Mohon tunggu...
Nursalam AR
Nursalam AR Mohon Tunggu... Penerjemah - Konsultan Partikelir

Penerjemah dan konsultan bahasa. Pendiri Komunitas Penerjemah Hukum Indonesia (KOPHI) dan grup FB Terjemahan Hukum (Legal Translation). Penulis buku "Kamus High Quality Jomblo" dan kumpulan cerpen "Dongeng Kampung Kecil". Instagram: @bungsalamofficial. Blog: nursalam.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Dongeng Anak] Mencari Mutiara Kesabaran

8 Februari 2021   09:18 Diperbarui: 8 Februari 2021   10:24 398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pangeran kecil/Foto: pixabay.com

Di sebuah kerajaan Tortila, berkuasalah seorang Raja Tito yang arif bijaksana. Ia mempunyai seorang anak tunggal bernama Pangeran Tori.

Karena sudah ditinggal wafat ibunya sejak lahir, Pangeran Tori menjadi manja dan pemarah. Ayahnya pun kelewat sibuk dengan urusan kerajaan.

Alhasil, Pangeran Tori tumbuh menjadi bocah yang mudah tersinggung dan gampang memaki orang. Meskipun hanya karena hal-hal sepele.

Suatu pagi seorang pelayan istana menyuguhkan segelas susu kepadanya. Pangeran Tori segera mencicipinya.

Prang! Pangeran Tori membanting gelas susu ke lantai. Gelas itu pecah berantakan.

"Hei, Pelayan bodoh!" hardik Pangeran Tori. "Ini susu apa?"

"Maaf, Tuan, itu susu sapi murni," jawab si pelayan ketakutan. "Yang biasa Tuan minum."

"Hari ini aku tidak mau susu sapi. Aku mau minum susu kambing!"

"Baik, Tuanku," jawab pelayan sambil membereskan pecahan gelas.

Dayang-dayang istana juga tak luput menjadi sasaran kemarahan Pangeran Tori. Ia tak segan-segan mengancam memukul mereka hanya karena terlambat membawakan baju ganti atau salah memilihkan warna pakaian yang diinginkan Pangeran Tori.

Raja Tito sangat masygul memikirkan perilaku sang putera mahkota. Ia pun memanggil Penasihat Pinto untuk meminta nasihatnya. Penasihat Pinto adalah seorang tua kepercayaan Raja Tito.

"Penasihat Pinto, bagaimana menurutmu soal putera tunggalku itu?" tanya Raja Tito. "Aku khawatir ia tidak akan dapat menggantikanku jika perangainya itu tidak juga berubah."

Penasihat Pinto berpikir sejenak seraya mengusap-usap janggut putihnya yang panjang. "Paduka, saya kira Pangeran Tori harus menemukan mutiara kesabaran. Ia harus melakukannya sendiri."

"Maksudmu anak tunggalku itu harus menyelam ke dasar laut untuk mendapatkan mutiara. Bukankah itu berbahaya, Penasihat?" Raja Tito tampak khawatir. "Lagipula aku tidak mengerti apa itu mutiara kesabaran."

Penasihat Pinto tersenyum bijak.

"Tidak berbahaya sama sekali, Paduka."

"Menyelam ke dasar laut untuk anak seusia dia tidak berbahaya?!" Raja Tito tampak makin heran. Air mukanya mulai berubah. Ia mulai geram.

Penasihat Pinto kembali tersenyum. Ia menenangkan Raja Tito yang tampak gusar.

Ia mendekati Raja Tito, dan membisikkan sesuatu di telinga Raja Tito. Raja Tito kemudian tersenyum dan manggut-manggut.

Keesokan harinya Raja Tito memanggil Pangeran Tori yang sedang asyik bermain bola di halaman istana. Ia kelihatan kesal karena dua pelayan istana yang menemaninya tidak becus menangkap bola.

"Ah, payah! Begitu saja tidak bisa!" maki Pangeran Tori. Ia menghentak-hentakkan kakinya keras-keras ke tanah. Mulutnya bersungut-sungut.

"Ada apa, Ayah?" tanya Pangeran Tori. "Aku kan sedang asyik bermain!"

Sambil membelai rambut puteranya, Raja Tito mengajak Pangeran Tori bermain-main di sebuah sungai kecil di belakang istana. Pangeran Tori gembira sekali.

"Asyik!"teriak Pangeran Tori sambil melonjak-lonjak kegirangan.

Ia kemudian menatap dua pelayan istana yang tadi menemaninya bermain bola.

"Kalian juga harus ikut. Tapi jangan seperti tadi ya!" Matanya mendelik.

Kedua pelayan itu mengangguk ketakutan.

"Tidak, Pangeran Tori. Mereka tidak boleh ikut," ujar Penasihat Pinto yang berdiri di samping Raja Tito. "Pangeran harus mencari mutiara itu seorang sendiri."

Pangeran Tori terdiam. Mencari mutiara di sungai? Seorang diri? Ia ragu.

"Mana mungkin ada mutiara di sungai!" protesnya.

"Memang, tapi itu mutiara milik kerajaan yang diduga tercecer di sungai," tukas Penasihat Pinto seraya tersenyum.

"Tapi, Ayah, kenapa aku yang harus mencarinya? Suruh saja para pengawal kerajaan!" Pangeran Tori bersikeras.

Raja Tito tersenyum, memeluk puteranya seraya berbisik, "Sudahlah, sekarang cari saja."

"Tapi, Ayah..."

Namun Raja Tito segera memerintahkan mereka berangkat ke sungai kecil di belakang istana. Tak jauh jaraknya. Hanya lima menit berkuda.

Tibalah mereka di sebuah sungai kecil yang berair jernih. Namun arusnya deras. Di dasarnya yang dangkal banyak bertebaran batu-batu beraneka warna.

"Sekarang carilah mutiara itu!" perintah Raja Tito tegas. "Ini akan menjadi permainan yang mengasyikkan!"

Dengan enggan Pangeran Tori melangkah ke sungai. Terasa dingin air sungai di kakinya. Belum lagi arus yang deras membuatnya kerap terpeleset karena kehilangan keseimbangan.

Susah-payah ia berusaha bangkit dan mulai mencari mutiara. Diambilnya satu persatu batu-batu beraneka warna di dasar sungai dan diamatinya. Berkali-kali ia kecewa karena yang ditemuinya hanya batu biasa.

"Ah, sialan!"

Berkali-kali ia mengumpat dan memaki. Di tepi sungai, Raja Tito dan Penasihat Pinto mengamatinya.

Sejam waktu berlalu. Lelah Pangeran Tori mencari. Mulutnya pun lelah memaki. Ia beristirahat di atas sebuah batu besar di tengah sungai.

"Mutiara itu hanya dapat ditemukan jika kamu sabar dan tidak memaki atau mengumpat," terngiang pesan ayahnya.

Pantas sejak tadi aku tidak menemukan mutiara itu, Pangeran Tori membatin.

Ia pun bersemangat mencari.

Dengan sabar, ia ambil setiap batu dan diamatinya. Terus demikian. Ia berusaha menahan diri untuk tidak memaki sedikit pun. Sungguh berat.

Namun ia harus melakukannya. Kata Ayah, mutiara itu akan menjadi miliknya jika ia berhasil menemukannya.

Sejam lagi berlalu. Mutiara itu pun belum ditemukan. Pangeran Tori tidak mengumpat-umpat lagi. Ah, rasanya enak juga, ia membatin.

Tapi karena mutiaranya belum ketemu juga, Pangeran Tori pun naik ke tepi sungai.

"Maaf, Ayah. Aku gagal menemukan mutiara itu," ujar Pangeran Tori.

"Tidak, Nak, kamu sudah berhasil menemukannya. Ayah belum pernah melihat kamu sabar untuk tidak mengumpat selama beberapa menit saja. Sekarang kamu bisa," ujar Raja Tito seraya menepuk bahu putera semata wayangnya itu.

"Betul, Pangeran. Mutiara itu adalah kesabaran. Ia hanya dimiliki orang-orang yang sabar. Ia tidak perlu dicari di dasar laut yang dalam atau di aliran sungai yang deras. Ia ada di dalam hati kita," Penasihat Pinto berpetuah.

Pangeran Tori menunduk malu. Betapa ia selama ini selalu menyakiti hati orang dengan makian-makiannya!

"Sebagai bonus, kamu juga berhak mendapatkan mutiara yang asli," kata Raja Tito sambil mengulurkan sebuah kotak kecil berwarna keemasan kepada puteranya.

Pangeran Tori membukanya. Tampak sebuah mutiara cantik berkilauan.

"Terima kasih, Ayah!" ujar Pangeran Tori sangat gembira.

"Simpanlah. Ini sebagai tanda agar kamu selalu sabar dan tidak memaki orang lagi," pesan Raja Tito. Ia mengusap-usap rambut puteranya. Ia kini bahagia.

Pangeran Tori mengangguk setuju. Ia pun berjanji takkan pernah memaki-maki lagi.

 

 Jagakarsa, 8 Februari 2021

Baca Juga: 

1. https://www.kompasiana.com/nursalam-ar/60186f39d541df55fb3408b2/kepada-yth-kata

2. https://www.kompasiana.com/nursalam-ar/601b1b718ede481f782ce7e5/dilema-memilih-jodoh-dan-karier

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun