Sebagai organisasi HAM, YLBHI menjalankan fungsi pengawasan terhadap praktik kekerasan aparat, pelanggaran HAM, dan pelanggaran terhadap prinsip hukum humaniter. Mereka mendesak agar operasi militer di Papua tunduk pada prinsip legalitas, proporsionalitas, dan akuntabilitas. Dalam kasus pembunuhan Apinus, Luther, dan Pendeta Yeremia Zanambani pada 2020, YLBHI ikut mendorong Komnas HAM melakukan investigasi, yang kemudian menyimpulkan bahwa pelaku pembunuhan adalah anggota militer. Namun, proses hukum yang dijalankan hanya menghasilkan vonis ringan, yang menunjukkan lemahnya sistem peradilan militer dalam memberikan keadilan.
Meski YLBHI telah aktif melakukan pengawasan dan pendampingan hukum, kenyataannya sistem hukum di Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam menuntaskan pelanggaran HAM di Papua. Hingga tahun 2022, masih terdapat banyak kasus pelanggaran HAM yang belum terselesaikan di Papua. Alih-alih akan menjadikan Papua menjadi aman, tetapi jumlah korban di Papua terus meningkat baik warga sipil maupun aparat keamanan.
YLBHI berperan sebagai penyeimbang terhadap pasar
Selain sebagai pengawas HAM, YLBHI juga mengadvokasi hak masyarakat adat dan menolak praktik perampasan tanah atas nama investasi. Mereka menekankan pentingnya prinsip FPIC (Free, Prior, and Informed Consent) dalam proyek-proyek ekstraktif, yang sering kali diabaikan oleh perusahaan. Dalam hal ini, YLBHI juga berfungsi sebagai pengawas independen, mengungkap pelanggaran korporasi dan mendorong regulasi yang menghormati HAM. Selain itu, YLBHI secara aktif mendorong agar korporasi bertanggung jawab atas dampak sosial-lingkungan yang ditimbulkan oleh proyek mereka, serta menolak pembenaran kekerasan atas nama keamanan investasi. Dengan demikian, YLBHI berperan penting dalam menantang dominasi ekonomi pasar yang eksploitatif, dan mendorong model pembangunan yang lebih adil dan berkelanjutan.
Sikap dan Tuntutan YLBHI
Melalui siaran pers resminya, YLBHI menyampaikan beberapa tuntutan yang menjadi bentuk sikap kritis terhadap negara:
Presiden Republik Indonesia diminta mencabut UU No. 3 Tahun 2025 karena membuka ruang operasi militer yang melahirkan dugaan pelanggaran HAM berat.
Menteri Hukum dan HAM didesak mencari alternatif resolusi politik dan dialog untuk menyelesaikan konflik di Papua.
Komnas HAM diminta segera membentuk tim investigasi atas dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan di Intan Jaya.
Panglima TNI segera perintahkan Kogabwilhan III untuk memfasilitasi Komnas HAM RI agar dapat menyelidiki Anggota Satgas Gabungan TNI Koops Operasi Habema di Intan Jaya atas dugaan tindakan pidana pelanggaran HAM berat dalam bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan.
Referensi