Mohon tunggu...
dodo si pahing
dodo si pahing Mohon Tunggu... Buruh - semoga rindumu masih untukku.

Keinginan manusia pasti tidak terbatas, hanya diri sendiri yang bisa mengatur bukan membatasi.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Tragikomedi Upah Guru Non-ASN

19 Oktober 2020   18:42 Diperbarui: 21 Oktober 2020   14:04 479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pendidikan dengan standar internasional. (sumber: KOMPAS/DIDIE SW)

Pernah di Kompasiana ada yang menulis jikalau upah perjam guru honorer di sekolah swasta terjadi ketimpangan yang luar biasa dengan guru ASN. 

Tentunya dasar yang dipakai dengan hitungan perbandingan antara jam mengajar satu minggu dalam satu bulan kalender. Dari hitungan matematika pakai rumus (apa) tiba-tiba menjadi hitungan yang pasti. 

Kemudian hitungan itu dijadikan keputusan hampir seluruh sekolah swasta, atau untuk menghitung honor guru non-ASN di sekolah negeri. 

Bahkan sering pikiran itu menjadi suatu komedi-tragedi, kalau guru sekolah di swasta guru di negeri itu memang orang-orang yang harus berjuang dengan tidak memperhatikan honor. Sungguh mulia.

Atau jangan-jangan para guru ini tidak bisa berhitung, hehehehe... Contoh ini, contoh ya: saya mengatakan contoh karena memang ada seorang guru non-ASN mengajar di sekolah swasta dalam satu minggu mendapat akumulasi jam mengajar 24. Dan setiap jamnya diberi penghormatan gaji Rp 50.000. maka satu minggu akan mendapat honor 1.250.000. sudah selesai ya hitungan itu.

Namun karena satu bulan ada empat atau lima minggu maka seharusnya seorang guru di swasta akan mendapat gaji penghormatan Rp 1.250.000 x 4 minggu: 5.000.000. Jikalau upah itu dihitung dengan nilai nyata per jam.

Hitungan nyata yang biasa dipakai 24 jam untuk satu bulan atau empat minggu, maka tiap jamnya seorang guru honorer yang mengajar di sekolah negeri akan memperoleh penghargaan Rp 13.021. setiap satu jam mengajar dalam empat minggu atau satu bulan.

Pastinya saja, untuk menutupi biaya hidup yang semakin hari semakin mahal, para guru non-ASN ini akan jumpalitan mencari usaha sampingan. Ada yang menjadi guru di sekolah lain atau istilahnya mengamen. Menjadi Ojol, berjualan, atau segala usaha lainnya yang penting sah. Lantas bagaimana dengan anak didik?

Jikalau guru yang ASN dan sudah bersertifikasi akumulasi gaji mereka akan di atas tujuh juta utnuk golongan 3B, sehingga para guru ASN tidak perlu jumpalitan mencari tambahan pendapatan. Harusnyaa dapt lebih fokus dalam mendidik. Mosok dengan gaji segitu masih juga ngamen.

Kalau guru Non-ASN, yaitu tadi 1.250.000. di swasta jika mengajar 24 jam. Kalau di sekolah negeri sesuai kemampuan keuangan sekolah. Dengan gaji seperti itu urusan siswa bisa dijadikan sambilan. Kalaupun guru swasta ada yang sudah dapat sertifikasi akumulasinya masih di bawah UMR.

Ada yang terlupakan para pembuat Undang-Undang Omnibus Law tentang penggajian yang telah diterapkan di sekolah-sekolah. 

Bahkan akan sangat tidak masuk akal jika seorang guru di sekolah negeri hanya memperoleh honor Rp. 400.000 dalam satu bulan, apakah seorang yang mencerdaskan anak bangsa itu dihargai dengan keabstrakan nilai dari mata uang?

Tentunya tidak semudah hitung-hitungan untuk memetekan penggajian seorang guru yang berada di sekolah swasta. 

Ada yang sangat mampu dengan pengupahan perjamnya, namun ada juga yang bikin tercengang karena di alam five-G atau sebentar lagi G yang ke berapa seperti ini penggajian guru dalam hitungan jam masih belum ada standar yang baku.

Penggajian sekadarnya yang berlangsung selama ini karena upah untuk guru di swasta diserahkan ke yayasan masing-masing. Akhirnya pemerintah seolah-olah tutup mata dengan asumsi guru di sekolah bisa makmur atau hancur terserah dengan sumber-sumber pendapatan yang diperoleh oleh sekolah masing-masing.

Dan biasanya sekolah swasta berlindung dalam suatu Yayasan yang mempunyai keterampilan manajemen bervariasi. 

Tentunya akan berpengaruh pula pada sistem penggajian perjam tiap guru. Semakin banyak jam mengajar akan makmur terlebih guru tersebut dipercaya yayasan, akan sangat beruntung pastinya.

Penopang utama suatu sekolah swasta adalah jumlah murid yang ada. Kalau jumlah murid di atas seribu bisa dipastikan sekolah swasta tersebut dalam kondisi keuangan yang baik.

Selain jumlah siswa ada pendapatan lain yang bisa membantu kelancaran manajemen sekolah yaitu Bantuan dari pemerintah lewat BOS, dari tingkat I, atau bantuan lainnya. 

Oleh karena itu saya katakan tadi kepiawaian manajemen sekolah dalam memperoleh penggajian itu sangat penting untuk meningkatkan pendapatan guru.

Jikalau pemerintah sudah mantap memasukkan pendidikan dalam omnibus law sebagaimana pasal 65 paragraf 12, 'Pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan dapat dilakukan melalui perizinan berusaha sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini'.

Secara singkat pada undang-undang itu izin sekolah disamakan dengan suatu usaha atau sekolah sebagai bentuk suatu usaha artinya sekolah bisa menjadi bentuk usaha-usaha produk barang lainnya. Meskipun ada usaha bentuk lain seperti jasa.

Sekolah yang sudah menempatkan diri sebagai bentuk usaha maka akan menekan seluruh aspek pengeluaran yang tidak menguntungkan termasuk penggajian guru dan karyawan. 

Karena mereka tidak lebih dari mesin penghasil. Dan murid adalah sebagai alat utama pendapatan sekolah. Proses Belajar akan diarahkan sebagai alat untuk memperoleh laba.

Semua unsur sekolah akan dengan gesit mencari peluang-peluang agar mendapatkan peluang, bisa dari pengadaan barang atau pengadaan kegiatan-kegiatan lain yang nantinya akan diperkirakan mendapatkan keuntungan.

Akhirnya sekolah akan menjadi lembaga yang sangat mahal, jikalau sepadan dengan hasil atau out put anak didik yang mempunyai skill sangat baik tentunya masyarakat akan menerima. 

Dan jikalau usaha tersebut akan menghasilkan guru swasta yang bisa digaji dengan Rp.100.000 perjam dengan hitungan 96 jam dalam satu bulan maka akan dapat diterima. Tetapi hanya mimpi bukan?

(Pati, 19 Oktober 2020)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun