Mohon tunggu...
Nursini Rais
Nursini Rais Mohon Tunggu... Lahir di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tahun 1954.

Nenek 5 cucu, senang dipanggil Nenek. Menulis di usia senja sambil menunggu ajal menjemput.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

2 Tahun di Kompasiana, Nyaris Tewas Melawan Sengkenit

9 Desember 2019   19:01 Diperbarui: 9 Desember 2019   19:07 523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Detik-detik pencabutan sengkenit oleh petugas RSU Mayjen H.A Thalib Kerinci. Dokumentasi keluarga.

Tanggal 04 Desember 2019, seharusnya saya sambut dengan suka cita, karena genap dua tahun saya bergabung di kompasiana. Namun, rencana tersebut buyar, berganti dengan perang melawan maut.

Kisahnya berawal dari masalah sepele. Usai salat Ashar Selasa 03 Desember, leher saya bagian kanan terasa gatal.  Terus saya garuk. Belum satu menit, gatalnya meluber ke pergelangan tangan terus meluber ke seluruh tubuh. Mulai dari telapak kaki sampai ke kulit kepala. Kian di garuk semakin panas, diiringi bintik-bintik merah.

Saya jungkir balik menahan gatal. Saya lepaskan semua pakaian di badan. Diganti oleh suami dengan handuk yang dibasahi air panas. Gatalnya semakin gila. 

Tubuh saya lemah tak berdaya. Kepala pusing, mual hendak muntah.  Perut di atas pusar  bergulung-gulung dan mules. Rasa mau BAB. 

Saya paksakan diri  ke kamar kecil. Beranjak beberapa langkah, pandangan  saya berkunang-kunang. Kemudian langsung rubuh. Saya sadar ketika mendengar sayup-sayup suami meratap memanggil-manggil nama saya. Dan tubuh saya telah terbaring lemas di tempat tidur.

Gatal, mules, dan mual masih berlanjut. Tubuh berkeringat, ujung kaki dingin, dan muntah-muntah.

Untung segera ditolong oleh tetangga yang seorang perawat. Saya segera dilarikan ke RSU Mayjen H.A Thalib Kerinci di Sungai Penuh. Tensi saya drop ke angka 50, gula darah melonjak 226. Padahal sebelumnya saya tak bermasalah dengan kedua kasus ini.  

Tak ingat persis berapa lamanya saya di IGD. Setelah tensi dan gula darah berangsur normal, saya  dipindahkan  ke kamar perawatan,  selanjutnya nginap tiga hari dua malam.

Besoknya ketahuan, pada titik awal gatalnya bermula (di leher kanan),  menancap seekor kutu babi. Masyaallah .... Anak-anak saya histeris. Mereka berusaha mengangkatnya, tetapi makhluk itu mencengkram sangat kuat. Kalau dicabut paksa bisa putus. Bagian kepalanya tertanam di bawah permukaan kulit.

Sengkenit sedang mencengkram di leher saya. Dokumentasi keluarga.
Sengkenit sedang mencengkram di leher saya. Dokumentasi keluarga.
Akhirnya petugas rumah sakit berhasil melepaskannya menggunakan cairan dan  alat khusus. Yang saya sesalkan, setelah dicabut sengkenit itu dibuang oleh perawat bersangkutan. Bukankah sebaiknya benda tersebut disimpan dulu untuk diteliti. Minimal dipotret sebelum dicampak. Sebenarnya dalam hati saya ingin minta anak-anak memotretnya. Tapi lidah saya kelu malas bicara. Saat itu tubuh saya masih lemah,.

Meskipun tidak ada penjelasan detil dari dokter yang menangani, saya menduga racun kutu babi itulah yang telah melumpuhkan saya sampai terkapar tak berdaya.

Pasalnya, kurang lebih sepuluh menit sebelum peristiwa ini terjadi, saya membagi-bagikan jengkol dan sayur bayam kepada tetangga, yang baru dipetik dari kebun sendiri. Besar kemungkinan kutu babi itu menempel pada bayam terus pindah ke baju saya. 

Kelalaian saya, ketika leher terasa gatal  saya hanya menggaruk-garuk di balik jilbab, tanpa peduli penyebabnya apa. Dalam hati saya beranggapan, paling tertusuk rambut ulat bulu. Sedikit pun saya tidak curiga pada kutu babi.

Setahu saya, hewan ini serupa dengan sengkenit yang sering ditemui di sekitar kita. Suka hinggap/menghisap darah sapi, kerbau, anjing, dan hewan lainnya. Paling sering ditemukan pada jambul dan dalam lubang telinga ayam kampung. 

Semasa kecil, tubuh saya sering digigit sengkenit. Tetapi gatalnya hanya pada titik gigitannya saja. Tidak menyebar pada bagian lain. Apalagi sampai merusak sistem kerja organ tubuh.  

Ditulis oleh astroawani.com, sengkenit  merupakan ektoparasit (parasit luaran) yang hidup dengan menghisap darah pada mamalia burung dan kadang-kadang reptilia dan amfibia.

Kalau menggigit manusia, ia membawa virus Congo atau CCHF yang dapat menyebabkan demam berdarah, sakit otot, pusing, sakit kepala, sakit mata, dan terancam pembesaran limfa (lymphadenophaty), serta bintik-bintik merah yang menyebabkan pendarahan pada permukaan mukosa dalaman seperti mulut, tekak dan kulit.

Kutu babi. Foto: astroawani.com
Kutu babi. Foto: astroawani.com
Jika penderita tidak ditangani secara serius, berpotensi menyebabkan  kerusakan ginjal, kegagalan hati, sampai menyebabkan kematian.

Selanjutnya mengutip dari hmetro.com.my, Ada lebih 700 spesies sengkenit daripada keluarga Ixodidae. Ia adalah ektoparasit yang hidup dengan menghisap darah manusia termasuk mamalia lain seperti burung, reptilia dan amfibia untuk tujuan pembiakan.

Felo Penyelidik, Institut Farmakogenomiks Integratif, Universiti Teknologi Mara (UiTM), Prof Madya Dr Tengku Shahrul Anuar Tengku Ahmad Basri menegaskan jangan sesekali abaikan penangan makhluk kecil ini kerana ia mampu menghasilkan sejumlah telur dan akhirnya bermaharajalela pada anggota badan tertentu bagi tempoh yang lama.

Memperhatikan kutipan di atas, patut diduga di antara 700 spesies sengkenit dalam keluarga Ixodidae,  barangkali ada beberapa spesies yang sangat berbisa. Salah satunya jenis kutu babi yang telah menggigit saya seminggu lalu.

Tentu spesiesnya berbeda dengan sengkenit yang sering ditemui pada hewan di sekitar kita, dan pernah menggigit saya semasa kecil dahulu.  

Kemarin, seorang Pak Tani kenalan saya bercerita. Dirinya juga pernah digigit kutu babi. Gejalanya seperti yang saya alami. Gatal, muntah, mules, dan menceret, terus demam. Tetapi tidak sampai pingsan. 

Sengkenit jenis ini sering ditemui di sekitar kita. Kalau sudah kenyang, perutnya gendut. Dia akan rintok sendiri dari hewan yang ditumpanginya. Seperti ayam, kambing, anjing, dan binatang lainnya. Foto: babab.net
Sengkenit jenis ini sering ditemui di sekitar kita. Kalau sudah kenyang, perutnya gendut. Dia akan rintok sendiri dari hewan yang ditumpanginya. Seperti ayam, kambing, anjing, dan binatang lainnya. Foto: babab.net
Untuk diketahui bersama, kutu babi berkembang biak di belukar atau di kampung.  Khusus pada kawasan yang berkelembapan tinggi dengan  suhu sedang. Di sana ia menunggu mangsa (termasuk manusia), seterusnya untuk menumpang dan menghisap darah mereka.

Di daerah saya Kerinci sini, rata-rata suhunya 22,6 derajat Celcius, dengan kelemban 82%  (RPI2JM Kabupaten Kerinci Tahun 2016-2020).

Memaknai  data ini  hampir dipastikan, bahwa area kebun saya yang dipadati oleh tanaman berpohon tinggi, adalah syurga bagi berkembang biaknya sengkenit. Bila musim hujan tiba, hampir 50% permukaan tanahnya dibongkar oleh babi untuk mencari cacing. Bukan tidak mungkin kutunya tercecer pada sayur bayam, selanjutnya pindah pada badan saya.

Demikian pengalaman ini saya bagikan, semoga bermanfaat. Makhluk ini  kecil, tetapi jangan dianggap sepele. Andai Anda beraktivitas dihutan, di semak-semak, supaya berhati-hati. Selain itu, jagalah jarak si kecil dengan binatang peliharaan, seperti kucing, ayam, dan lain sebagainya. Barang siapa yang digigit sengkenit, segeralah minta pertolongan dokter. Terima kasih.

****

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun