Mohon tunggu...
dodo si pahing
dodo si pahing Mohon Tunggu... Buruh - semoga rindumu masih untukku.

Keinginan manusia pasti tidak terbatas, hanya diri sendiri yang bisa mengatur bukan membatasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perjalanan Mistis Agil

15 April 2021   16:09 Diperbarui: 15 April 2021   16:16 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi : Ceritaa-misteri.blogspot.com

"Tambah lagi Mbak sotonya," kataku sambil menyodorkan mangkuk kecil yang telah ludes isinya.

"Separuh ya mas?" Tanya penjualnya, sambil menerima mangkuk yang aku sodorkan.

"Penuh Mbak, kayaknya dua mangkuk lagi masih kuat,"

Penjualnya hanya memandangku sekilas dan ada senyum di sana, mungkin dalam batinnya mengatakan, doyan makan juga, atau malah mikir setelah makan banyak terus tidak bisa bayar. Tetapi aku mencoba menepis prasangkaku sendiri, ada senyum tipis manisnya di sana  yang sempat aku lirik. Penjual soto ini kalau di kota besar sudah dilirik untuk dijadikan endors  produk, karena sungguh kelewat cantik.

Matahari yang beranjak ke barat meninggalkan bayang sepanjang benda. Tetanaman di hutan di deretan pegunungan gamping utara saling berpeluk. Siang yang sejuk karena mendung seperti payung besar di langit. Seolah siap mengantarkan hari ke rengkuhan hari yang mistis. Sore yang sudah membuka tangannya seolah mengantarkan ke segala keluh. Dan malam pun tidak akan membedakan segala duka, segala bahagia, semuanya akan dihantarkan ke peristirahatan dan menjaganya pada mimpi.

Dua mangkuk soto kemiri khas Pati sudah kandas di perut, dan ini penyakit yang tidak pernah hilang. setelah perut kenyang, yaitu ngantuk. Semilir angin gunung  mengelus  tubuh yang dikipaskan dari berjenis-jenis pohon dari pohon jati yang besar tinggi  menjulang. Pohon serut kokoh menancap di bumi membuat gelap sekelilingnya,  tanaman liar yang tumbuh menambah angkuhnya tanaman yang biasa dijaikan bonsai itu. Sedangkan beringin menyendiri dengan rimbunnya seakan tidak mau diganggu pepohonan lainnya.

"Boleh duduk di sini Mas?" Terdengar suara yang datang dengan tiba-tiba. Suaranya lirih sedikit klemak-klemek, pelan hampir seperti suara perempuan. Agil hanya memandangnya, agak heran karena lelaki itu memakai baju berlengan panjang model pesilat berwarna  hitam komprang dan celana juga hitam, rambut yang panjang disembunyikan di dalam kain udeng. Dan alas kaki yang aneh  seperti yang dipakai pendekar Wiro Sableng.  

"Silakan-silakan mas," Akupun bergeser  ke pinggir dipan bambu untuk memberi lelaki itu tempat.  

"Sendirian ya Mas?" Tanyanya memulai percakapan, sebenarnya aku malas membalas  sapanya yang basa-basi. Karena kantuk sudah demikian berat menyerang mata, sehingga kepala sangat berat untuk ditegakkan.

"Ya Mas, sendiri" Jawabku singkat. Ingin aku balas dengan pertanyaan yang serupa. Tetapi ketika aku melihat ada sepuluhan  orang yang ada berada di  sampingnya dan memakai baju sama dengan lelaki yang duduk di sebelahku tetapi berlengan pendek. dan terlihat menjaga jarak serta selalu siap meloncat kemudian menyerang maka pertanyaan itu aku telan kembali.

"Nama saya Agil," Jawabku sambil  mengulurkan tangan untuk berjabat. Mencoba mengakrabkan diri.  Sebenarnya rasa sungkan untuk berakrab ada terlebih ketika melihat sepuluhan   lelaki  dengan wajah seramnya seolah tidak pernah lepas dari setiap gerik-gerikku. Lelaki itu tidak mengulurkan tangannya, hanya memandangku seolah tidak mengerti maksudku dengan meyorongkan tangan ke depan.   Bahkan kawannya entah pengawalnya segera bergerak ke arahku. Namun lelaki klemak-klemek  yang ingin aku sodori tangan itu segera melihat dan melarangnya. Lelaki klemak-klemak itu pun mengulurkan tangannya juga. Pegangan tangan yang kuat meskipun tangannya tidak begitu besar sebesar tangan juara bina raga.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun