Mohon tunggu...
Nurul Fuadah
Nurul Fuadah Mohon Tunggu... -

Emak-emak yang suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Guru Kewirausahaan yang Belajar Berwirausaha

11 September 2013   11:14 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:03 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Merasakan sepenuh hati, kian hari begitu nikmat Allah terus saja bertambah padaku. Ya, kenikmatan yang salah satunya selalu harus terus aku syukuri. Salah satunya adalah kenikmatan menjadi guru. Aku yang dulu bercita-cita menjadi seorang sastrawan. Hehe. Iya. Aku masih bisa membaca tulisanku di diary SMP SMA. Aku menyukai cerita, puisi dll. Dan cita-cita muliaku adalah seorang sastrawan. Hem.

Lihatlah disini, disekolahku sekarang. Jumlah siswa totalnya 1311, sungguh jumlah yang sangat banyak. Area sekolah yang luas. Didepanku sekarang, membentang lapangan yang selalu riuh dengan aktifitas mereka. Voli, basket, silat, senam, loncat atau sekedar berlari berkejaran sambil tertawa. Canda mereka adalah warna khas sekolah.

Aku? Aku adalah pengampu pelajaran kewirausahaan. Rasanya aku masih ingat, aku waktu itu sempat menolak mengampu kewirus, aku tidak suka dengan mapelku sendiri. Tapi sekali lagi karena itu tugas, aku harus bisa beradaptasi. Dengan tekad bahwa aku juga harus bisa menjadi teladan. Aku harus juga belajar berwirausaha.

Wow. Jauh dari hobiku yaitu novel, movie dan belakangan aku suka masak. Tapi terlanjur kecebur di mapel kewirus aku harus bisa memberi contoh pada muridku. Tertantanglah diriku. Banyak diklat kewirus yang sudah kuikuti, tapi yang paling berkesan adalah diklat kewirus yang diadakan Pertamina yang khusus ditujukan untuk guru Kewirus.

Yang terngiang adalah berwirausaha tanpa modal. Gampang teorinya, tapi prakteknya? Aku mencari celah. Apa yang bisa aku jual tanpa modal. Peluang pertama yang aku ambil adalah ketika kakakku menawarkan baju, kerudung untuk kujualkan. Asik, aku menjualkan barang dagangannya. Laris di sekolah. Taklama temanku menawarkan jas hujan rok. Yaya, boljug. Aku bawa juga kesekolah, aku jualkan. Kemudian sepatu, temanku bisnis sepatu. Aku juga ambil dan ikut menjualkan. Kadang aku belanja kebutuhanku, baju anak2 digrosir comal. Tak bawa kesekolah dan ada teman yang order minta dicarikan. Tentu aku juga mengambil keuntungan. Sekarang? Ikut jualin madu batuk punya teman, kaoskaki punya alumni SMK. Bahkan murid-muridku aku semangati, ayo...kapan kalian jualan?

Aku berani menyuruh mereka karena aku sudah mulai mencoba. Dan alhamdulillah sampai sekarang masih jalan. Tiap kelas yang aku masuki, aku data. Siapa yang bisa membawa barangdagangan ke sekolah. Yang mudah dijual dan praktis bawanya. Lalu aku jelaskan pada mereka peluang mereka. Jumlah siswa yang 1311, jumlah kantin Cuma ada 6. Pada jam 10 semuanya istirahat semuanya butuh makanan. Kantin selalu penuh berdesakan. Kenapa kalian tidak membuka kantin sendiri di kelas kalian. Hanya pada saat istirahat loh ya!

SMK dengan kekhasan yang dimiliki kami punya Bussines Center Training. Muridku wajib praktek berjualan dengan produk yang disediakan BCT. Itu wajib. Tapi aku ingin mereka belajar berwirausaha bukan karena wajib tapi karena kreativitas mereka sendiri.

Aku mulai melebarkan sayap wirausahaku dengan jualan Oriflame. Aku membawa katalog Oriflame kepada murid-muridku. Ayo nak, tak modali katalog. Carilah order, kita bagi hasil. Alhamdulillah ada juga yang order. Kadang aku dan muridku join, muridku bawa barang dagangan aku yang jualin. Kadang mereka sendiri yang tak suruh ke ruang guru menawarkan barang daganganya. Hasilnya? Lumayan. Ada yang tiap istirahat jualan ketan, getuk, puding, sule, cireng, peyek, dadar gulung, piscok, bahkan ada yang jualan lontong sama bakwan. Ada juga yang membuat bros dari wol atau jualan pulsa.

Rata-rata mereka mengambil barang dagangan orangtuanya. Ada juga yang ambil di tetangga. Intinya mereka berjualan tanpa modal. Meski belum puas dengan minat berwirausaha murid-muridku tapi aku bersyukur, setidaknya semuanya sudah dimulai. Tinggal menjaga konsistensi mereka dan memotivasi yang belum mulai.

Mereka. Siswaku mayoritas adalah berasal dari tingkat ekonomi bawah dengan tingkat kecerdasan rata-rata alias standar. Mereka dijejali pelajaran yang lebih banyak menggunakan skill dibanding melatih kecerdasan mereka. Akuntasi, pemasaran, komputer dan administrasi perkantoran. Mapel skill alias praktek sangat-sangat dominan. Bekal apa yang cocok untuk mereka kalau bukan berwirausaha?

Masih sangat sedikit yang bisa melanjutkan pendidikan tinggi, sangat-sangat sedikit yang bisa nembus PTN. Mereka lebih berminat pergi ke luar kota bekerja di PT. Sementara hari gini tak ada PT yang membuka peluang menjadi Karyawan Tetap. Semuanya karyawan kontrak. Maksimal dikontrak dua tahun, selebihnya? Mereka harus cari kerja lagi. Sampai pada usia 23 tahun, maka tak ada PT yang membuka pekerjaan untuk mereka. Karyawan baru berjubel datang, alumni SMA/SMK yang baru lulus membludak dan terus menggantikan karyawan yang sudah habis kontrak. Lalu bagaimana kehidupan mereka selanjutnya?

Prihatin sekali jika memikirkan itu. Bekal pas-pasan, kemampuan pas-pasan. Sementara persaingan diluar sana tak berbatas. Kalau dipikir-pikir, jika murid-muridku kelak kehidupannya tak karuan mungkankah guru juga andil dalam salah? Hehe. Berlebihan mungkin. Tapi kuharap guru bisa optimal memberikan bekal, setidaknya murid akan konsisten mengejar kesuksesannya dengan bekal yang optimal.

Tuhan. Beri aku kesempatan. Beri aku kemudahan. Guru adalah amanah hidupku.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun