Mohon tunggu...
Nurohmat
Nurohmat Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar

Pecinta Literasi dan Pendaki Hikmah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Mengagungkan Tuhan

29 Juni 2019   07:13 Diperbarui: 29 Juni 2019   07:34 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada cerita yang cukup populer di kalangan pemerhati dan praktisi sufistik, yang menceritakan tentang Abu Yazid Al Bustomi  saat mendengarkan khotib sholat jumat membacakan surat Al An'am ayat 91, Wamaa qodarullaha haqqo qodrihi....., Mereka tidak mengagungkan/memuliakan Allah sebagaimana mestinya....

Mendengar ayat tersebut, Abu Yazid menangis. Dalam hatinya ia berkata, "Siapalah aku ini, diri ini tidak sanggup memuliakan-Mu sebagaimana mestinya".

Kesedihan Abu  Yazid tersebut menunjukkan bahwa sebagai manusia sejatinya kita memang tidak mampu mengagungkan Allah sebagaimana mestinya. Kita hanya berupaya semaksimal mungkin yang kita bisa untuk mengagungkan Tuhan, itu pun jika kita mau berupaya. Tapi, semaksimal apapun kita berupaya tak kan pernah cukup untuk mengagungkan Tuhan.

Jangan terlintas dalam pikiran kita jika syahadat, sholat, zakat, puasa, dan haji kita mencukupi untuk mengagungkan Tuhan. Sehebat apapun kita beribadah, setulus apapun kita berbuat kebaikan terhadap sesama, sejatinya tidak cukup untuk mengagungkan Allah. 

Apalagi kita ini yang masih banyak melakukan kemaksiatan, banyak menyakiti masyarakat, tetangga, sahabat, orang tua, tidak peduli terhadap anak yatim, orang miskin, dan kaum mustadh'afin lainnya. Semestinya tangisan kita melebihi tangisan Abu Yazid Al Bustami ketika merenungkan surat Al An'am ayat 91.

Untuk memuliakan orang tua saja kita tak mampu, memuliakan anak yatim apalagi, memuliakan tetangga juga kita tak bisa, bagaimana kita berpikiran mampu memuliakan Tuhan yang tidak tampak oleh mata.

Bukankah kita ini masih memelihara sifat berkeluh kesah, tidak bersyukur terhadap nikmat Tuhan, masih panjang angan-angan, masih mengganggap diri lebih baik kebaikannya dari orang lain. Bila demikian, jangan berpikiran kita mampu mengagungkan Allah.

Lalu bekal apa yang harus dibawa bila kita dipanggil oleh Tuhan, sementara kita masih seperti ini?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun