatnya menjadi cerita tersendiri, rasanya nikmat sekali, menu yang lainnya juga juara, nasi goreng biasa yang kata mamih ayamnya royal, mie gorengnya sedap, mie godognya menyegarkan saat hujan-hujan begini disempurnakan oleh istri Mas Tata menyuguhi kami dengan teh saffron hangat dan teh hangat dengan pilihan manis atau tawar, terima kasih banyak Mas Tata dan keluarga, maaf sudah kami repotkan, jangan lupa ditunggu di Jakarta nanti kita piknik ke IKEA.

Mas Gun Guest House

Hampir 20 tahun atau mungkin sudah melewatinya, terakhir mengunjungi rumah temanku ini saat kuliah di Jogja, Mas Gun ini punya genk mancing di laut yang anggotanya teman-teman sekelas kita juga, nah pernah hasil pancingannya kita masak rame-rame, secara Mas Gun selain hobi masak juga pernah kuliah di perhotelan sebelum nyemplung ke perekonomian. Aku lupa ikannya jenis apa tapi dimasak cabe ijo waktu itu, asli itu nikmatnya sampai saat ini masih terasa dilidah.

Rumah ini tidak berubah, sama seperti dulu saat main kesini, menginap di daerah Prawirotaman sudah masuk daftar impian sejak lama sebelum hits karena film AADC2, tapi baru kali ini daftar itu dicontreng sudah tercapai, setelah kulonuwon sama ibunya Mas Gun sebagai pemilik Guest House dan dapat kunci kamar masing-masing, alhamdullilah kita dapat kamar berjejer dilantai bawah, memudahkan koordinasi hehehe, lalu kita unboxing eh unpacking, bersih-bersih, meluruskan pinggang, dll.

Sepanjang jalan dari Magelang menuju Prawirotaman ditemani gerimis, dari jalanan sepi seperti tanpa penghuni dan kehidupan sampai pada keramain kota dan jalan yang penuh turis baik lokal maupun mancanegara serta caf-caf dengan musik-musik beragam genre, Jalan Prawirotaman ini mengingatkan Jalan Jaksa di Jakarta atau daerah Legian di Bali.

Move on Gelato

Lalu lintas unggahan foto gelato di seputaran Jogja dalam laman media sosial lumayan padat, tempat yang penuh dengan nilai seni tinggi menjadi background warna-warni indah semangkuk gelato. Saat masuk Prawirotaman terlihat ada toko yang lumayan besar menjual gelato. 

Rintik hujan membuat malam pertama di Jogja semakin syahdu, mencari tempat temaram cantik artisitik ditemani kopi atau mungkin semangkuk gelato.

Dokumentasi pribadi |Move On Gelato
Dokumentasi pribadi |Move On Gelato

Setelah sedikit menyegarkan muka dan meluruskan pinggang, suami mengajak keluar untuk menikmati malam di Jogja seputaran Prawirotaman yang bisa dijangkau dengan jalan kaki, kita putuskan menuju Move On Gelato yang hanya berjarak kurang dari 100 meter dari penginapan, keadaan tempat yang tidak begitu ramai, kami pesan semangkuk gelato dengan tiga rasa (rasa favorit saya tetap rasa mint) dan manual brew blue montain, panas dan dingin bersatu dalam kata menikmati malam di Jogja bersama pujaan hati eaaaa dilalah musik yang mengalun sesuai dengan selera kita, musik yang mengiringi saat kita dalam mobil.

Revan menyusul menembus rintiknya hujan untuk ikut menikmati gelato dan dicekokin manual brew, dia mulai menikmati kopi tanpa gula seperti yang biasa kita pesan atau bawa ke rumah.

Kudapan penuh kejutan

Perjalanan yang menyenangkan dengan sedikit rasa lelah, malam yang cukup dingin membuat kami terlelap dan menikmati melewati malam di Jogja, pagi menjelang dengan suara mamih sebagai pertanda membuka hari, mamih lagi ngobrol dengan Zidane didepan kamar, bangun dan kubuka pintu, kejutan melihat hidangan kudapan dimeja depan kamar yang tadi malam tersedia teh dan kopi, pagi ini berupa pisang, roti sisir, telor rebus dan buah anggur tidak lupa teh dan kopi kembali, inimah kudapan favorit keluarga, kok bisa mengetahui kesukaan kami, suami penggemar berat pisang dan roti sisir, Zidane itu tidak bisa lepas dari telur dan suka banget sama roti tradisional, mamih suka banget sama buah anggurnya, pagi yang menyenangkan.

Dokumentasi pribadi |Pisang dan Roti Sisir
Dokumentasi pribadi |Pisang dan Roti Sisir

Kami semua harus segera bersiap untuk menjelajah Jogja, sembari siap-siap Ita menerima tamu, teman yang dari Bandung sekarang pindah di Jogja, jalinan silahturahmi harus tetap terjaga, selain manjangin umur juga membuka jalan rejeki.  Hatur nuhun Hera kukurupukan plus kikiripikanana.

Bunderan UGM

Suatu kebanggaan saat karya bisa dinikmati oleh khalayak banyak, kakakku sebagai seorang fotografer mengerjakan salah satu iklan perusahaan logistik, yang hasil fotonya dijadikan billboard raksasa disudut kota Jogja begitu menurut berita dari kliennya, ciri-ciri yang diberikan billboard itu berada di persimpangan tanpa detail peta foto itu terpampang, jadi setiap sudut dan ada persimpangan mata kami mendongak mencari iklan tersebut layaknya mencari jejak dalam Pramuka, hati ini memberi petunjuk sudut itu ada di area kampus UGM, persimpangan Galery Matahari tidak ada, persimpangan arah lembah UGM yang ada SPBUnya kalau sore ada yang jualan siomay Bandung ceritanya iklan itu tidak tampak, saat kaget lihat bangunan RS Panti Rapih yang sudah berubah sampailah pada bunderan UGM foto iklan tersebut terlihat jelas seperti memberi senyum sama fotografernya, ternyata disudut ini, ditempat penuh kenangan saat kuliah dulu, Aa ingin parkir dahulu untuk ambil foto hasil karyanya, kita putuskan masuk arah gelanggang dan parkir didepan Bank BNI. 

Dokumentasi pribadi |Bunderan UGM
Dokumentasi pribadi |Bunderan UGM

Bunderan penuh cerita dan menjadi arena foto wajib baik bagi mahasiswa UGM, alumni UGM, bahkan yang bercita-cita merasakan kuliah di UGM. Aa Ito ambil foto hasil karyanya, aku dan suami ambil foto didepan tulisan UNIVERSITAS GADJAH MADA yang sekarang ada tamannya jadi instagramble gitu.

Jalan Kaliurang

Menyusuri kenangan sepanjang jalan arah Kaliurang, mulai dari Mirota kampus tempat belanja para mahasiswa yang harganya lumayan miring kala itu, pertigaan arah Sendowo tempat kos saat kuliah, Grha Sabha Pramana tempat wisuda para sarjana dan acara-acara lainnya, Gedung Pusat yang bangunannya megah, mengingatkan akan filmnya Roy Marten dan Christine Hakim "Cintaku di Kampus Biru", dari gedung MM UGM dan perpotongan selokan mataram keatas sampai perempatan ring road penuh dengan tempat makan, baik yang tradisional sampai waralaba-waralaba asing, yang berupa warung sederhana hingga restoran mewah, saat melewati depan RMP Sederhana aku tertawa ngakak sendiri, ingat kejadian beberapa tahun yang lalu, sekantor berencana makan siang di tempat itu, kita turun dari mobil  rame-rame, masuk rumah makan rame-rame lalu bertanya rame-rame "mba, punya otak?" mba nya menjawab tidak punya, kitapun balik kanan dan keluar rame-rame sesaat setelah melewati pintu kamipun ngakak bareng.

Toko merah mengingatkan perlengkapan ATK baik untuk kantor maupun pelatihan juga beli gulungan struk belanja kosong buat dilempar kearah lapangan bola saat menonton pertandingan.  

