Mohon tunggu...
NURUL MARDIATI
NURUL MARDIATI Mohon Tunggu... Dosen, Farmasis -

I'm a pharmacist, lecturer, amateur writer, Helman Rosyadi's Wife, and Mubarak's Mom. My hobby is writing, some day i want to my children and grandchildren know that their grandmother's opinion.Pharmacy and Writing, I Love both of them. Read some my short story, poetry, and opinion at www.sabanailalangliar.blogspot.com\r\nSee you...

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Apoteker di Garda Terdepan

28 Juli 2016   07:13 Diperbarui: 28 Juli 2016   11:34 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Masih lekat dalam ingatan kita beberapa waktu lalu, saat “Banua” dikejutkan dengan temuan Polres Kota Amuntai yang tidak tanggung-tanggung berhasil menyita obat daftar G Zenith Carnophen sebanyak 56 kardus total 1.059.600 butir (setara dengan Rp 2,2 milyar) dan Dextromethorpan sebanyak 4 kardus total 376.064 butir (setara dengan Rp 752.000.000,-). 

Temuan luar biasa tersebut diperoleh setelah Polres Kota Amuntai melakukan pemeriksaan Apotek Ceria Sehat yang berlokasi di  Jalan Abdul Gani Majidi, Kelurahan Paliwara, Kecamatan Amuntai Tengah, Kota Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Utara. Sementara itu ditengah-tengah isu nasional kekerasan seksual pada anak-anak, kasus yang menggemparkan terjadi di Kabupaten Tapin. Diduga akibat sering menonton film porno dan mengonsumsi obat daftar G Zenith, HN alias Anggora (17) warga Desa Banua Halat, Tapin Utara, nekad melakukan tindak perkosaan terhadap NN, seorang anak perempuan yang belum genap berusia 3 tahun.

Sehubungan dengan fenomena tersebut, menarik untuk mengetahui lebih lanjut tentang obat daftar G. Belakangan masyarakat kita cukup familiar dengan istilah obat daftar G. Sayang dalam perkembangannya, obat daftar G seolah menjadi momok yang menakutkan sehingga terjadi salah kaprah dalam memandang keberadaan obat daftar G di apotek. Bahkan dari salah kaprah terrsebut, seolah-olah ada upaya untuk membatasi kewenangan Apoteker dalam mendistribusikan obat tersebut. Salah satu salah kaprah dimaksudkan adalah anggapan obat daftar G hanya bisa diperoleh dengan menggunakan resep dokter. Padahal jelas anggapan tersebut merupakan anggapan yang keliru.

Obat daftar G = gevaarlijk (Bahasa Belanda) = berbahaya merupakan obat berkhasiat keras dan bila dipakai sembarangan bisa berbahaya bahkan meracuni tubuh, memperparah penyakit yang untuk memperolehnya harus dengan resep dokter serta ditandai dengan lingkaran merah bergaris tepi hitam dengan tulisan hurup K didalamnya. Yang termasuk golongan obat ini misalnya golongan analgetik seperti Asam Mefenamat, Antalgin, dan Natrium Diklofenak;  golongan antibiotik seperti Tetrasiklin, Penisilin, dan Amoksisiklin;  obat-obatan yang mengandung hormon atau insulin; sejumlah obat hipertensi serta obat-obat penenang.

Namun dalam perkembangannya tidak semua obat-obat daftar G tersebut harus dengan resep dokter untuk memerolehnya di apotek. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.347 tahun 1990, sejumlah obat daftar G bisa diserahkan tanpa resep dokter dan dimasukkan dalam kriteria OWA (Obat Wajib Apotek). Sejumlah obat dalam kriteria OWA tersebut dapat diserahkan tanpa resep dengan kriteria tertentu, sesuai Permenkes No.919/Menkes/PER/X/1993 tentang kriteria obat keras atau daftar G yang dapat diserahkan tanpa resep. 

Pertama, obat  tidak dikontraindikasikan pada wanita hamil, anak dibawah usia 2 tahun dan orang tua diatas 65 tahun. Kedua, pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko ada kelanjutan penyakit. Ketiga, penggunaan tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan. Keempat, penggunaan yang diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia.Kelima, obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggung jawabkan untuk pengobatan sendiri.

Hal tersebut diatas berbeda sama sekali dengan obat golongan Psikotropika dan Narkotika. Kelompok obat ini sama sekali tidak dibenarkan untuk diberikan tanpa resep dokter. Psikotropika merupakan zat atau obat yang dapat menurunkan aktifitas otak atau merangsang susunan saraf pusat dan mempengaruhi fungsi psikis. Disamping itu, menimbulkan kelainan perilaku, disertai dengan timbulnya halusinasi, ilusi, gangguan cara berpikir, perubahan alam perasaan dan dapat menyebabkan ketergantungan serta mempunyai  efek stimulasi (merangsang) bagi para pemakainya. Demikian halnya pula dengan obat-obatan golongan Narkotika.

Dalam perkembangan penyalagunaan obat-obatan, patut pula diketahui publik bahwanya bahkan sekelompok obat yang merupakan obat bebas dan obat bebas terbatas karena efeknya mempengaruhi sistem saraf pusat secara empiris diketahui telah disalahgunakan baik secara langsung maupun dengan mencampurkannya dengan sejumlah bahan yang mudah diperoleh baik minuman maupun senyawa kimia. 

Kelompok obat-obatan ini dikategorikan sebagai obat yang mengandung prekursor misalnya Dextromethorpan dan Pseudoefedrin. Namun beberapa diantaranya selain diperketat pendistribusiannya, bahkan telah ditarik dari peredaran. Kelompok-kelompok obat inilah yang sebenarnya berpotensi untuk disalahgunakan. Oleh karenanya pengawasan dalam hal distribusi, penyimpanan dan penyaluran obat-obat golongan ini sangat ketat dan diperlakukan khusus.

Kembali ke pembahasan obat daftar G, jika ada temuan sejumlah besar obat-obat yang masuk kategori daftar G beredar luas dimasyarakat dapat dipastikan dalam hal ini telah terjadi kebocoran distribusi (dengan catatan bahwa jalur distribusi obat-obatan meliputi Pabrik, Pedagang Besar Farmasi, Instalasi Sediaan Farmasi milik pemerintah daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota, serta apotek). Sejatinya apotek merupakan sarana legal dan seharusnya mendistribusikan produk obat yang legal dari distributor legal pula. 

Sebagai sarana distribusi obat yang terakhir sebelum sampai ke tangan pasien, penerapan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) adalah bagian dari cara terpenting guna mempertahankan mutu dan khasiat obat yang didistribusikan. Meski tidak dipungkiri masih saja terdapat sejumlah kondisi dimana Apoteker di apotek, karena ketidakhadirannya kemudian memberikan kewenangannya kepada asisten apoteker, petugas penjualan atau bahkan Pemilik Sarana Apotek (PSA) yang notabene bukan Apoteker. Hal inilah yang merupakan salah satu celah dimungkinkannya terjadi penyelewengan dalam pendistribusian obat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun