Mohon tunggu...
dodo si pahing
dodo si pahing Mohon Tunggu... Buruh - semoga rindumu masih untukku.

Keinginan manusia pasti tidak terbatas, hanya diri sendiri yang bisa mengatur bukan membatasi.

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Asem-asem Iga Sapi yang Tidak Pernah Sepi

13 September 2019   22:42 Diperbarui: 13 September 2019   22:58 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
semangkuk asem-asem iga sapi

Setelah berolah raga niat untuk mencicipi asem-aem iga begitu kuat mengajakku. Baru saja kaki satu melangkah ke ambang pintu untuk masuk ke warung Barokah yang berada di Ngerang, Kecamatan Tambakromo, Pati sudah terasa segala bau hidangan lauk dari ikan laut, opor, rica-rica ayam. 

Segala macam brengkesan yang dibungkus daun pisang, ada brengkesan udang, pindang, dan bandeng. 

Tentunya tidak ketinggalan sambel trasi dari Juana dan Nasi "kebul-kebul" kalau dihadangkan dalam satu meja sangat menggugah nafsu makan, siapa berani menghabiskannya? 

Dodo (pen.) tidak berani, sedang berpikir tentang makan kesukaanku masih tersedia apa tidak sambutan renyah dari empunya warung yang bernama Mbak Mus wanita paruh baya namun masih enerjik macam wanita 30an tahun  (hehehehehe...) sudah meyakinkanku kalau masih ada. Karena warung yang baru buka jam delapan dan biasanya molor untuk asem-asem sudah habis lebih awal

            "Lama mas gak kelihatan." Katanya renyah seperti peyek yang baru saja digoreng. Kriyuk...kriyuk

            "Maklumlah Mbak bulan Besar banyak orang punya kerja." Jawabku sambil menggaruk-garuk kepalaku yang sudah tida ada rambutnya. Dan Mbak Mus sudah tahu maksduku.

            "Ya begitulah Mas hidup di desa harus banyak "nyumbang" hitung-hitung arisan. Apalagi pas seperti bulan besar kemarin "sumbangan" "dlidir" gak putus-putusnya." Terus saja ngomongannya keluar meski tanganya terus melayani hidangan untuk pelanggannya. Wah kalau tidak aku potong ngomongannya kapan makannya.

            "Masih Mbak?" Tanyaku

            "Asem-asem Iga? Kebetulan sekali tinggal tiga porsi. Mau dipesan semua?" Katanya sambil mengambilkan semangkuk iga sapi dan nasi putih yang "kebul-kebul". Iga sapi yang terpotong potong sekitar lima centimeter dan masih ada sedikit daging menempel di tulangnya terlihat sudah matang. Potongan cabe rawit, cabe besar, blimbing wuluh, dan tomat terlihat kompak mesra memberi warna pada iga dan daging "tetelan" sehingga mata  yang baru saja melihatnya ingin merasakannya. 

Tapi sayang,  sayang sekali mata tidak boleh merasakan. Yang merasakan adalah lidah begitulah aturan. Mata hanya melihat makanan tetapi tidak merasakan, mulut yang merasakan. Tetapi mulut tidak kenyang yang kenyang adalah perut. Daging sapi setelah masuk ke mulut memang benar rasanya sudah lumer alias sudah sangat matang.

            Kaldu kuah sapi tampak seperti ada minyak-minyaknya, apa ini namanya lemak ya? Ya juga karena setahu saya minyak tidak pernah menyatu dengan air. Dan lemak senyawa kimia yang tidak bisa larut di air dan untuk melarutkannya dibutuhkan pelarut khusus misalnya eter. Coba bayangkan asem-asem iga yang nikmatnya pada lemak harus dihilangkan. Jadi yang merasa punya timbunan lemak berlebih jarang-jarang sajalah menikmati makanan berlemak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun