Mohon tunggu...
Nursalam AR
Nursalam AR Mohon Tunggu... Penerjemah - Konsultan Partikelir

Penerjemah dan konsultan bahasa. Pendiri Komunitas Penerjemah Hukum Indonesia (KOPHI) dan grup FB Terjemahan Hukum (Legal Translation). Penulis buku "Kamus High Quality Jomblo" dan kumpulan cerpen "Dongeng Kampung Kecil". Instagram: @bungsalamofficial. Blog: nursalam.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

"Physical Distancing" Sama dengan "Jaga Jarak Aman"?

25 Maret 2020   11:06 Diperbarui: 25 Maret 2020   11:37 784
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam pidato resmi kepresidenan pada Selasa, 24 Maret 2020, yang disiarkan langsung oleh berbagai stasiun TV, tentang relaksasi ekonomi dan pemberian insentif atau Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi kalangan yang paling terdampak pandemi COVID-19, Jokowi juga menekankan pentingnya physical distancing, yang disebutnya sebagai "jaga jarak aman", dalam upaya memutus mata rantai penyebaran wabah virus Korona.

Tepatkah istilah tersebut?

Terkait perubahan istilah dari social distancing (pembatasan sosial) menjadi physical distancing, hal ini tampaknya sejalan dengan kebijakan World Health Organization (WHO), suatu badan kesehatan dunia di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yang melakukan perubahan serupa. Tujuannya adalah untuk mempertegas pemahaman publik tentang pentingnya menjaga jarak secara fisik dengan berdiam di rumah namun tetap terkoneksi secara sosial selama berdiam di rumah.

Untuk social distancing sendiri, ada beragam padanan istilah yang sebelumnya bermunculan di masyarakat. Antara lain, "pembatasan sosial" yang terdapat dalam UU No. 16 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Ivan Lanin, Wikipediawan Indonesia dan evangelis bahasa Indonesia mengajukan "penjarakan sosial" dan Bambang Trim, salah satu editor senior, mengusulkan "perenggangan sosial". Ada juga yang mengusulkan "menjaga jarak sosial".

Bagaimana dengan istilah penggantinya sekarang, yakni physical distancing?

Sejauh ini, selain "pembatasan fisik", juga ada usulan "jaga jarak fisik dari kalangan masyarakat dan "jaga jarak aman" untuk padanan physical distancing yang dilontarkan oleh pihak pemerintah dalam hal ini Presiden Jokowi sebagai otoritas yang berwenang.

Sejatinya, jika taat asas dan sesuai alur regulasi, jika UU No. 16 Tahun 2018 telah menetapkan "pembatasan sosial", semestinya cukuplah "pembatasan fisik" yang dipilih sebagai padanan untuk physical distancing. Kelar perkara.

Namun, yang  menarik adalah pemerintah lebih menempuh cara pelokalan (localization) dalam menafsirkan makna physical distancing yang ditetapkan oleh WHO dengan menetapkan "jaga jarak aman", alih-alih penerjemahan harfiah (literal translation) seperti "penjarakan fisik" dan "menjaga jarak fisik" atau penafsiran konsep (conceptual interpretation) seperti "pembatasan fisik".

Pelokalan adalah bentuk penerjemahan atau penafsiran atau interpretasi suatu istilah dalam bahasa asli atau bahasa sumber (dalam konteks ini, bahasa Inggris) menjadi padanan istilah yang disesuaikan dengan warna lokal dalam budaya masyarakat pengguna bahasa sasaran. Dalam hal ini, masyarakat Indonesia sebagai pengguna bahasa Indonesia.

Ini suatu hal yang lazim adanya, dan sudah lama dipraktikkan. Contohnya, bagi para penggemar komik serial Donal Bebek, tentu kenal betul dengan tokoh Paman Gober dalam komik serial legendaris tersebut yang telah diterbitkan oleh Kelompok Kompas Gramedia sejak empat dasawarsa silam.

Apakah "Paman Gober" itu nama asli sang tokoh dalam komik versi bahasa aslinya yakni bahasa Inggris?

Tidak. Nama asli sang tokoh miliarder kikir itu dalam komik versi bahasa Inggris adalah Scrooge McDuck atau Uncle Scrooge (disimbolkan dengan "Uncle $crooge"). Konon nama "Gober" diambil dari nama tokoh tersebut dalam komik Donal Bebek versi bahasa Belanda.

Demikian juga nama ketiga keponakan Donal Bebek yang asli Huwey, Dewey, dan Louie dilokalkan menjadi Kwik, Kwek, dan Kwak. Atau sang ilmuwan superpintar namun pelupa atau linglung, Profesor Lang Ling Lung, yang nama aslinya adalah Gyro Gearloose. Deretan nama tersebut tentu lebih terasa Indonesia banget dan lebih familiar bagi masyarakat Indonesia.

Lantas mengapa pelokalan dilakukan?

Yang terutama adalah membangun kedekatan publik dengan objek tertentu. Prinsipnya, semakin orang merasa dekat dengan sesuatu hal yang tidak asing baginya, akan semakin mudah hal tersebut dipahaminya.

Dalam konteks implementasi kebijakan pencegahan penyebaran COVID-19, penggunaan istilah yang dilokalkan akan mengkongkretkan suatu konsep yang abstrak menjadi lebih bersifat teknis implementatif. Diasumsikan istilah "jaga jarak aman" akan lebih dipahami secara teknis alih-alih "pembatasan fisik" yang terkesan abstrak.

Nah, dalam kerangka itulah kita dapat memahami mengapa pemerintah cenderung memadankan istilah physical distancing dengan "jaga jarak aman".

Bagi masyarakat awam, selain mereka akan merasa lebih familiar, juga cenderung mengasosiasikannya dengan sesuatu yang dekat dalam kehidupan mereka. Misalnya, dengan tulisan peringatan "jaga jarak aman" yang biasa terpasang di bak atau bemper truk guna menghindari tabrakan dengan kendaraan di belakangnya.

Alhasil, diasumsikan masyarakat akan mengukur sendiri jarak aman posisi mereka di tempat keramaian atau di tempat umum dengan orang-orang di sekitarnya dalam rangka menghindari tertular virus Korona.

 

Jakarta, 25 Maret 2020

Referensi: kompas.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun