Asal Usul Kata Nyadran dan Ruwahan.
Tradisi Nyadran dan Ruwahan merupakan bagian dari kearifan lokal masyarakat Islam di Nusantara, terutama di Jawa.
Kata Nyadran berasal dari bahasa Sanskerta Sraddha, yang berarti penghormatan kepada leluhur. Istilah ini kemudian berasimilasi dengan budaya Islam yang masuk ke Nusantara dan menjadi bagian dari tradisi masyarakat Muslim, khususnya menjelang bulan Ramadan.
Sementara itu, Ruwahan berasal dari kata Ruwah, nama bulan dalam kalender Hijriyah (Sya'ban). Bulan ini dipercaya sebagai waktu yang tepat untuk mendoakan arwah leluhur sebelum memasuki bulan suci Ramadan.
Tradisi Nyadran dan Ruwahan di Masyarakat Islam Nusantara.
Nyadran dan Ruwahan merupakan tradisi turun-temurun yang dilakukan masyarakat Islam, khususnya di Jawa, Madura, dan beberapa daerah lain di Indonesia. Tradisi ini biasanya berlangsung pada bulan Sya'ban (Ruwah) sebelum Ramadan.
1. Nyadran: Ziarah dan Bersih Makam.
Nyadran identik dengan kegiatan ziarah kubur, membersihkan makam keluarga, serta mengirim doa untuk para leluhur. Kegiatan ini sering dilakukan secara beramai-ramai oleh keluarga atau bahkan masyarakat dalam satu desa.
Selain doa bersama, masyarakat juga membawa makanan sebagai sedekah yang nantinya dibagikan kepada sanak saudara atau tetangga.
Di beberapa daerah, Nyadran juga melibatkan kenduri atau selamatan, di mana masyarakat berkumpul untuk membaca doa dan tahlil, lalu menikmati hidangan bersama. Tradisi ini mencerminkan semangat gotong royong dan kebersamaan dalam masyarakat Islam Nusantara.