Mohon tunggu...
Nurhilmiyah
Nurhilmiyah Mohon Tunggu... Penulis - Bloger di Medan

Mom blogger

Selanjutnya

Tutup

Hukum featured

Menakar Independensi Hakim

24 Juli 2018   18:35 Diperbarui: 17 November 2020   16:11 1430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi independensi keadilan. (sumber: KOMPAS)

Independensi hakim konstitusi menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No, 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, jelas tercantum di dalam Pasal 2, Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.

Mahkamah Konstitusi diberikan kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945. Sedangkan pengujian peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang terhadap Undang-Undang kewenangannya diberikan pada Mahkamah Agung. Kekuasaan kehakiman antara Mahkamah Agung dan MK pada dasarnya sederajat. 

Jadi berdasarkan pengujian Undang-Undang, kekuasaan kehakiman dibagi menjadi dua yaitu Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung. Menurut penelitian yang dilakukan Pan Muhammad Faiz, peneliti di MK, tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga negara, khususnya MA dan MK relatif sama. Kedua lembaga yudikatif ini bebas dari intervensi pihak manapun demi melaksanakan tugasnya mencapai tujuan keadilan.

Di samping lembaga negara pelaku kekuasaan kehakiman tersebut di atas, telah ada pula badan yang kewenangannya dijamin dalam UUD 1945, yaitu Komisi Yudisial (KY). 

Pasal 24 B menjadi dasar hukum keberadaan KY. Ayat (1) berbunyi: Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Kedua wewenang pada pasal tersebut di atas merupakan landasan yang dijiwai semangat terjadinya check and balances, saling mengimbangi dan saling kontrol di antara lembaga yang ada, termasuk Mahkamah Agung. 

Demikian analisis Tutik Triwulan dalam bukunya Eksistensi Kedudukan dan Wewenang Komisi Yudisial sebagai Lembaga Negara dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945.

Senada dengan hal tersebut di atas, penulis bersepakat bahwa jika tidak ada lembaga seperti KY, sebagaimana yang terjadi pada masa pemerintahan orba, maka yang terjadi adalah penafsiran hukum yang sesuai selera penguasa dan penyimpangan dalam proses penyelenggaraan peradilan. 

Merasa bahwa hakim merupakan wakil Tuhan dan keberadaannya amat sangat menentukan nasib seseorang ataupun suatu kelompok, kemungkinan dapat menimbulkan semacam arogansi profesi yang berujung pada pengabaian rasa keadilan dan kurangnya perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat. Sehingga menyusun putusan cenderung sesukanya dengan dalih independensi dan kemandirian profesi hakim.

Komisi Yudisial adalah lembaga yudikatif yang bersifat sebagai penunjang terhadap lembaga kekuasaan kehakiman. Sementara MA dan MK sebagai lembaga penegak hukum. Pasal 2 Undang-Undang No. 22 Tahun 2004 menyebutkan bahwa Komisi Yudisial merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan dalam pelaksanaan wewenangnya bebas dari campur tangan atau pengaruh kekuasaan lainnya. 

Keberhasilan kinerja KY tidak diukur dari banyaknya jumlah hakim yang ditemukan kesalahannya. Justru KY menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim.

B.Independensi VS Liberalisasi Independensi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun