Mohon tunggu...
Ilmiawan
Ilmiawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Lagi belajar nulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Dendam Berdarah Menyambut Desember

20 Desember 2021   19:47 Diperbarui: 20 Desember 2021   20:17 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saloon menjadi heboh. Orang-orang yang semula tenang ngobrol-ngobrol sambil minum, kini memukul orang-orang tak bersalah. Nyatanya semua orang saling memukul. Gelas-gelas berlemparan, suara pecahan beling tersebar di penjuru tempat. Uniknya, tak satupun yang mengeluarkan revolver. Mereka lebih memilih bersenang-senang ketimbang menyelesaikannya dengan kontak senjata yang tak ada seru-serunya.

Para pemain musik yang semula tak bergairah, kini kian mengencangkan permainannya. Edward bersembunyi di bawah meja. Ia punya Winchester yang terisi peluru. Tapi apa daya, bila ia menembak satu orang, semua orang menembaknya. Jadi ia hanya diam di sana dan memejamkan mata. 

Di antara ingar-bingar itu, ada satu orang yang tak menyentuh dan tak tersentuh oleh siapa pun. Brown Tua masih tenang, duduk dengan mata penuh dendam, menantikan pintu-pintu kamar di lantai dua terbuka. Tapi sepertinya, orang-orang di dalamnya sedang asyik bercinta, sehingga keributan di bawah tak mengganggu mereka.

Lantas Brown Tua yang tak sabaran, berjalan menaiki tangga. Ia melempar satu orang yang hendak meninjunya ke bawah, dan orang itu menimpa piano yang sekarang patah dan tak lagi mengeluarkan suara. Kini satu suara yang menganggu telah hilang di telinganya, meninggalkan suara tapak-tapak sepatu boot, benda-benda kayu patah, pecahan beling, dan teriakan para pemabuk.

Oh Tuhan, kau tak bisa membayangkan betapa baunya saloon itu sekarang.

Di lantai atas, hanya ada kamar-kamar yang tertutup pintu. Sedikit damai di sana, meskipun ada juga teriakan orang yang berdiri di pagar pembatas, menonton sambil menyemangati perkelahian di lantai bawah.

Kaki-kaki Brown Tua tiada yang mengganggu. Ia terus berjalan sembari mengetuk pintu dengan sopan dan menanti suara muncul dari dalam. Tapi selalu saja tak ada suara, yang mana membuat Tuan Brown terpaksa mendobrak dan menemukan adegan seks yang brutal dan aneh. Pastilah pasangan itu kaget dan memaki haram jadah kepadanya, tapi Brown Tua hanya meludah di ambang pintu. Lantas lanjut ke pintu selanjutnya, dan begitu seterusnya.

Sampai pada pintu paling pojok. Sebuah kamar yang di hadapannya ada jendela besar menyeruakkan cahaya bulan dan angin jahat yang bertiup kencang. Ia tak punya firasat orang-orang yang dicarinya ada di dalam sana, tapi ia tak punya pilihan selain mencobanya. Namun sekarang, ia tak lagi mau bertindak sopan. Lantas mengeluarkan revolver dari holsternya. 

Telinganya menempel pada permukaan pintu kayu. Ia mendengar suara kasur berderit, raungan para pria, dan desahan lemas dari seorang wanita. Kali ini ia tak ingin datang mengejutkan, ia mengharapkan sebuah endap-endap yang mematikan. Dan pintu semoga tak dikunci. Benar saja, pintu memang tak dikunci saat Brown menyentuh gagang bundar itu. 

Tampaknya Yesus yang bergelantungan di lehernya, menjawab permohonan Brown. Dia memutar gagangnya dengan perlahan, kemudian melangkah teramat pelan. Di matanya, ia tak melihat apa-apa, selain para pria yang dicarinya, sedang memperkosa seorang pelacur malang.

Brown yang sudah lama tak melakukannya, kini kembali membidik dengan penuh ketenangan. Namun jari telunjuk itu belum mendapat izin dari Brown untuk melakukan tugasnya, jadi ia hanya menanti, menanti, dan menanti. Sebab lelaki tua itu tidak merasa puas bila hanya membunuh mereka dalam sekejap. Ia membutuhkan satu kepuasan maksimal sebelum ajal menjemputnya, yang hanya bisa didapat dari ketiga bandit itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun