Mohon tunggu...
nurulazizah
nurulazizah Mohon Tunggu... Undergraduate Sharia Economics IPB University

Saya Nurul Azizah, mahasiswa aktif Ekonomi Syariah IPB University yang berkomitmen mengintegrasikan prinsip syariah dengan praktik bisnis modern. Dengan kemampuan komunikasi, manajemen waktu, dan adaptasi di berbagai lingkungan, saya aktif mengeksplorasi topik seperti inovasi keuangan syariah, pemberdayaan UMKM berbasis zakat-wakaf, serta pengembangan model bisnis halal yang berkelanjutan. Passion saya terletak pada kolaborasi riset dan proyek yang mendorong ekosistem ekonomi inklusif, di mana nilai-nilai Islam bertemu dengan solusi untuk menjawab tantangan pasar global.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Dari Limbah Menuju Berkah dengan Ekonomi Sirkular Islami

11 Maret 2025   12:04 Diperbarui: 11 Maret 2025   12:04 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

2. Jaga bumi seperti menjaga diri sendiri. Sebagai Khalifah, kita wajib merawat alam. Mengelola limbah adalah bentuk syukur atas segala nikmat Allah. 

3. Berbagi rezeki. Hasil daur ulang tak cuma untuk diri sendiri. Di Surabaya, penjualan kerajinan dari sampah menyumbang dana beasiswa untuk anak yatim.

Ekonomi sirkular Islam adalah konsep ekonomi yang mengintegrasikan prinsip keberlanjutan (circular economy) dengan nilai-nilai Islam, seperti keadilan, penghematan sumber daya, dan tanggung jawab sosial. Tujuannya adalah menciptakan sistem ekonomi yang tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga selaras dengan ajaran agama Islam.

Lalu, apakah tantangannya adalah kesadaran masyarakat?

Tumpukan sampah di pinggir jalan, plastik mengambang di sungai, atau sisa makanan yang membusuk di tempat pembuangan. Semua itu sebenarnya bisa jadi "harta karun" jika diolah dengan benar. Tapi sayangnya, jalan menuju pengelolaan limbah yang ideal tidak semudah membalik telapak tangan. Ada banyak rintangan nyata yang harus dihadapi, mulai dari hal sepele seperti kebiasaan masyarakat, sampai soal teknologi yang mahal.

Masalah pertama dan paling mendasar, kurangnya kesadaran. Banyak orang masih berpikir, "Ah, buang sampah sembarangan nggak akan berdampak besar." Di beberapa desa, budaya membakar sampah atau membuangnya ke sungai masih jadi kebiasaan turun-temurun. Solusinya? Ajak masyarakat lewat contoh konkret. Misalnya, tunjukkan bahwa sampah plastik bisa dijual ke pengepul dengan harga Rp 3.000 per kilo. Libatkan tokoh masyarakat atau pemuka agama untuk sosialisasi.

Teknologi? Mahal dan susah didapat. Bayangkan punya niat mengolah sampah jadi biogas, tapi terkendala mesin pencacah yang harganya puluhan juta. Atau ingin daur ulang plastik, tapi tidak tahu cara mengolahnya. Ini masalah klasik di lapangan, teknologi yang mahal dan tidak merata. Solusinya? Pemerintah atau LSM bisa menyediakan pinjaman alat dengan syarat ringan. Bisa juga menggunakan teknologi sederhana.

Fasilitas Pengolahan Sampah? Nyaris Tak Ada! Di kota besar mungkin sudah ada tempat pengolahan sampah terpadu (TPST), tapi di pelosok desa? Sampah sering dibiarkan menumpuk atau dibuang ke kali. Bahkan, di beberapa daerah, tidak ada tempat pembuangan akhir sama sekali. Solusinya? Bangun TPST skala kecil di tiap desa dengan dana desa. Latih masyarakat mengelola sampah mandiri.

Masih banyak permasalahan lain. Seperti pasar untuk produk daur ulang, perizinan, dan lainnya. Tapi apakah hal-hal tersebut tidak bisa diatasi?

Jalan menuju ekonomi sirkular memang berbatu. Tapi bukan berarti mustahil. Dengan kolaborasi, kreativitas, dan kemauan kuat, sampah yang selama ini jadi masalah bisa berubah jadi berkah. Seperti kata pepatah: "Sedikit demi sedikit, lama-lama jadi bukit." 

Mulailah dari hal kecil, pilah sampah di rumah, dukung produk daur ulang, atau ajak tetangga untuk kerja bakti. Bersama, kita bisa membuat perubahan, dan menjaga bumi!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun