Mohon tunggu...
Nurul Hidayah
Nurul Hidayah Mohon Tunggu... Relawan - Jejak Pena

Menulislah, karena menulis itu abadi. Tinggalkan jejak kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Musim Semi di Pelupuk Mata

20 Januari 2023   09:42 Diperbarui: 20 Januari 2023   11:28 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kehidupan adalah jalan panjang yang membentang. Manusia ibarat pejalan kaki yang terus berjuang. Pada setiap perjalanan sudah pasti kita membutuhkan bekal yang cukup. Bekal yang perlu dipersiapkan dalam mengarungi jalan panjang kehidupan ini berupa ilmu pengetahuan, akhlak mulia, dan keimanan. 

Ketika menjalani kehidupan sangat penting punya bekal ilmu pengetahuan. Islam sangat memperhatikan masalah ilmu, bahkan menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap orang Islam, baik laki-laki maupun perempuan. Ilmu adalah kunci kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat. Imam Syafi'i radhiyallahu 'anhu berkata: "Menuntut ilmu lebih utama daripada salat sunnah. Beliau berkata: Tidak ada amalan setelah amalan fardhu yang lebih utama daripada menuntut ilmu. Dan Beliau juga berkata: Barangsiapa yang menginginkan (kebahagiaan ) dunia hendaklah dengan ilmu, barangsiapa yang menginginkan (kebahagiaan) akhirat hendaklah dengan ilmu." (Al Imam Annawawi, al Majmu' fi Syarhil Muhadzab. Dar al Fikr, Beirut).

Ilmu adalah lentera yang akan menerangi jalan bagi pemiliknya. Jika jalan yang dilalui seseorang dihalangi oleh kabut keragu-raguan, maka dengan ilmu ia akan menjadi benderang. Kebaikan akan tampak sebagai kebaikan dan menjadi jalan pilihan. Sementara keburukan akan tampak sebagai keburukan yang seharusnya ditinggalkan. 

Ada kalanya rute kehidupan yang kita jalani tampak luas terbentang tanpa aral yang melintang. Namun tak jarang ia dipenuhi lika-liku dan bahaya yang menghadang. Di sinilah ilmu berperan sebagai petunjuk jalan yang mengarahkan pemiliknya pada jalan kebenaran. Ketika masalah datang, si pemilik ilmu akan mampu melangkah dengan tegap dan mantap. Ilmu menjadikannya bijaksana dalam bersikap dan terarah dalam bertindak sehingga kerikil masalah mampu dilalui dengan baik.

Untuk mendapatkan bekal ilmu tentunya kita harus senantiasa mendekat kepada Pemilik Ilmu Yang Hakiki, Allah subhanahu wa ta'ala. Karena atas karunia-Nya kita mampu meneguk mata air ilmu dan hikmah. Dan karena atas ridho-Nya kita dapat menggenggam ilmu yang bermanfaat dan penuh berkah. Ketika seorang pengelana ditimpa kelelahan dan bekalnya habis di tengah perjalanan, maka dia perlu mengisi ulang bekalnya agar dahaga dapat mereda dan perjalan dapat dilanjutkan. Oleh karena itu, ilmu adalah bekal yang harus senantiasa dipenuhi di sepanjang perjalanan. Hal ini senada dengan ungkapan bahwa menuntut ilmu adalah dari buaian hingga berakhirnya kehidupan.

Bekal kedua harus kita miliki adalah akhlak yang mulia. Rasulullah shallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Orang mukmin yang paling sempurna dan yang paling matang adalah mereka yang paling baik akhlak dan hubungannya dengan sesama manusia." Akhlak mulia akan mengantarkan seseorang pada tangga kemuliaan. Sang Teladan bagi seluruh alam telah berada di ujung tangga tertinggi kemuliaan. Beliau shallahu 'alaihi wasallam senantiasa mengajak umatnya untuk menapaki anak tangga yang sama agar nantinya bisa berjumpa dengannya.

Akhlak mulia adalah pernak-pernik yang menghiasi diri seorang hamba. Para pemilik akhlak mulia ini perperan dalam memberikan warna pada kehidupan. Keberadaan mereka selalu dinantikan, sebagaimana dinantikannya sosok teladan sepanjang masa. Senyumnya terpancar di sepanjang perjalan, mengajak orang lain untuk bersama meniti jalan kebahagiaan. 

Akhlak mulia bak wangi mawar yang mengharumkan sekitar. Pemilik perangai mulia akan memandang indahnya kehidupan dan mensyukuri setiap karunia Tuhan. Namun jika perangai mulia ini hilang, maka yang tampak di sepanjang jalan adalah rintangan yang menakutkan dan badai yang menghancurkan. Dikisahkan ada dua orang pejalan kaki yang sedang berjuang mendaki puncak gunung. Orang pertama melangkah dengan pasti. 

Dzikir dan tahmid menjadi napasnya di sepanjang jalan. Keindahan dan keagungan penciptaan membuatnya takjub dan bersemangat untuk terus menyusuri perjalanan. Berbeda dengan orang pertama, orang kedua melangkah dengan risau dan khawatir atas segala kemungkinan buruk yang memenuhi benaknya. Kerikil dan belukar menghentikan langkahnya. Hembusan angin yang menenangkan tampak olehnya seperti pusaran badai yang menghadang. 

Pengembara pertama adalah orang yang optimis, senantiasa bersyukur, dan bersabar dalam menjalani kehidupan. Jalan yang terjal dan berliku baginya bukanlah sebuah penghalang, tetapi menjadi pembelajaran. Sedangkan pengembara yang kedua adalah orang yang senantiasa diliputi kekhawatiran dan ketakutan. Dia tidak berani melanjutkan langkah dan mengkhawatirkan masa depan. 

Dari kisah ini kita dapat mengambil pelajaran bahwa kehidupan ibarat padang luas yang penuh kejutan. Siang dan malam silih berganti dan memberi arti. Kekhawatiran dan ketakutan yang tak berkesudahan hanya akan menjadi penghalang langkah. Kita punya Allah, tempat bergantung dan meminta pertolongan. Dan kita memiliki suri tauladan yang tiada duanya, Rasulullah shallahu 'alaihi wasallam. Dengan mempelajari kisah hidup dan meniru akhlak Beliau, setiap masalah akan teratasi dengan mudah dan kehidupan dapat dijalani dengan indah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun