Mohon tunggu...
dodo si pahing
dodo si pahing Mohon Tunggu... Buruh - semoga rindumu masih untukku.

Keinginan manusia pasti tidak terbatas, hanya diri sendiri yang bisa mengatur bukan membatasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bunda, Haruskah Putrimu Dijodohkan?

14 Oktober 2020   10:52 Diperbarui: 14 Oktober 2020   11:10 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sandya Kala di Parang Garuda

VII

Pandangannya lurus ke kolam, kosong. pikirannya melayang pada saat latihan jadi waranggono pada seorang dalang yang diundang Ayahandanya. 

Dirinya sangat terkesima dengan dirinya. tidak dilanjutkan lagi khayalnya karena hanya menambah rindu. ia coba alihkan perhatiannya pada abdi dan dayangnya, ingin seperti biasanya kalau hari sudah sore ia dan abdi dekatnya akan bermain air sesukanya hingga senja pun hilang. 

Namun kali ini gairah itu tidak ada, hanya dilihatnya dengan kosong para abdi yang sudah ada di kolam dan sudah ada yang telanjang kaki memasukkan air ke kolam namun tidak ada yang berani masuk ke kolam. 

Meskipun tanpa gairah  tatapan matanya sangat manis, andai  kumbang tahu kalau ada yang lebih manis dari madu pastilah akan terkesima dan akan dihampirinya. Dan andai pun sudah dekat pastilah tidak kuasa untuk mendekatinya karena akan terpikat dengan matanya yang indah seperti kilau mata anak  kijang.

Para abdi yang tengah berada di pinggir kolam hanya memandang tuan putrinya tidak tahu harus berbuat apa,  mereka pun  saling berbisik.

"Puan Putri sedih sakeli ya, padahal harusnya gembira karena sebentar lagi akan menjadi istri pangeran dari Parang Garuda." Kata dayang yang hanya mengenakan kemben dan kelihatan sebagian ujung atas payudaranya yang besar seperti buah semangka, proporsial benar dengan tubuhnya yang gemuk.

"Saya akan bernyanyi setiap hari, kalau ada yang menjodohkan dengan seorang pangeran." Kata abdi lainnya yang menggunakan kain basahan dan tubuhnya sangat rata, sekilas sama dengan tubuh laki-laki.

"Ya, pangeran kelinci dari hutan larangan."  Disambut tawa yang ramai. Tahu kalu dirinya diolok-olok abdi dekat sang putri itu ingin menangis.

"Tidak usah menangis nanti akan saya panggilkan pangeran kelinci yang sedang bertahta di hutan larangan."

Lagi-lagi mereka tertawa, menyindir, dan yang diolok-olok hanya merengut, namun dia tahu kalau teman-temannya hanya menggoda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun