Mohon tunggu...
Nursalam AR
Nursalam AR Mohon Tunggu... Penerjemah - Konsultan Partikelir

Penerjemah dan konsultan bahasa. Pendiri Komunitas Penerjemah Hukum Indonesia (KOPHI) dan grup FB Terjemahan Hukum (Legal Translation). Penulis buku "Kamus High Quality Jomblo" dan kumpulan cerpen "Dongeng Kampung Kecil". Instagram: @bungsalamofficial. Blog: nursalam.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Napi Asimilasi Berulah Lagi? Ojo Lali, Yasonna Laoly!

26 April 2020   23:19 Diperbarui: 26 April 2020   23:44 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menkumham Yasonna Laoly/Sumber: tribunnewswiki.com

Suatu isu publik yang teredam karena riuh rendah polemik pernyataan "mudik versus pulang kampung" yang dilontarkan Jokowi adalah persoalan maraknya aksi kejahatan yang dilakukan para narapidana asimilasi yang dibebaskan berdasarkan keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly.

Suatu keputusan yang awalnya dibuat berdasarkan pemikiran untuk memutus mata rantai penyebaran virus Corona atau COVID-19 di dalam penjara se-Indonesia. Hal ini mengingat permasalahan umum penjara di Indonesia adalah overcapacity alias terlalu banyak penghuni dibandingkan kapasitas yang tersedia. Alhasil, para narapidana (napi) itu adalah kalangan yang paling rentan terinfeksi virus Korona.

Berdasarkan catatan Kompas.com, hingga sepekan lalu, yakni Senin, 20 April 2020, dari 525 penjara atau Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemasyarakatan (lapas), telah dibebaskan sekitar 36.641 napi asimilasi dan 2.181 napi program integrasi.

Asimilasi adalah program pembinaan narapidana dewasa dan anak dengan membiarkan mereka hidup berbaur di lingkungan masyarakat. Sementara integrasi adalah program pelepasan narapidana yang telah memenuhi syarat-syarat pembebasan bersyarat, cuti bersyarat dan cuti menjelang bebas.

Akan tetapi ramainya pemberitaan di media konvensional dan media daring (online) tentang berbagai tindak kejahatan yang kembali dilakukan para napi tersebut cukup meresahkan publik. Mulai dari kasus penjambretan, penodongan, pembegalan, pembunuhan, hingga perampokan minimarket dan gardu jalan tol.

Cakupan tempat kejadian perkara (TKP) pun terentang luas mulai dari Jabodetabek hingga berbagai kota besar dan kecil di Indonesia, seperti Surabaya, Bandung, dan Kediri.

Belum lagi disinyalir banyak napi asimilasi yang dilepaskan begitu saja, tanpa diberikan modal atau uang cukup untuk perjalanan pulang ke rumah atau kampung halaman, sehingga banyak dari mereka yang "terpaksa" melakukan tindak kejahatan untuk sekadar mendapatkan ongkos pulang atau bekal makanan selama perjalanan pulang.

Pihak kepolisian sendiri menyesalkan adanya keputusan Menkumham yang tidak dikoordinasikan dengan pihak kepolisian tersebut dan cenderung menimbulkan potensi masalah baru.

"Kebijakan tersebut berpotensi menimbulkan permasalahan baru karena saat dibebaskan mereka akan kesulitan mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di tengah wabah Covid-19, yang tentu saja akan berdampak terhadap aspek sosial, ekonomi, serta keamanan," menurut keterangan Kepala Badan Pemelihara Keamanan (Kabaharkam) Polri Komjen Agus Andrianto kepada Liputan6.com.

Namun Menkumham Yasonna Laoly yang juga politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu menampik tudingan bahwa keputusan yang ditekennya bermasalah.

"Hal ini sangat penting kita lakukan. Dari 38 ribu lebih warga binaan yang dibebaskan lewat program ini, asumsikan saja 50 orang yang kembali melakukan tindak pidana. Angka pengulangan ini sebenarnya masih sangat rendah, bahkan jauh di bawah rate residivisme sebelum COVID-19 ini," tegas Yasonna.

Ia bahkan menyebut bahwa pemberitaan tentang para napi asimiliasi yang berulah kembali itu adalah hoaks alias berita bohong.

"Tapi, kita tidak boleh beralasan demikian. Terlebih saat ini publik disuguhi informasi yang mengerikan, termasuk yang sebenarnya merupakan hoaks, terkait warga binaan asimilasi di sejumlah daerah," lanjut sang putera Nias tersebut.

Gaya pembawaan Yasonna yang cenderung santuy alias cenderung menganggap enteng masalah tampaknya sudah jadi tipikal pengusung Revisi UU KPK tersebut. Yang sayangnya kerap menjebaknya dalam pelbagai kontroversi yang tidak perlu dan kontraproduktif.

Sebut saja, saat ia digeruduk warga Tanjung Priok, Jakarta Utara, karena pernyataannya yang dianggap menyudutkan warga Priok dengan membandingkan Tanjung Priok yang kawasan pelabuhan dengan kawasan elite Menteng dalam hal tingginya angka kriminalitas.

Atau saat ia terlibat perang kata-kata di media sosial dengan aktris sekaligus aktivis Dian Sastro Wardoyo tentang Revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi yang dianggap memandulkan kinerja lembaga pemberantasan rasuah tersebut.

Demikian juga, yang teranyar, saat ia berseteru sengit dengan Najwa Shihab, jurnalis dan aktivis sosial, tentang usulan pembebasan napi koruptor yang semula akan ditumpangkan pada program pembebasan napi asimiliasi.

Kendati akhirnya usulan tersebut kandas karena desakan publik, tetap saja perseteruan itu menambah daftar sepak terjang kontroversial Yasonna, yang bahkan sempat dipetisi untuk dicopot atau mengundurkan diri oleh sebagian kalangan pendukung Presiden Jokowi sendiri karena dianggap turut menodai citra pemerintahan Jokowi.

Namun Yasonna Hamonangan Laoly tetap bergeming. Konon kabarnya kepercayaan dirinya yang kuat itu karena ia tergolong orang kepercayaan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, yang merupakan figur berpengaruh kuat di pemerintahan saat ini.

Wallahu a'lam bisshawwab.

Teori Jendela Pecah

Teori kriminologi
Teori kriminologi "Jendela Pecah"/Sumber: slideshare.net

Namun sekuat apa pun posisi Yasonna atau sepede apa pun ia dengan kedudukannya sekarang, tidak selayaknya ia mengesampingkan begitu saja setiap saran dan masukan atas segala kebijakannya yang kontroversial dan bermasalah tersebut.

Negasinya atas keberatan pihak kepolisian dan kritik publik atas kebijakan pelepasan napi asimilasi yang berdampak meningkatnya aksi kejahatan yang dilakukan para napi tersebut hanya karena jumlah yang dianggapnya "masih sangat rendah" itu jelas tak bisa diterima, atau bahkan cenderung takabur dan arogan.

Ojo lali, Yasonna Laoly, sing eling, mungkin demikian orang Jawa akan mengatakannya.

Jangan lupa, Yasonna Laoly, sadarlah, demikian kurang lebih terjemahannya.

Barangkali Yasonna yang juga profesor ilmu hukum itu lupa bahwa ada teori kriminologi dasar yakni "The Broken Windows" alias Teori Jendela Pecah.

Teori Jendela Pecah pertama kali diperkenalkan oleh James Q. Wilson dan George L. Kelling dalam sebuah artikel berjudul Broken Windows pada 1982, yang kemudian dipopulerkan pada 1990-an dan diadopsi oleh seorang Wali Kota New York Rudy Giulani dalam pendekatan penanganan kejahatan di kota terbesar di Amerika Serikat tersebut.

Jika sebuah jendela pecah pada suatu bangunan dibiarkan, maka biasanya seluruh jendela lainnya akan menyusul pecah juga. Karena jendela pecah itu pertanda bahwa tak seorang pun peduli, dan orang lain cenderung menganggap memecahkan jendela lainnya pada bangunan itu tidak akan berarti apa-apa dan tidak berkonsekuensi apa pun.

Dalam konteks kejahatan, jika tanda-tanda kejahatan kecil seperti vandalisme, pelanggaran lalu-lintas atau tawuran di jalanan dibiarkan tanpa tindakan tegas, maka hal itu akan mendorong munculnya tindak kejahatan lainnya, yang bahkan tergolong tindak kejahatan serius dan berskala besar.

Alhasil, jika tindak kriminalitas yang dilakukan para napi asimilasi itu diremehkan dan dianggap kecil, dan tidak segera ditindak, tak mustahil akan muncul tindak kejahatan lain dalam skala kejahatan yang lebih masif dan berbahaya.

Tentu saja yang demikian itu sangat memprihatinkan. Terlebih lagi jika alasan peremehan itu hanya sekadar untuk menutupi inkompetensi atau memoles citra diri semata.

Jakarta, 26 April 2020

Referensi:           1,2, 3

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun