Kepemimpinan seperti ini berlandaskan pada integritas, kejujuran, dan pengendalian diri yang kuat, yang merupakan cerminan dari ajaran pangawikan pribadi. Seorang pemimpin yang mengenal dirinya sendiri akan lebih cenderung untuk menghindari tindakan yang merugikan orang lain dan lebih fokus pada pencapaian tujuan yang lebih besar.
3. Menghindari Kekhawatiran yang Mendasari Korupsi
Sebagai manusia, kita seringkali terjebak dalam kekhawatiran dan ketakutan yang timbul ketika keinginan kita tidak tercapai. Kekhawatiran ini, menurut Ki Ageng Suryomentaram, bisa membawa seseorang pada perasaan tertekan, cemas, bahkan marah, yang bisa mendorong individu untuk melakukan hal-hal yang tidak etis. Dalam konteks pencegahan korupsi, kekhawatiran yang berlebihan---terutama mengenai status sosial, materi, dan kekuasaan---dapat menjadi pendorong tindakan yang menyimpang.
Namun, ajaran beliau mengajarkan bagaimana cara untuk mengelola kekhawatiran ini. Dengan mengendalikan karep dan nyawang diri secara lebih dalam, seseorang bisa mengurangi kecemasan yang tidak perlu dan lebih fokus pada tujuan hidup yang lebih mulia.Â
Pemimpin yang tidak terperangkap dalam kekhawatiran tentang kedudukan atau harta benda akan lebih mampu bertindak dengan keadilan dan keseimbangan, serta tidak mudah tergoda untuk melakukan korupsi.
4. Pentingnya Keseimbangan Batin dalam Kepemimpinan
Kawruh Jiwa Ki Ageng Suryomentaram juga mengajarkan tentang pentingnya keseimbangan batin dalam menjalani kehidupan. Kepemimpinan yang sukses tidak hanya bergantung pada kecakapan teknis atau kekuatan fisik, tetapi juga pada kemampuan untuk menjaga keseimbangan batin. Pemimpin yang mampu mengendalikan dirinya sendiri, yang tidak terbawa oleh keinginan pribadi yang tak terkendali, akan lebih mampu memimpin dengan bijaksana, menciptakan lingkungan yang harmonis, dan menghindari kesalahan moral, termasuk korupsi.
Dengan mempraktikkan ajaran pangawikan pribadi dan kawruh jiwa, seorang pemimpin dapat membentuk karakter yang kokoh, yang tidak mudah terpengaruh oleh godaan duniawi. Pemimpin seperti ini tidak akan memperjualbelikan integritasnya untuk keuntungan pribadi, dan akan berfokus pada kepentingan bersama, serta memberi contoh yang baik bagi masyarakat.
Kebatinan Ki Ageng Suryomentaram sangat relevan dalam pencegahan korupsi dan transformasi dalam memimpin diri sendiri, karena ajaran-ajaran beliau menekankan pada pengendalian batin dan kesadaran diri yang mendalam. Salah satu aspek penting dalam ajaran beliau adalah pengelolaan karep atau keinginan.Â
Keinginan manusia, jika tidak dikelola dengan bijaksana, dapat berkembang menjadi ambisi yang tak terkendali dan akhirnya menjerumuskan pada tindakan yang tidak etis, seperti korupsi. Dalam konteks ini, pangawikan pribadi menjadi kunci utama untuk mengenali dan mengendalikan keinginan diri yang mungkin tidak sehat, yang dapat menyebabkan ketamakan, keserakahan, dan tindakan yang merugikan orang lain.
Keinginan yang tidak terkendali ini sering kali muncul dalam bentuk semat (kekayaan), derajat (kehormatan), dan keramat (kekuasaan). Dalam ajaran Ki Ageng Suryomentaram, keinginan untuk mengejar harta, status, atau kekuasaan tanpa kontrol dapat menurunkan moralitas seseorang. Pemimpin yang terjebak dalam karep untuk mendapatkan semat atau derajat lebih tinggi, misalnya, akan cenderung mengabaikan etika dan integritas, bahkan melakukan praktik korupsi demi memenuhi ambisinya.