Mohon tunggu...
Nursini Rais
Nursini Rais Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tahun 1954.

Nenek 5 cucu, senang dipanggil Nenek. Menulis di usia senja sambil menunggu ajal menjemput.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Terbukti, Aroma Cengkeh Tak Sewangi Buah Alpukat

9 Juli 2020   06:19 Diperbarui: 9 Juli 2020   06:19 650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bunga cengkeh. Foto: NURSINI RAIS

Sekarang di daerah saya dan mungkin juga di tempat anda pohon cengkeh sedang berbunga. Kata cowok gantengku, jika dibanding musim sebelumnya, tahun ini bunga cengkeh miliknya lumayan lebat. Tapi, duitnya  tak sewangi bunga cenkeh. 

Beberapa tahun terakhir  harga jualnya anjlok. Jika punya banyak pohonnya, petani tetap untung. Walaupun  tak  sementreng keuntungan yang dinikmati petani cengkeh era enam puluhan.

Kami cuman punya beberapa pohon. Maklum, kebun kakek pensiun. Sekadar menyalurkan hobi bercocok tanam.  Dari A to Z main upah semua. Kalau dihitung-hitung lebih besar kos untuk kebunnya ketimbang biaya makan dia sendiri.

Dilarang ke kebun dia marah. Katanya pusing hari-hari duduk di rumah. Habis makan ngantuk, terus rebahan. Bangun lagi bobo lagi.

“Kalau tak boleh saya  ke kebun, berarti kalian menyuruh saya cepat mati. Saya berkebun sekadar mencari keringat.  Bukan cari makan. Melihat tanaman hati saya terhibur,”  katanya.

Ya sudah. Pesan anak-anaknya, pulang jangan kesorean, jadwalnya  cukup  2 atau 3 kali seminggu saja.

Rumah berantakan. Foto: NURSINI RAIS
Rumah berantakan. Foto: NURSINI RAIS
Kembali ke masalah pokok. Sebelum cengkeh dilemparkan ke pasaran harus diolah terlabih dahulu. Setelah dipetik, memisahkan bunga dari tangkainya. Kemudian dijemur sampai kering. Angkat sana angkat sini. Rumah dan pekarangan berantakan.

Karena  cengkehnya baru belajar berbunga dan pohonnya masih kecil, si kakek menanganinya sendiri. Sampai di rumah, saya membantu bagian merontok.

Aduh... susahnya jadi petani kecil. Duitnya dikit  kerja berjibun.

Foto: NURSINI RAIS
Foto: NURSINI RAIS
Yang menarik, kini aroma cengkeh kalah wangi oleh buah alpukat. Ketika musim panennya tiba, pedagang pengumpul datang membeli. Dia metik sendiri, ngangkat sendiri, nimbang sendiri. Petaninya tinggal terima duit. Asal lokasinya bisa dilewati kendaraan, minimal roda 2. Dalam setahun alpukat berbuah sampai 2 kali. Tergantung cuaca.

Di kebun kami juga punya beberapa pohon alpukat. Tetapi musuhnya lebih banyak daripada buahnya. Mulai monyet ekor panjang, sampai oknum monyet tanpa ekor berkepala hitam. Sebab, penampungnya ada di setiap desa.  

Foto: NURSINI RAIS
Foto: NURSINI RAIS
Di dekat rumah ada 2 pohon. Satu yang di belakang rata-rata hasilnya sejuta satu kali panen. Padahal pokoknya tidak terlalu besar. Tak kebayang senangnya kalau memiliki puluhan bahkan ratusan tanaman alpukat. Tetapi siang dan malam keamanannya terjaga.

Yang di depan kebanyakan jadi amal jariah untuk pencuri pada malam hari. Risiko punya pokok berbuah di pinggir jalan raya. Sisanya buat oleh-oleh bagi tetangga dan tamu yang datang.

Bukan berarti berkebun alpukat untung sepanjang masa. Kalau buah-buahan lagi banjir, pedagang dari luar daerah tiada datang, Rp 3 ribu sekilo pun belum tentu ada yang beli.

Menurut saya, tak ada salahnya petani memperbanyak budidaya alpokat. Minimal memanfaatkan pekarangan di belakang rumah. Soal harga urusan belakangan. Biar waktu yang menentukan.

Tanaman yang satu ini tak perlu perawatan khusus. Tak repot-repot memberinya makan tentunya, he he.... Yang penting batangnya jangan diboncengi tumbuhan parasit. Salam dari Pinggir Danau Kerinci. ****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun