Mohon tunggu...
Nursalam AR
Nursalam AR Mohon Tunggu... Penerjemah - Konsultan Partikelir

Penerjemah dan konsultan bahasa. Pendiri Komunitas Penerjemah Hukum Indonesia (KOPHI) dan grup FB Terjemahan Hukum (Legal Translation). Penulis buku "Kamus High Quality Jomblo" dan kumpulan cerpen "Dongeng Kampung Kecil". Instagram: @bungsalamofficial. Blog: nursalam.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Adakah Sekolah untuk Menjadi Ayah?

28 Agustus 2020   15:32 Diperbarui: 29 Agustus 2020   14:04 433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Alham Navid (saat berusia 8 tahun) saat wisata Kota Toea Jakarta (2016)/Dokpri

"Bakat terbentuk dalam kesunyian, watak terpupuk dalam riak besar kehidupan." (Goethe)

Adakah sekolah untuk menjadi ayah?

Andai saja sekolah ayah itu ada, mungkin dahulu, dan juga kini, aku berminat sekali untuk bergabung.

Karena aku, dan juga para ayah sedunia, harus terus belajar menjadi ayah.

Menjadi ayah, terkhusus bagiku, adalah kegembiraan dan juga salah satu pertanda datangnya riak besar kehidupan.

Kegembiraan akan datangnya sang buah cinta dan darah daging adalah hal wajar. Namun, pada saat yang sama, riak besar kehidupan mungkin akan selalu menyertai perjuangan setiap calon ayah.

Allah memberikan gelombang riak besar jelang kelahiran bayiku sebagai ujian agar kuat bertahan dalam gelombang-gelombang besar berikutnya. Pre-test, barangkali maksud-Nya demikian. Jelang kelahiran bayiku, permohonanku untuk kasbon sebulan gaji ditolak bos.

Padahal sudah sejak sebulan sebelumnya ia sudah mengulur-ulur dengan berbagai alasan seperti kondisi keuangan kantor yang tidak memungkinkan dll. Kendati aku tahu betul kegemarannya dugem yang menghabiskan jutaan rupiah tiap malam.

Tapi saat kedatanganku ke ruangannya terakhir kali itu, si bos mungkin tidak menyadari bahwa, sedetik setelah penolakannya, aku akan mengambil keputusan keluar dari kantor.

Per Desember 2008 aku resmi berhenti bekerja di kantor biro penerjemahan milik sahabatku itu dan mulai menjajal membuka biro penerjemahan sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun