Menurut Afifah, yang juga seorang pengusaha properti, dugaan pelecehan yang dialaminya terjadi saat tahapan pemeriksaan kesehatan para kandidat di RS Hasan Sadikin, Bandung, pada 8 September 2020. Terduga pelaku adalah cawalkot Depok Imam Budi Hartono yang mendampingi Wali Kota Depok petahana Mohammad Idris Abdul Shomad yang maju untuk periode jabatan kedua.
"Kamar kandidat Pilkada Depok bersebelahan. Saat petugas RS menginformasikan kamar saya, tiba-tiba Pak Imam Budi melontarkan ujaran 'sekamar sama saya saja, Bu Afifah'. Lalu cengengesan. Di sana ada Pak Idris yang tertawa terbahak-bahak sambil tangannya menunjuk Pak Imam Budi. Mungkin mereka merasa ini adalah hal yang lucu," tutur Afifah.
"Mereka adalah patriarki yang tidak menganggap keberadaan perempuan bisa dalam posisi yang sama sebagai manusia. Sebagai satu-satunya kandidat perempuan dalam Pilkada Depok, saya paham betul tantangan yang saya hadapi," lanjut Afifah. "Yang saya inginkan adalah permintaan maaf, dan janji untuk tidak mengulangi pelecehan seperti ini kepada saya maupun perempuan lainnya di kota Depok."
Sementara itu Imam Budi Hartono (52 tahun), sebagaimana dilansir Kompas.com, menolak dianggap melakukan pelecehan. Menurutnya, yang terjadi adalah miskomunikasi karena Afifah tidak jelas mendengar apa yang sebenarnya ia katakan.
"Itu untuk mencairkan suasana agar menghilangkan kekakuan komunikasi sesama paslon, dan yang saya maksud Afifa itu panggilan cucu saya, bukan beliau," ujar Imam Budi Hartono yang juga anggota DPRD Jawa Barat selama tiga periode dari PKS. "Karena jarak duduk kita berempat, berjarak, mungkin nggak terdengar lanjutan ucapan kalimat saya yang menyebut nama cucu saya, Afifa. Itu artinya kesederhanaan."
PDIP, sebagai partai tempat Afifah bernaung, berencana melakukan langkah hukum terhadap kasus dugaan pelecehan seksual tersebut.
Alhasil, kasus ini pun dipersepsi menambah panjang daftar kasus pelecehan seksual di Indonesia.
Baca Juga: https://www.kompasiana.com/nursalam-ar/5f64b8c1d541df0ecd45c892/manuver-yahud-menteri-mahfud
Benarkah lelaki selalu menjadi pelaku dan perempuan selalu menjadi korban?
Narasi besar yang berkembang di publik, bahkan sejak dulu, adalah kuatnya budaya patriarki yang melanggengkan hegemoni lelaki atas perempuan yang memfasilitasi atau mendukung hadirnya kasus-kasus kekerasan, pelecehan atau penindasan serta intimidasi kaum Adam terhadap kaum Hawa.