Perumahan Kaliurang Pratama tempat kantor berdomisili saat di Jogja depan kompleknya tidak banyak berubah, tidak tahu dalamnya, kantornya yang depannya ada pohon mangga saat berbuah bisa dipetik dari lantai dua, lebih sering dipetik mangga mudanya lalu dicocol garam atau gula putih pake kecap manis. 

Sepeda listrik pinjaman dari Riana jadi alat transportasi tempat kos di Pandega Padma seputaran perempatan ring road ke kantor di Kaliurang Pratama, kadang parkir didepan pedagang gudeg untuk membeli sarapan, kalau hari jumat jatah jalan kaki dari kos ke kantor mampir pasar beli buah-buahan sembari menikmati keramahan Jogja, sapa senyum setiap langkah kaki.  Setiap tempat yang menguak memori seperti bercerita kembali akan semua kenangan kala itu.

Kopi Klotok

Celoteh tante-tanteku sepulang dari wisata ke Jogja makan di area pesawahan dengan menu lodeh dan telur dadar goreng garing tidak lupa pisang goreng sebagai kudapan penutup, membuat mamih kepo dong, memberi ide untuk jadi tujuan saat ke Jogja sekalian menuntaskan kekepoan mamih.

Area parkir lumayan penuh, cari celah untuk bisa menempatkan mobil tanpa menghalangi lalu lintas keluar masuk kendaraan lain, masuk bangunan unik dengan tatapan penuh tanya, antri darimana? cara ambil makanan bagaimana? bayarnya bagaimana? lalu duduk dimana?  Antrian terbagi beberapa, satu-satu kita pelajari sambal bertanya kiri kanan, sambil membaca kutipan-kutipan para pesohor negeri yang terpampang didinding, ada Bu Sri Mulyani, Pak Tito Karnavian, Pak Mahfud MD jejeran kabinet era yang sedang berlangsung bahkan ada penulis perjalanan yang kerenKa Trinity, Maudy Ayunda dan Hamish Daud ini sih genks nya film Trinity Traveler. Mereka sudah pernah makan disini kita kemana saja selama ini.

Alurnya makan disini itu dimulai dengan antrian ambil nasi dan lauknya, lalu pesan telur dadar goreng garing tidak usah semua ikut antri cukup perwakilan, satu orang bisa ambil untuk lima telur dadar, jangan lupa tugas pesan pisang goreng sisanya cari tempat duduk karena terlihat setiap tempat duduk terisi jadi butuh perGPKan. 

Antrian prasmanan sudah mau sampai tapi piringnya habis, aku lari cari piring ternyata sedang dilap setelah dicuci, ambil setumpuk piring tidak lupa sendoknya, piring dan sendok sudah ditangan terjadilah kegalauan memilih mau nasi putih biasa, nasi megono atau bubur, aku ambil nasi megono, panci-panci besar berisi beberapa jenis pilihan lodeh; lodeh tempe cabe ijo, lodeh kluih dan lodeh terong, bahkan ada gudeg ceker, sop juga ada mungkin buat yang tidak menggemari lodeh hanya itu menu tersisa diatas meja besar kalau di dapurku meja itu jadi bangku buat tempat duduk saat makan rame-rame. 

Menu lainnya seperti lauk dan baceman sepertinya sudah dihabiskan sama yang datang lebih pagi dan belum siap untuk disajikan kembali atau belum matang.  Aku dan Ita antri telur dadar, tidak terbayang itu berapa ratus mungkin ribu butir telur dalam setiap hari yang dikocok dan mendarat dipenggorengan panas. 

Zidane antri pisang goreng tanpa pesan jadah goreng atau uli goreng alias goreng ulen karena menurut kami ulen buatan Mak Yam masih tetap juara pertama dihati kami.  

Ratusan sisiran pisang kepok menjuntai memenuhi langit-langit perapian dengan beberapa penggorengan raksasa berisi minyak panas mendidih berisi pisang yang sudah tercantum adonan tepung.  

Pisang kepok memang juaranya untuk olahan pisang goreng walaupun kadang dapat doorprize bijinya tergigit manja dan membuat sebal.

Semua menu pesanan sudah ditangan, ternyata tempat duduk kami berpencar ada yang didalam dan diluar, nasi dengan sayur lodeh berteman telur dadar siap kita komentari rasanya, suamiku sebagai penggemar lodeh terlihat bersemangat selain kriuknya telor dadar ada juga kerupuk putih dalam kaleng sebagai pelengkap rasa menjadi hampir sempurna karena kesempurnaan hanya milikNya, rasa pedas paling cocok minumnya teh tawar agak panas kalau panas banget nanti nyonyot bibir dan lidahnya, bisa merusak suasana dan kenikmatan.

Telur dadar garing ini jadi tema yang rada hits di media sosial, wangi telur dadar menebar aroma yang khas dan unik mengalahkan aroma parfum mahal sekalipun.  Penggemar telur dadar mungkin tidak memecah kongsi seperti tim bubur diaduk atau tanpa diaduk.

Dokumentasi pribadi |Kopi Klotok
Dokumentasi pribadi |Kopi Klotok

Lagi asyik menikmati sepiring nasi dengan lodeh, keponakanku Revan bisik-bisik ada gurunya waktu SD dipojok dekat tempat ambil minum, berkerudung orange, kita suruh sapa tapi tidak PeDe karena takut salah, kita paksa untuk menghampirinya akhirnya mau dan kami melihat adegan pertemuan murid dan guru yang ibu guru itu kaget ada yang menyapanya dan ibu itu hapal sama Revan sampai Revan diuwel-uwel, kok jadi terharu lihat pertemuan mereka, ternyata ibu itu memang keluarganya di Jogja jadi pulang kampung ceritanya saat liburan sekolah.

Ke kopi Klotok tanpa mencoba kopinya ya bisa ambyar, saya ambil segelas kopi hitam, yang saya bayangkan rasa kopi yang merasuk sukma menembus jiwa dengan suasana ndeso, ternyata untuk kopinya tidak sesuai selera, kopi yang terlalu manis menghilangkan jiwa kopinya sendiri atau mungkin kita salah ambil kopi? Wah mbuh biarlah padi bergoyang menjawabnya.

Pisang goreng akhirnya dibekal untuk dijalan karena kita kekenyangan, yang suka disini saat harus bayar, seperti di kantin kejujuran, kita antri dikasir dan menyebutkan apa yang telah kita makan, bisa saja darmaji (dahar lima ngaku hiji) tapi nanti dihantui sepanjang masa, menu tradisional menggugah selera itu telah dituntaskan.

 We love Khotib Jumat

Niat awalnya para kaum adam sholat jumat di masjid UGM tapi karena waktunya mepet bin tidak keburu jadi cari masjid yang paling memungkinkan, Zidane ingin lihat Universitas Islam Indonesia (UII) lebih dekat dengan lokasi Kopi Klotok tapi tetap tidak terkejar sepertinya, suara panggilan sholat jumat sudah terdengar dari area Kopi Klotok, tadi didepan sebelum masuk TKP terlihat masjid, sampai tempat ternyata parkirnya susah jadi turun kebawah arah kota mencari masjid yang bisa parkir mobil dengan nyaman, lupa itu dikilometer berapa melihat banyak motor dan mobil terparkir, orang-orang bersarung, berkopiah lari-lari menuju bangunan yang agak masuk kedalam, mobilpun diparkir didepan pedagang sate yang belum buka.

 Para lelaki loncat berhamburan, kita para perempuan menunggu di mobil sembari melihat keseruan jamaah sholat jumat, ada yang bonceng bertiga pada pake sarung jadi duduknya nyamping, seperti ibu-ibu pake rok atau jarik, ada yang sekeluarga keluar dari mobil mulai dari kakek sampai cucu, terlihat masjid sampai halamannya sudah terisi penuh, banyak jamaah yang tidak kebagian tempat kembali memacu kendaraanya untuk mencari tempat yang masih bisa melaksanakan sholat jumat dengan tertib.  

Yang bikin kaget perasaan baru pada loncat keluar kok sudah pada balik lagi, satu persatu masuk mobil kembali, yang terakhir masuk kakakku sambal teriak "I Love U Pak Khotib" sholat jumatnya ngepot bo, biasanya jam 1 kurang baru bubar, ini jam dua belas seperempat sudah bubar, banyak yang baru datang bengong lihat jamaah lainnya sudah bubar.

Macetnya Malioboro

Mengunjungi kota Jogja tanpa menyapa Malioboro layaknya sayur tanpa garam, waktu yang masih siang rasanya terlalu cepat kalau langsung ke Pantai Parangtritis, melintas Malioboro menjadi pilihan dan terjebaklah kami dalam kemacetan Malioboro, bawa kendaraan sendiri ke Malioboro sudah disarankan temanku tolong dihindari, waktu terbuang percuma oleh kemacetan bukan hanya volume kendaraan yang membludak ditambah denga nada Trans Jogja yang mogok setelah halte pertama Jalan Malioboro, menurut informasi baiknya parkir kendaraan di Benteng Vredeburg tapi sebelum sampai gerbang Benteng ada petugas parkir yang menunjukan bahwa ada tempat kosong untuk parkir disebelah Pasar Beringharjo sebrang toko Mirota batik, ternyata halu semata semua tempat penuh, kitapun mencari jalan keluar untuk meneruskan perjalanan ke Parangtritis, hari semakin merambat sore. 

Sedikit hiburan saat macet menuju keluar kembali ke jalan Malioboro setelah mengitari area parkir tidak jelas tersebut, terlihatlah pedagang lekker, tim kami punya suara TOA 4M yaitu Ita, berteriaklah sekencang mungkin memanggi kang lekker, sampai kaget tuh pedagang, kami beli beberapa lekker sesuai dengan uang cash yang kami punya saat itu, biar pas uangnya karena tiba-tiba jalan menjadi lancar, kue lekker menyelamatkan kami dari emosi tempat parkir halu tadi, lekker yang hangat, nikmat juga garing jadi ingin beli lagi, besok jadwal ke Beringharjo wajib beli lagi.

Pantai Parangtritis

Garis lurus Gunung Merapi, Tugu Jogja, Keraton Jogja dan Pantai Parangtritis menjadi keunikan yang berbeda dengan tempat lainnya.  Menurut catatan yang kami kejar ke pantai Parangtritis adalah sunsetnya, matahari kembali ke peraduan selalu memancarkan cahaya magis.

Banyak yang menyarankan untuk memilih pantai lain yang lebih menjanjikan dan instagramble, tapi kakakku mau ambil foto matahari terbenam dan jalur roda delman diatas pasir Parangtritis, sesuai rencana setelah keruwetan parkir di Malioboro dan perempatan Pojok Benteng yang bikin spaneng, melewati Jalan Wijilan yang terkenal dengan sentra gudegnya, sepanjang jalan penuh dengan penjual gudeg beraneka nama, sang aplikasi penunjuk arah melewati tempat yang saat pernah tinggal di Jogja terlewati untuk disambangi "Panggung Krapyak" nama bangunan bersejarah tersebut, cukup melihat dari mobil tanpa turun dan mengambil foto, cukup puas untuk saat ini.

Cuaca sepanjang jalan menuju pantai bergelayut awan manja berarak dibawah langit, matahari malu menampakan rupanya, bersembunyi dibalik mega. Sampai parkiran masih terlihat beberapa bis pariwisata baru masuk, terlihat rombongan pelajar turun dan berlarian menuju pantai dengan Bahasa yang kami semua pahami, sepertinya mereka dari daerah Jawa Barat seperti waktu di Borobudur, kami lapor dulu sama Sang Maha kuasa sebelum bermain ombak.

Debur ombak laut selatan menyapa kami, lalu Lalang delman dan kendaraan bermotor untuk dipantai juga para wisatawan lari kesana kemari menghindari ombak tapi ada juga yang nyebur bermain ombak.

Akhirnya mantai juga kita, aku dan suami tidak membuang kesempatan untuk foto-foto cakep juga cantik, adegan lompat diatas pasir pantai dengan latar debur ombak harus diambil berkali-kali sampai tercapai foto yang lumayan kompak, ada yang kompak dan bagus tapi suamiku kepotong arghhh ternyata pengambilan gambar itu penuh perjuangan.

Dokumentasi pribadi |Pantai Parangtritis
Dokumentasi pribadi |Pantai Parangtritis

Angin pantai menerpa wajah, matahari enggan muncul, awan kelabu pelan-pelan memenuhi langit, takut hujan turun datang lebih cepat, kami pilih untuk meninggalkan pantai sebelum sunset terekam oleh kamera, biarlah cerita lain yang tercatat di Pantai Parangtritis ini, mataharinya nanti kita cari di kota saja sekalian belanja.

 Sate Klatak Mak Adi

Adegan NicSap dan DiSas eh Rangga dan Cinta dalam AADC 2 menikmati sate klatak membawa kuliner ini jadi salah satu daftar yang akan didatangi saat ke Jogja, yang diambil gambarnya untuk film Sate Klatak Pak Bari tapi masih tutup karena masih terlalu sore, baru buka jam 18.00 WIB. Aplikasi penunjuk arah kita perintahkan menuju Sate Klatak Mak Adi, tidak memerlukan waktu yang lama sudah sampai tujuan.

Kami pesan sate klatak, tonseng dan gulai jeroan yang tampak sangat menggoda, terlihat jari-jari sepeda mantap berjejer diatas perapian dengan potongan daging tertusuk didalamnya.  Sewaktu Festival Jajanan Bango 2017 di ICE BSD sate klatak Mak Adi ini menjadi salah satu pilihan menu bersama suami, kita nikmati tapi tanpa ada jerujinya karena potongan daging sudah langsung tersaji dipiring. Akhirnya angin naga kelaparan membawa ke tempat asalnya di daerah mBantul.

Dokumentasi pribadi |Sate Klatak Mak Adi
Dokumentasi pribadi |Sate Klatak Mak Adi

Pesanan satu persatu tersaji depan mata, cuping hidung kembang kempis menghirup udara kenikmatan, sate dengan tusukan jeruji besi diatas piring dengan kuah gulai, aku protes lha kok bukan bumbu kecap, mba nya bilang kalau itu sate biasa bukan sate klatak, kalau sate klatak yang dengan kuah gulai, akhirnya minta terpisah bumbu kecapnya, karena selera keluarga kami kalau sate kambing ya cocoknya dengan sambal kecap, padahal dihalaman 47 bukuTMJJKSJ karya Benny Rachmadi sate klatak memang diguyur kuah gulai sebagai penyeimbang rasa sate klatak yang agak asin, lupa penjelasan itu.

Revan seperti menemukan surganya, katanya enak banget ini sate, tapi sayang mamih dan Ita tidak bisa menikmati karena bermasalah dengan giginya jadi hanya nasi berkuah tonseng. Nanti sesampainya di Jogja cari makanan buat yang gagal menikmati adegan AADC2.

 Kopi Joss

Selepas dari Pantai Parangtritis dan menikmati sate klatak kami memutuskan untuk ke penginapan dulu sebelum melanjutkan dengan rencana yang lain, ini malam terakhir di Jogja sebelum perjalananan besok sore ke retired town alias Purworejo. Ditengah perjalanan tadi Ayah Dj telepon memberi kabar sudah mendarat di Jogja dari kota pahlawan, kalau ada waktu bisa bersua terlebih dahulu.

Aku dan suami setelah bersih-bersih langsung siap-siap kembali untuk menikmati malam di seputaran Malioboro sekalian mengajak keponakan untuk menuntaskan kepenasaran rasa kopi joss dan menyapa tim Surabaya, ternyata hanya Zidane yang mau ikut, Revan memilih istirahat menemani mamih. 

Kita memanfaatkan jasa takol alias taksi onlen, cuaca cukup bersahabat saat keluar dari penginapan sesampainya di daerah selepas Taman Siswa hujan turun dengan derasnya tanpa aba-aba, langsung panik lha kita kan mau nongkrong beratapkan langit, memandang bintang-bintang, ditemani musik para seniman jalanan, begini caranya bisa gagal total menikmati malam di daerah Malioboro, menurut Ayah Dj hujan turun dengan derasnya tanpa ada tempat berteduh, wadidaw bagaimana ini, apa harus balik lagi ke penginapan? Kata pilot TaKol mencoba dulu sampai TKP baru memutuskan mau bagaimana.

Kami tidak tahu angin darimana datangnya, menghembus menghela hujan, sesampainya di Jalan Mangkubumi hujanpun mereda, sampai tempat tujuan hujan entah pergi kemana, bertiga turun dan menyebrang mencari kopi Joss yang legendaris itu. 

Tidak bisa lesehan karena tempatnya masih basah selepas hujan tadi, kamipun berbagi tempat duduk dibangku panjang, aku pesan segelas kopi, teh manis hangat, susu jahe dan beberapa macam sate tanpa nasi kucing karena naga dalam perut masih anteng sejak dipenuhi asupannya saat di sate klatak.  

Yang melekat diingatan keponakanku saat Waluyo menyesap arang kopi jossnya, adegan itu ada dihalaman 45 buku TMJJKSJ karya Benny Rachmadi.

Suasana Jogja terasa syahdu melewatkan malam di angkringan, penuh kehangatan sehangat punggung yang membelakangi tungku dengan bahan bakar arang tempat menjerang air dalam teko dan para pelayan menghangatkan makanan diatas bara api sebelum disantap biar tambah mantap.  Suami mengingatkan untuk beli nasi kucing dan teman-temannya buat mamih di penginapan.

Rencana menemui keluarga Ayah Dj ditunda karena cuaca yang tidak menentu, setelah membayar kerusakan yang telah kami lakukan terhadap makanan dan minuman meluncur masuk ke perut masing-masing, rasa optimis tumbuh kembali untuk meneruskan jalan-jalan ke Malioboro, beberapa langkah berjalan menuju Jalan Mangkubumi kembali hujan turun lagi, kami bertiga berusaha berteduh dibawah pohon besar sembari pesan TakOluntuk kembali ke penginapan saja, menikmati Malioboro saat malam biar jadi rencana yang belum terlaksanakan.

Berpayungkan tangan kami menunggu TakOl dipinggir jalan sebelah Stasiun Tugu, tiba-tiba Zidane berteriak melihat sahabat karibnya sedang menyebrang jalan menuju kearahnya, ini yang namanya MestaKung alias Semesta Mendukung, Zidane bercerita kalau sahabatnya kuliah juga sedang berada di Jogja tapi tidak tahu menginap dimana dan kemana saja tujuan jalan-jalannya, Zidane mengenalkan kami sama sahabatnya itu yang ternyata sedang ketemuan dengan teman SMAnya yang juga teman keponakanku juga jadi seru ngelencer malam kita, rencana mereka sama mau ke kopi joss juga tapi TakOl kami sudah dekat, Zidane pamit mau balik ke penginapan dan TakOl sudah menunggu disebrang jalan, saat mau naik kendaraan Zidane ngomong lupa foto tadi, kita suruh turun dan Zidane meneruskan kongkownya biar nanti pulang sendiri.

Boys's night

Zidane kembali hang out bersama teman-temannya, aku dan suami kembali ke penginapan setelah melepas rindu dengan segelas kopi joss berserta sate-satean, hujan kembali lebat menemani perjalanan. Sesampainya depan penginapan terlihat kakakku seperti menunggu untuk dijemput, ternyata temannya menjemput untuk sekedar ngobrol dan melepas malam sebelum kembali ke Jakarta.

Caf sebrang penginapan ada Jazz night saat weekend, saat mau pergi tadi terlihat ada yang parkir di halaman penginapan dengan menenteng kotak gitar, menarik sepertinya untuk dikunjungi dan melihat mereka unjuk kebolehan, keponakanku Revan tertarik dengan berbagai alat musik mulai dari gitar, bass, piano dan drum, suamiku ijin mau ajak Revan melihat live music di caf sebrang penginapan yang sebentar lagi akan habis jam manggungnya, bagian aku bersama mamih yang sudah tidur padahal dibawakan nasi kucing dan teman-temannya.

Para lelaki melewatkan jumat malam dengan keasyikan masing-masing, kaum perempuan bertemankan selimut menunggu mereka kembali, ternyata mamih terbangun dan penasaran yang dibawa kita, matanya berbinar karena ada nasi kucing dan teman-temannya, mamih begitu menikmatinya sembari kita ngobrol ngalor ngidul disertai derai tawa tingkah polah dan kekonyolan kami.

Bersua A3

Unggahan ranumnya buah rambutan rasanya seperti melambaikan tangan untuk bersua sahabat di tanah Jogja, mencari celah waktu disertai Jogja yang sedang bersahabat dengan hujan, janjian mendadak dengan waktu yang begitu pagi membuyarkan metik rambutan sendiri karena mereka sedang dirumah yang tidak ada pohon rambutannya, menjaga hubungan kekeluargaan dengan mengunjungi sahabat tidak boleh gagal.

Menurut catatan menikmati jalanan Jogja diatas roda dua bersama yang tercinta tidak boleh jadi catatan kosong tapi pagi yang syahdu dengan rintik gerimis hujan menunda catatan itu tertulis, kita berdua putuskan pake roda empat menuju arah jalan Magelang, lalu lintas yang masih sepi berpetakan mengikuti aplikasi penunjuk arah sesuai dengan titik kordinat yang telah dikirim lewat pesan sang sahabat.

Dokumentasi pribadi |Bersama Sakura
Dokumentasi pribadi |Bersama Sakura

Nyonya rumah sangat mengerti apa yang ada dalam pikiranku, menikmati kopi Blue Tamblingan tanpa gula bercangkirkan warna orange, tanpa dress code orange hari ini, rambutan sudah hadir dikeranjang buah, salak pondoh dan penganan lainnya, 1001 cerita melepas kangen dari yang serius menceritakan persoalan bangsa sampai yang receh sereceh-recehnya, dibuat kaget sama kehadiran Adit sang junior wow pake banget tinggi pake banget juga untuk anak SD kelas VI, tidak terasa waktu berjalan begitu cepat, masih teringat suara pintu masuk kantor Brawijaya terbuka lalu sapaan selamat pagi dari penunggu meja depan dijawab meriah oleh rombongan Bogor, masuk area tengah aku berteriak "pagi dede yang dalam perut", sang bumil menyapa hangat lalu berjalan kearah lantai dua, tidak lama aku menghuni kubikel itu keburu pindah ke Surabaya, lama tidak bertemu tahunya dede yang diperut sudah lahir, ketemu kembali saat ada kerjaan ke Jogja aku janjian bertemu di Stasiun Tugu, ada junior lucu yang lari kearahku mengambil tanganku lalu mengajak berjalan kearah luar stasiun, kaget dong belum pernah ketemu sebelumnya tapi langsung akrab, ternyata dede yang didalam perut itu ketemu lagi sudah bisa jalan dan berlari.  Disusul oleh putri cantik yang pernah aku bawa ngepot diatas kereta bayi, meliuk bak Valentino Rossi di Jogja dan sprint di Taman Lalu Lintas Bandung, sekarang jadi calon pengganti Susi Susanti sepertinya iya kan Al, nah bunga Sakura yang cantik juga ikut bangun, bengong melihat kami pagi-pagi sudah buat rusuh rumahnya.Waktu yang singkat dan padat melepas kangen dengan catatan harus kembali ke Jogja untuk cerita lebih panjang juga seru.

Tragedi Lekker

Sebenarnya tragedi itu terjadi kemarin saat ada suara yang keluar dari TOA beli lekker, hari ini hanya mengkonfirmasi siapa pemilik suara itu dan membeli kembali lekker menuntaskan kemarin yang belum puas rasanya, kang lekker sepertinya masih sawan dengan pembeli yang memanggilnya pake TOA ciptaan Sang Maha Kuasa, dia ingat betul bahwa kemarin ada pembeli yang teriakannya membuat seputar Pasar Beringharjo bergoyang.

Lekker tersedia berbagai rasa; original, keju, coklat dan pisang, favorit aku dan suami pisang, pisang memberi sensasi berbeda saat pisangnya tergigit, pokonya uwow banget dah. Susah di seputaran Jabotabek cari kang lekker seperti ini, adanya yang di eMall eMall dengan nama panggilan the creepes.

Dokumentasi pribadi |Kue Lekker
Dokumentasi pribadi |Kue Lekker

Berbagai rasa lekker sudah ditangan Ita dan kamipun nimbrung menikmatinya, mamih malah lebih memiih minta beliin kue tengteng yang buliran ketannya panjang dan montok menggoda jiwa, aku kejar kang tenteng beli buat mamih, tenteng tidak langsung dinikmati disimpan buat nanti, sesampainya Jakarta mamih tanya itu kue tenteng dan kita semua tidak ada yang tahu kue tenteng itu nyangkut dimana atau ketinggalan dimana, hi tenteng dimana dirimu?

Pasar Beringharjo

Gagal ketemu RI 1 di pasar ini yang melewatkan pergantian tahun di seputaran Gedung Agung, jaraknya hanya beberapa langkah dari pasar kebanggaan masyarakat Jogja. Pasar Beringharjo tidak banyak berubah sejak terakhir menyambanginya beberapa tahun yang lalu, disamping jejeran tukang sate koyor menarik hati untuk dibeli dan dinikmati, sebelum pintu masuk depan jejeran pedagang pecel sayur dengan warna warni menyegarkan pemandangan sekitar dengan segala pendampingnya bakwan, peyek, bakwan udang, persatean, mamih langsung nge tag nanti pulangnya harus beli pecel ya, siap Mih nanti kita makan pecel.

Keliling dalam Pasar Beringharjo malah keleyengan bingung mau beli yang mana, pilih yang mana, bagus yang mana jadi emosi pokoknya apa karena perut minta diisi, sebenarnya yang dicari itu jelas, batik sarimbit warna orange tidak lupa ukurannya sesuai tapi itu warna orange pada sembunyi sepertinya, tawaf di Beringharjo pun gagal menemukan sesuai selera, suamiku memilih ke Malioboro Mall cari kaos Dagadu ternyata gagal juga dapat yang sarimbit, ada sama gambar beda warna tapi tidak ada ukurannya, wah kurang beruntung kali ini. Mamih menemukan beberapa yang cocok jadi ada yang bisa dibeli, setelah bolak-balik seperti gosokan kami keluar, mamih minta beli pecel seperti janji tadi sebelum masuk pasar.

Dokumentasi pribadi |Pecel Sayur Bunga Turi
Dokumentasi pribadi |Pecel Sayur Bunga Turi

Pesan satu porsi buat mamih, yang lain pada bubar tidak tahu kemana, bunga turi yang sangat menggoda, jarang ditemukan didaerah Bintaro penjual pecel yang ada bunga turinya, ada juga daerah Ciputat arah Pamulang. 

Biasanya mamih kalau makan sedikit jadi pecel itu nanti kalua ada sisanya aku akan menandaskannya, ternyata mamih menandaskannya sendiri padahal itu rasanya pedas yang biasanya sangat mamih hindari demi menjaga kesehatan perutnya. 

Kata mamih enak banget pecelnya tapi untuk tambah tidak, yang penting mamih senang, mamih dan Aa kembali ke mobil, aku masih nunggu yang dari Malioboro Mall, sembari memanfaatkan waktu aku memesan sate koyor samping pasar, saat sedang menikmati suamiku dan ponakanku Revan datang lalu ikut nimbrung dan tambah lagi satu porsi, kata Revan gila sate di Jogja itu rasanya juara. Setelah bayar kami semua kembali ke mobil bergabung dengan yang lainnya.

Dokumentasi pribadi |Sate Koyor
Dokumentasi pribadi |Sate Koyor

Bakpia kukus Tugu

Menuntaskan pesanan sahabat di Jakarta yang memesan Bakpia Kukus Tugu kalau menurut seorang ahli gastronomi kue ini tidak masuk bagian dari keluarga bakpia tapi kalau dikasih pasti dimakan hahahaha. 

Kami memilih outlet yang di Kaliurang sekalian ambil pesanan Gudeg Yu Djum, sampai ditempatnya parkir lumayan sulit karena depan outletnya ada mobil box besar sedang menurunkan bakpia kukus ini, membuat lega hati ini berarti itu pesanan pasti ada, yang turun Ita dan Zidane dan ternyata rasa yang dipesan tidak ada, jadi kami beli buat mamih yang mau cobain dan buat ke kantor suamiku. 

Kirain mobil segeda gaban bawa segala rasa ternyata hanya bawa satu rasa, sedikit kecewa kita.  Kami kembali ke penginapan untuk segera mempersiapkan perjalanan menuju Purworejo

Kue Balok meleleh nunggunya

Keluar masuk Prawirotaman untuk ke berbagai tujuan selalu melewati penjual kue balok meleleh ini, Ita ingin banget mencobanya kue ini nongol terus di IG, baru bisa memaksakan parkir saat kita mau meninggalkan Jogja, Ita dan Zidane yang turun untuk membelinya, sepuluh menit sudah berlalu, dua puluh menit pun terlewati, yang dimobil mulai tanda tanya kok belum kembali juga, apa antriannya harus berebut dengan para ojol, hampir empat puluh lima menit akhirnya datang juga yang kami tunggu, ternyata terjadi drama juga di lapak kue balok, kejunya habis harus beli dulu, yang beli lama tidak kembali, jadi pergunakan keju yang ada secukupnya padahal cukup banyak untuk pesanan kami, sampai kue balok itu matang dan bertabur keju, yang membeli keju belum kembali semoga selamat sampai tujuan dan kembali lagi dengan selamat juga.   

Langsung deh bagi-bagi kue balok meleleh yang menunggunya juga ikut meleleh untung kuenya lumayan kalau tidak jadi rugi berkali-kali.

 Bakpia Kurnia Sari

Saat meninggalkan Jogja 2014 sekalian pindahan setelah 5 bulan menikmati raihan impian bergabung dengan Tim EXCEED Save The Chilren, menunggu untuk waktu yang cukup lama bergabung dengan tim ini, harus melewati hampir seratus purnama, beberapa program dan project, pindah berbagai kota, hanya usaha dan keyakinan bahwa impian itu bisa tercapi.

Aku meninggalkan Jogja bersama pilot kantor sekalian mengembalikan mobil kantor ke kantor Jakarta, sahabat talibanku kasih aku buah tangan Bakpia Kurnia Sari, ini bakpia baru dari Jogja, beda dengan merk berangka seperti angka togel, aku mencobanya dan cocok rasanya, keluargaku ikut pada suka sama merk ini, jadi pilihan titipan kalau ada yang ke Jogja, mumpung kali ini ke Jogja dan ada outlet yang terlewati jadi kita sempatkan mampir untuk membelinya.

Soto Kadipiro 5

Bulan Mei 2001 selepas wisuda dengan mobil penuh kami sekeluarga yaitu alm. Papap, Mamih, Aa Ito, Ita, Zidane yang pada waktu itu berumur 1 tahun, aku yang habis wisudaan dan sang pilot alm. 

Mang Ohan, serta barang-barang pindahan dari kos di Sendowo, tidak lupa oleh-oleh Jogja, jadi mpet-mpetan sudah jadi tradisi.  Sebelum perjalanan pulang ke Bandung kami isi bbm hamba Allah di Soto Kadipiro.

Selepas dari penginapan kita memang mau isi bbm dulu, naga dalam perut sudah meronta tadi diganjal kue balok, aku pikir nanti diperjalanan ketemu tempat makan yang sesuai selera kami semua, dan ternyata sebrang toko bakpia Kurnia Sari ada Soto Kadipiro 5, aku tidak tahu perbedaannya dengan Soto Kadipiro saat dulu pulang setelah wisuda, yang penting saat ini adalah bisa makan yang selera semua personil sama yaitu kami dipersatukan oleh soto.

Dokumentasi pribadi |Soto Kadipiro 5
Dokumentasi pribadi |Soto Kadipiro 5

Tim soto terbagi dua, tim dipisah dan tim dicampur, semoga tidak melahirkan perpecahan tapi mempererat persatuan dengan perbedaan. Rasa Soto Kadipiro 5 ini cocok dengan semua lidah kami, denting suara sendok dan tepi mangkok beradu menjadi irama yang indah saat menikmati semangkuk soto. semuanya tandas tanpa sisa bahkan beberapa tambah porsinya, toping lainnya juga enak. Perut sudah penuh, naga sudah anteng, perjalanan kami lanjutkan.    

Bukit Menoreh

Jalan berliku dengan tanjakan dan turunan serta tikungan tajam dibawah penerangan lampu dan mata kucing memberi tanda jalan terbagi rata, sang aplikasi menunjukan arah menuju Purworejo lewat Kaligesing, kabut yang tiba-tiba turun, mamih yang khusyuk berdoa merasa akan masuk area hutan tidak berujung, teriakan kegirangan saat bertemu orang atau kendaraan atau rumah, apalagi kalau ada toko yang menjual telepon genggam, teriak lebih keras "di hutan kayak gini toko HP mah ada!".

Sepertinya sang aplikasi menunjukkan arah sesuai bucket list aku, kalau nanti ke Purworejo harus lewat Bukit Menoreh bukan lewat Wates lalu Kulonprogo arah Bandara, ini pernah dibahas sama Pak Kum beberapa waktu lalu, medannya lebih menantang dan penuh misteri bahkan ada novel berlatar belakang Bukit Menoreh karya S.H. Mintardja yang berjudul 'Api di Bukit Menoreh", sayang perjalanan kami saat malam menjelang, tidak bisa melihat bentang alam yang begitu indah seperti yang diunggah para penggiat media sosial, area Bukit Menoreh ini sedang naik daun dengan pemandangannya yang menakjubkan.Setelah melewati ketegangan demi ketegangan hadirlah keterangan yang terang benderang, memasuki Kota Purworejo hati menjadi lebih tenang.

Hotel Plaza

Setelah melewati RSUD dan janur kuning melengkungnya milik Oktin dan Bang Andre terlihat tulisan Hotel Plaza disebrang jalan, kamipun memutar arah dan sampailah ditempat tujuan, sibuknya kami bukan chek ini masuk hotel tapi bagaimana menitipkan gudeg ke lemari pendingin hotel. Petugas resepsionis siap menampung titipan kami setelah konfirmasi rombongan kami tercatat, baru kami minta kunci kamar, ternyata kita dapat kamar yang perlu sedikit jalan kaki, berjejer tiga kamar yang kami pesan dan kendaraan terparkir tepat depan kami seperti penginapan di Jogja juga. Di lobby kami bertemu dengan Bubu untuk cipika cipiki berbagi kabar.

Memasuki teras kamar wangi semerbak durian menusuk hidung, wah sudah disambut selamat datang oleh durian, tamu sebelum kami habis menikmai durian, meninggalkan jejak yang nyata, jadi tambah penasaran ingin menikmati durian Purowerjo yang katanya endol.

Alun-alun Purworejo

Tidak lama setelah keluar dari bukit misteri yaitu Bukit Menoreh terlihat mobil berlampu dengan kerlap-kerlip meriah mengitari alun-alun Purworejo, itu yang tertulis di sudut lapangan tulisan dengan huruf besar sebagai tanda nama tempat, banyak para penggiat media sosial mengunggah foto dan video mereka mengendarai seperti ini, tidak tahu mulai dari kota mana, hampir setiap alun-alun menghadirkan kendaraan warna-warni ini, Ita langsung teriak minta naik itu yang sepertinya seru. 

Selepas menitipkan gudeg di hotel, masuk kamar masing-masing sekalian membersihkan diri dalam kamar mandi yang luas, rombongan Surabaya ada janji dengan kuncen landy nya Purworejo, kita mau ikut untuk menikmati kota Purworejo waktu malam, sempat bertukar kabar dengan Pak Kuncen, kami pamit untuk ke alun-alun mau naik mobil hias, ayah Djody ngekek ngetawain apa yang akan kami lakukan.

Taman kota yang indah dengan lampu lampion beraneka warna dan bentuk membuat sang fotografer bersedia mengabadikan keindahan dengan menggunakan perlengkapan perang lengkap dengan lampu khusus untuk foto. Sebelum menaiki kendaraan warna-warni Zidane ingin beli ronde jahe, kami pilih di food court pojok alun-alun.

Dokumentasi pribadi |Mobil Terang
Dokumentasi pribadi |Mobil Terang

Kami memilih mobil yang berbentuk VW kodok, pertama kali aku pikir yang boseh hanya pilotnya ternyata semua tempat duduk ada bosehannya, kami hanya berempat yang naik yaitu Ita, Revan, suamiku dan aku sendiri, pilot kami percayakan sama Revan tapi ini yang dinamakan pilot tembak, layaknya naik becak motor di Medan, sikat kiri banting kanan, sen kiri belok kanan, gowesnya pake urat seperti dikejar anjing gila, mobil warna-warni yang lain menikmati dengan jalan santai, kami malah kayak dilintasan balap formula 1 nya Monaco sampai kembali ke tempat semula semua bercucuran keringat layaknya habis gowes sepeda di Velodrome Rawamangun, kalau sampai hotel tepar langsung tidur bagus ini malah kelaparan langsung sikat mie instan dalam cup. 

Kami menyeduh mie instan cup masih dengan cara manusiawi kok, tidak seperti yang viral di media sosial masak mie instan dalam ketel kamar hotel.

Hari H nya Oktin

Menurut WA dari Bubu jam 7 pagi sudah di TKP, pagi yang dingin karena sejak subuh hujan turun, kelelahan menggoes VW berlampu di alun-alun, tempat tidur membius menjadi surga yang enggan beranjak tapi hari yang sangat ditunggu dan tujuan utama kenapa piknik ini lahir.

Jam 7 kurang 5 kita baru masuk ruang makan untuk sarapan, yang lainnya sudah siap menuju TKP, Bubu kasih kunci mobilnya untuk aku dan suami gunakan, mereka naik ke mobilnya Ayah Dj. 

Menu sarapan hotelnya enak sesuai dengan lidah kami jadi saying untuk dilewatkan dan dikomentari rasanya, jadi sampai TKP tidak sesuai jadwal. 

Sanangnya masih bisa parkir mobil bubu dekat janur kuning melengkungnya Oktin dibelakang mobil ayah Dj, sampai TKP aku gabung tim Bubu, suamiku sama tim Bapak-bapak.

Dengan PeDenya aku, Bubu, Bunda Santi juga Chels duduk paling depan sedepa ke meja akad nikah sembari cekikikan dan heboh nggak jelas, maklum namanya sudah lama tidak bertemu pasti ada puluhan novel dan buku science yang belum kita bahas, Cinta saja menunggu Rangga ratusan purnama jadi satu adegan film, kalau kami bisa jadi ribuan episode sinetron ngalahin Tersanjung.

Bapak berjas, berdasi dan berkopiah berdiri depan mik itu sepertinya bertugas jadi MC, tidak lama dari itu mengumumkan bahwa nanti tempat duduk perempuan dan laki-laki terpisah dan ujung matanya terlihat melirik pada kami yang cantik tapi rusuh. Setelah mengucapkan beberapa pengumuman bapak tersebut menghampiri kami;

"Ibu-ibu ini dari keluarga perempuan?"

"Bukan"

"Dari keluarga laki-laki?"

"Bukan"

"tetangga disini?"

"Bukan"

"teman kuliah penganten?"

"bukan"

"Trus ibu-ibu ini darimana?"

"Dari Timbuktu!"

Kamipun meninggalkan bangku untuk pindah ke bangku paling belakang dekat makanan biar bisa sambil ngemil ngobrolnya.

Saat kami ngeloyor muka bapak MC itu lho...seperti Kartolo kebingungan garuk-garuk kepala dengan kopiah yang sedikit bergeser keatas.

Maafkan kami Oktin pagi-pagi sudah bikin rusuh, nggak rusuh nggak rame ya kan ya kan yak an???

Dokumentasi pribadi |Pos Rusuh
Dokumentasi pribadi |Pos Rusuh

Saat sarapan seperti akan kehilangan kesempatan menghadiri akad nikah karena waktu sudah menunjukkan pukul 7 lebih yang menurut rencana itu adalah waktu akad nikah akan dilangsungkan, tapi saat aku dan suami setengah berlari ke tempat hajatan, masih terlihat sepi, rombongan calon pengantin pria belum terlihat, hanya lalu lalang panitia mempersiapkan acara, biasanya Oktin yang lalu lalang, panik dan gugup mempersiapkan kegiatan baik skala daerah maupun nasional, saat ini cukup duduk manis dirias dan siap disahkan jadi suami istri, tapi aku yakin hatinya pasti deg deg an hehehe.

Woro-woro kembali terdengar oleh kami, akad nikah diundur ke jam 10 karena penghulunya masih ditempat lain, wah penghulu minta di GPK nih, jadi ingat waktu hari H aku, ada 19 akad nikah hari itu dengan penghulu hanya 3 orang dan semuanya minta pagi, aku minta yang pertama kalau urutan berikutnya satu telat yang lainnya ambyar.

Hujan dan terang datang silih berganti, datanglah waktu yang ditunggu-tunggu, rombongan calon pengantin pria memasuki arena pertandingan ganti status, Bang Andre duduk sementara di kursi tamu, ibunya Oktin datang dari belakang untuk menghadiri akad tapi sempat colek-colek calon pengantin pria dengan muka iseng gitu, lucu banget seperti memberi tanda "awas lho ya jangan macam-macam sama anakku" Bahasa tubuhnya terlihat kaget, lalu penghulu datang dengan tangan dadah dadah seperti model diatas catwalk, namanya juga orang yang ditunggu-tunggu, tidak bisa digantikan oleh sembarangan orang nanti banyak yang asal kewong dong.

Bidadari dari kahyanganpun keluar dari peraduannya menuju kursi panas, nang ning nong nang ning nong pelan tapi pasti menuju ring utama, tiba-tiba ada dua bapak-bapak nyelonong dipinggir area kursi tamu akad nikah, sepertinya sudah kenal lama sama dua bapak-bapak ini, masih dalam keadaan mikir itu bapak-bapak balik badan oalah ternyata rombongan rusuh dari Tuban.  Oktin selalu update daftar peserta tim kunjungan kondangan dari Tuban, tempat Oktin pernah bertempur dalam peperangan mencerdaskan anak bangsa. Tuban penuh cerita dan kenangan, tim yang kompak berkumpul, berlatih, berkarya dan tidak lupa ngelencer juga makan-makan. Mereka heran aku tanpa tas doraemon yang biasanya nemplok dipunggung, isinya absen pelatihan beserta amplop-amplop untuk peserta. Terima kasih Bu Chusna, Bu Siti B, Pak Nanang S, Pak Mubin, Pak Kamali dan Pak Kiswo atas kehadirannya, melepas kangen Bersama tim rajungan kaplok sandal,

Alhamdullilah akad nikah berjalan lancar, Oktin dan Bang Andre sudah berubah statusnya menjadi suami istri dengan tanda ijabSah dari Pak Penghulu, prikitiw ter ter setelah perjuangan panjang, curhat demi curhat, hari demi hari sampailah hari H terikatnya janji sepasang hamba Allah dihadapanNya dengan saksi seribu malaikat.

Dokumentasi pribadi |Pengantin bersama Tim Tuban
Dokumentasi pribadi |Pengantin bersama Tim Tuban

Waktunya makan-makan, ngobrol-ngobrol, dan foto-foto dan mendengarkan suara merdunya Genta juniornya Mba Ani kakaknya Oktin, perasaan kemarin baru lahir kok sekarang sudah bisa tampil menghibur kita-kita yang haus hiburan, calon Indonesia idol junior akan lahir dari Purworejo.

Ada satu penganan khas Purworejo yang namanya saru yaitu dawet ireng JEMbatan BUTuh KECAmatan BUTuh, kehadirannya di salah satu stand makanan jadi incaran, kalau disunda dawet itu cendol, cendol berwarna hijau ini warnanya hitam yang berasal dari abu bakar jerami, saat trending makanan berwarna hitam mendunia saat ini, dawet ireng Purworejo sudah sejak lama, bedanya makanan hitam sekarang berasal charcoal atau arang.  

Mamih, Ita dan ponakan datang nyusul saat resepsi, karena berpencar saat menikmati makanan dan ngobrol sana sini, posko rusuh ada yang isi, satu persatu kita masuk buat keramaian dan penghuni sebelumnya pelan tapi pasti meninggalkan tempat kami, GPKnya keluar jadi ingat kejadian di Jolotundo Mojokerto kami mengkudeta saung, tanpa mengurangi rasa hormat kepada yang punya hajatan, waktu berjalan cepat kami semua harus segera kembali ke hotel persiapan kembali ke barat, ditengah hujan berkah kami pamit.

Kejadian lagi pulang kondangan itu MC masih ngeyel nanya kami dari mana? Kami jawab kembali "Timbuktu" dengan muka bingung menjawa balik "oh Timbuktu", sekali lagi tanya bapak dapat hadiah semangkuk dawet ireng JEMbatan BUTuh KECAmatan BUTuh.

Belah durian sebenar-benarnya

Perjalanan kembali ke Barat sesuai petunjuk ayah Dj, yang akan mempertemukan dengan rute keberangkatan sebelumnya kami melalui Magelang sama seperti datang hanya ini dari Purworejo kalau kemarin lusa menuju arah Jogja.

Masih terbayang aroma durian saat pertama kali masuk ke kamar hotel The Plaza sepertinya tidak mau pergi dari alam memori otak ini, sebagai pecinta buah terlegit juga terlezat kebanggaan nusantara, buah durian seperti anti buat beberapa orang asing, wangi yang terlalu menusuk banyak yang tidak suka padahal rasanya aduhai lupa teman sekitar. 

Dua keponakanku termasuk orang asing itu, mereka sangat anti durian padahal emak bapaknya doyan pake banget, untuk hal ini tidak berlaku kiasan 'buah jatuh tidak jauh dari pohonnya'.

Rintik hujan yang mewarnai perjalanan sejak dari Doplang pelan-pelan berganti terang, matahari bersembunyi dibalik awan, sesampainya di daerah Bener perbatasan Purworejo Magelang mulai terlihat warung-warung penjual durian, air liur langsung berperang minta disuapin duren, tidak boleh gagal lagi menikmati durian setelah gagal di Magelang dan tadi malam, cap cip cup kembang kuncup, kami pilih lapak durian yang pertama berhenti, cinta pada pandangan pertama untuk sang durian. 

Hanya Aa, Ita, aku dan suami yang turun, yang lainnya menunggu sembari duduk manis di mobil.

Penjualnya ibu-ibu setengan baya, langsung semangat menawarkan durian, silahkan pilih kalau tidak manis boleh ganti, sudah seperti di Medan, tidak enak ganti, saat minta ganti sudah 5 buah langsung masuk keranjang sampah ternyata paling enak yang pertama pokoknya wadidaw deh rugi bandar.

Durian yang dijual berbagai jenis dan besar yang berbeda, dari mulai daging buah warna kuning dengan rasa manis, daging buah warna putih manis dengan sedikit pahit, yang manis sedikit pahit kesukaan aku, semahal apapun durian kalau itu bukan durian lokal lidah ini kurang bisa terima, termasuk lidah kamse upay.

Kami pilih durian yang guede untuk dibelah, mari buktikan kelezatan durian Purworejo ini, dibelah, diambil sebiji, gigitan pertama langsung serasa naik ke langit ketujuh lezat pisannnnnnnnn, asli ini durian tidak salah pilih, durian runtuh yang sesungguhnya, rasanya tidak ingin berhenti untuk menikmati durian ini, cukup sebiji besar tetap harus jaga kondisi untuk tidak berlebihan makannya tapi masih penasaran sama yang kecil dengan daging buah putih dan ada rasa pahitnya, satu buah kecil dibelah sama ibu penjual durian, ini durian tidak ada yang gagal berbuah sepertinya, matang sempurna mau yang kecil dan besar, manis dan pahitnya pas banget, rasanya ingin ngeborong bawa ke Jakarta tapi dimobil ada yang tidak bisa mencium bau durian.

Saking hebohnya tuh banjir Jakarta dan sekitarnya, mobil pada jalan sendiri tanpa pilot, saat banjir itu mobil nyangkut dipohon membuat kang durian melontarkan pertanyaan," tidak kena banjir di Jakarta? kami kompak menjawab "oh tentu tidak".  

Alhamdullilah selamat dari ujian banjir, sebenarnya yang paling heboh banjir awal 2020 itu mamih, yang sangat mengkhawatirkan bagaimana calon pengantin bisa sampai dengan sukses di Purworejo saat jalanan menuju bandara terkepung banjir sampai banyak penerbangan ditangguhkan keberangkatannya. Mamih misuh-misuh kok bisa calon pengantin perginya hanya beda sehari sama kita yang mau kondangan.

Dokumentasi pribadi |Durian Purworejo
Dokumentasi pribadi |Durian Purworejo

Juntaian edamame raksasa alias pete ikut menggoda iman, jadinya kita ngeborong pete aja yang bisa diterima para penghuni kendaraan, pete yang matanya melotot satu persatu.  

Terbayar sudah durian yang kita idamkan saat Mas Tata menawarkan untuk menikmati durian Magelang tapi waktu yang tidak memungkinkan dan cerita Tole dengan Bunda Santi yang pesta durian tadi malam.

Selepas Purworejo kami memasuki kabupate Magelang yang menarik dari jalur ini kami melewati Bukit Tidar kawah candradimuka para taruna Angkatan Darat, jadi membayangkan dari tempat ini melahirkan jutaan perwira, ratusan Jendral bahkan salah satu Presiden RI lulusannya. Tempat yang sangat luas juga bersih sepanjang jalan, sebrangnya jejeran penjual makanan, aku yakin kang warung-warung itu pernah melayani para petinggi negeri, beberapa kali melihat di media banyak Jendral yang menapak tilas makan di warung pinggir jalan saat mereka menjalani Pendidikan, semoga yang dulu masih ngutang sudah bayar utangnya.

 Menyusuri Jalan Kembali ke Ibukota

Memasuki tol arah Semarang air bagaikan ditumpahkan dari ember raksasa, saking derasnya menjadikan jarak pandang antar kendaraan sangat terbatas, sang pilot harus sangat hati-hati menjaga kecepatan, ditengah hujan deras tiba-tiba memasuki daerah yang hujannya berhenti dan kami disuguhkan pemandangan Laut Jawa yang tanpa kami sadari pada saat pergi kami melewati tol yang sama hanya pemandangan lautnya tertutup pepohonan, kami semua teriak kegirangan seperti mendapat door prize. Apakah ini yang namanya setelah badai akan terbit pelangi.

Menurut catatan kecil dalam buku kecilku ada dua rest area Trans Jawa arah Jakarta yang keren untuk diunggah di laman media sosial yaitu rest area KM 260 B dan KM 360 B, rest area KM 260 B menawarkan koleksi tanaman yang sangat beragam dalam satu kawasan terpisah dari area toilet, SPBU, Masjid, tempat makan. Rest area km 360 B dibangun diatas bekas pabrik gula yang maha luas termasuk bangunan cagar budaya. 

Naga dalam perut kami sudah memanggil minta diisi lambungnya untuk yang paling dekat isitirahat di rest area KM 260, dengan pilihan makanan yang sangat beragam layaknya food court, aku tertarik dengan salah satu tempat yang menawarkan burung dara goreng, saat memilih menu tersebut pemilik tempat mengatakan burung dara nya baru diangkat dari ungkepan jadi pesan disaat yang tepat, yang lain memilih makanan beragam ada yang nasi goreng, mie goreng dan soto ayam.

Burung dara goreng datang pertama dengan tampilan menggoda jiwa, saat mencobanya ternyata aku memilih menu yang tepat saat sore menjelang magrib, suasana syahdu selepas hujan, ini yang dinamakan senja hampir sempura, rasa daging yang segar bukan tiren, garing diluar lembut didalam, bumbu ungkep dengan perpaduan rempah yang tepat, untuk sambalnya tidak terlalu pedas dengan sentuhan sambal mentah yang segar. 

Nama tempatnya "Gudeg Mak Uti" malah gudegnya belum matang, tempat ini menawarkan beberapa menu diluar menu utamanya yaitu gudeg.

Dokumentasi pribadi |Burung Dara Goreng
Dokumentasi pribadi |Burung Dara Goreng

Perjalanan kami lanjutkan tanpa melihat aneka ragam tanaman karena hari sudah lewat maghrib, begitu juga rest area KM 260 hanya terlihat dari luar saja saat melintas, bangunan besar gaya lama yang dalamnya terang benderang, parkiran yang penuh sesak oleh kendaraan, mungkin suatu saat kami akan mengunjungi untuk perjalanan yang lain. Beberapa kali berhenti di rest area sekedar meluruskan pinggang dan ke toilet, tiba di Bintaro saat pergantian hari, alhamdullilah pergi lancar pulang lancar, penuh kejutan dan cerita untuk anak cucu kelak.

Buku dan Film 

Kolaborasi buku Tiga Manula Jalan-jalan ke Pantura dan Tiga Manula Jalan-jalan ke Selatan Jawa karya Benny Rachmadi serta film AADC 2 karya Riri Riza dan Mirles sangat mewarnai perjalanan kami, aku dan ponakan sama-sama buku tersebut, kalau film hanya aku sendiri yang menikmati perjalanan dan pertemuan Rangga dan Cinta menjelajah Jogja. Sebenarnya banyak film dan buku yang aku tonton dan baca menjadi referensi suatu perjalanan, terima kasih untuk para pencipta karya.

Dokumentasi pribadi |Buku Tiga Manula
Dokumentasi pribadi |Buku Tiga Manula

Salah satu ilmu matematika yang pernah aku pelajari tanpa didalami seperti suamiku yang terjerumus masuk jurusan matematika saat kuliah, himpunan bagian nama ilmu itu, didalamnya ada irisan himpunan, ada beberapa tempat dari buku dan film ini menyajikan lokasi yang sama.

Menurut alm. Pak Habibie Presiden RI ke 3 kita harus punya cita-cita yang tinggi, beliau tidak suka dengan kata mimpi karena mimpi hanyalah bunga tidur, kalau cita-cita itu ada target dan usaha untuk mencapainya, damai disana Eyang bersama sang pujaan hati Ibu Ainun.

Dokumentasi pribadi |Tiket nonton AADC 2
Dokumentasi pribadi |Tiket nonton AADC 2

Cita-cita terdekat dalam dunia baca membaca dan tulis menulis bagiku yaitu tarian diatas tuts keyboard dimuat di media, membuat buku, kalau sampai difilmkan itu bonus.

TTD yg terlibat AADC2| Dokumentasi pribadi
TTD yg terlibat AADC2| Dokumentasi pribadi

Sampai jumpa dengan cerita yang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
  20. 20
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun