Mohon tunggu...
Nurjannah
Nurjannah Mohon Tunggu... Mahasiswa

saya menyukai tentang bisnis, fashion dan kuliner

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Ketika Mesin-Mesin Sritex Terdiam: 8.400 Karyawan Pulang Tanpa Harapan

28 April 2025   23:34 Diperbarui: 28 April 2025   23:34 4
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi itu, 1 Maret 2025, suasana kawasan pabrik Sritex di Sukoharjo terasa berbeda. Tak ada deru mesin seperti biasa, tak terdengar suara pekerja yang terburu-buru berganti shift. Yang ada hanya keheningan, dan wajah-wajah penuh tanda tanya. Di hari itulah PT Sri Rejeki Isman Tbk, perusahaan tekstil yang sudah berdiri sejak puluhan tahun lalu, resmi menyatakan berhenti beroperasi karena status pailit yang telah inkrah.
Sebanyak 8.400 karyawan menerima pemberitahuan pemutusan hubungan kerja. Sebagian sudah bekerja puluhan tahun, sebagian baru beberapa bulan, namun semuanya merasakan hal yang sama: ketidakpastian. Banyak yang tidak menyangka kabar itu akan datang begitu cepat. Seorang pekerja mengatakan bahwa selama ini ia merasa bangga bisa menjadi bagian dari salah satu perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara. Maka ketika pengumuman PHK itu disampaikan, ia merasa seperti kehilangan sebagian dari identitas dirinya.
Perjalanan panjang Sritex tidaklah singkat. Perusahaan ini pernah menjadi tulang punggung industri tekstil nasional, mengekspor produknya ke lebih dari 30 negara, termasuk seragam militer untuk berbagai lembaga pertahanan dunia. Sayangnya, berbagai tantangan seperti tekanan global, beban utang, dan kondisi pasar yang berubah cepat menjadi ujian berat yang tidak berhasil diatasi.
Di tengah situasi itu, pihak manajemen berupaya menempuh jalur hukum untuk mempertahankan kelangsungan usaha. Kasasi diajukan, dan ketika ditolak, mereka melanjutkan ke Peninjauan Kembali. Namun langkah hukum tersebut belum mampu membalikkan keadaan. Hingga akhirnya, keputusan pailit dinyatakan dan operasional perusahaan dihentikan.
Pemerintah daerah dan pusat memberikan perhatian pada nasib para pekerja. Pemerintah Kabupaten Sukoharjo, misalnya, berupaya membuka ribuan peluang kerja baru bagi para mantan karyawan, bekerja sama dengan perusahaan lain di sekitar wilayah. Sementara itu, Kementerian Ketenagakerjaan menyampaikan komitmen untuk memastikan bahwa seluruh hak pekerja, mulai dari pesangon hingga jaminan sosial, tetap dipenuhi sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Di tengah berbagai langkah tersebut, tidak bisa disangkal bahwa proses adaptasi pasca-PHK akan menjadi tantangan tersendiri bagi para pekerja dan keluarganya. Banyak dari mereka yang sudah terbiasa bekerja dalam sistem produksi industri tekstil, kini harus mencari jalur baru untuk mempertahankan penghidupan. Namun di balik kesulitan itu, ada pula semangat untuk bangkit. Beberapa pekerja mulai mencoba usaha mandiri, berjualan kecil-kecilan, atau mengikuti pelatihan kerja yang ditawarkan secara gratis oleh berbagai lembaga.
Kejadian ini menjadi pengingat bahwa setiap peristiwa besar dalam dunia kerja selalu membawa dampak luas yang menyentuh sisi kemanusiaan. Bukan hanya angka-angka dan data statistik, melainkan juga cerita keluarga, harapan anak-anak, dan perjuangan sehari-hari yang kerap luput dari sorotan. Tidak ada yang menginginkan hal ini terjadi, dan tidak ada yang perlu disalahkan secara personal.
Yang kita butuhkan sekarang adalah ruang dialog yang terbuka dan kebijakan yang berpihak pada keberlangsungan manusia, bukan hanya keberlangsungan angka. Kita semua belajar dari peristiwa ini---baik sebagai pekerja, pengusaha, maupun penyusun kebijakan. Karena pada akhirnya, pembangunan yang sejati adalah pembangunan yang memastikan tidak ada yang tertinggal.
Semoga para pekerja Sritex yang terdampak diberikan kekuatan dan jalan baru yang lebih baik. Karena sekalipun pabrik telah terdiam, semangat manusia untuk bangkit tak pernah benar-benar padam.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun