Mohon tunggu...
Nur Muchson
Nur Muchson Mohon Tunggu... Health & Wellness

Menyukai bidang tekhnologi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sejarah Tercipatnya Bahasa Manusia

11 Oktober 2025   04:01 Diperbarui: 11 Oktober 2025   04:01 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahasa manusia adalah salah satu anugerah evolusi yang paling unik. Sejak zaman purba, manusia telah berusaha memahami darimana bahasa berasal. Charles Darwin pun pernah berpendapat bahwa bahasa muncul dari imitasi suara alam --- misalnya jeritan hewan atau bunyi alam sekitar id.wikipedia.org. Namun, para ahli linguistik dan antropolog modern belum menemukan jawaban pasti tentang asal-usul bahasa. Berbagai spekulasi dan teori pun muncul untuk menjelaskan proses kreatif ini. Artikel ini membahas teori-teori populer (Bow-wow, Ding-dong, Pooh-pooh, Yo-he-ho) beserta contoh dan kritiknya, serta pandangan kontemporer tentang evolusi bahasa dari masa prasejarah hingga modern.

  • Teori Bow-wow (Imitasi Suara Hewan)

Teori Bow-wow menyatakan bahwa kata pertama manusia tercipta dari tiruan suara hewan atau alam. Dengan kata lain, manusia purba meniru suara hewan (seperti gonggongan anjing "wow-wow" atau raungan singa) untuk menyampaikan arti. Menurut Wikipedia, "kata-kata bermula sebagai imitasi dari teriakan hewan-hewan liar atau burung"id.wikipedia.org. Sebagai contoh, seseorang mungkin meniru gonggongan anjing ("woof!") untuk memberi tahu orang lain bahwa ada anjing di dekatnya. Sisi kuat teori ini adalah kesederhanaannya: mudah dibayangkan manusia meniru suara binatang saat belajar bicara polilingua.com. Namun, kelemahannya serius: bahasa modern sangat kompleks (memiliki tata bahasa, kata abstrak, aturan sintaks) sehingga sulit dijelaskan hanya dari tiruan suara binatang. Bow-wow tidak menjelaskan bagaimana konsep abstrak (misalnya "cinta" atau "keadilan") muncul dari suara alam. Selain itu, teori ini dianggap terlalu mekanistik dan naif oleh banyak ahli kontemporer id.wikipedia.org. Sebagaimana disinggung oleh sumber polilingua, teori ini "tidak mempertimbangkan kompleksitas dan struktur bahasa modern" sehingga gagal menjelaskan evolusi bahasa yang sejati polilingua.com.

  • Teori Pooh-pooh (Seruan Emosional)

Berbeda dengan Bow-wow, teori Pooh-pooh mengaitkan asal bahasa dengan seruan emosional manusia. Ide dasarnya, kata pertama berasal dari ekspresi refleks emosional seperti teriakan kesakitan ("aduh!"), kegirangan ("uhuy!"), atau ketakutan ("aho!"). Dalam teori ini, manusia purba awalnya hanya mengeluarkan vokalisasi spontan untuk menyampaikan perasaan dasar. Misalnya, saat terluka, ia mungkin berteriak "oh!" atau "uah!" yang kemudian diulang dan menempel menjadi suara bermakna. Teori ini pertama kali diajukan oleh Henry Sweet pada abad ke-19polilingua.com. Kelebihannya dibanding Bow-wow, teori Pooh-pooh mempertimbangkan unsur psikologis: ia mengakui bahwa komunikasi awal sangat dipengaruhi emosi, dan kompleksitas bahasa bisa lahir dari perkembangan vokal emosional perlahan polilingua.com. Namun, kelemahannya adalah kekurangbuktiannya. Sumber Polilingua menekankan bahwa teori ini "hanya berspekulasi" tanpa bukti konkret dari masa prasejarah polilingua.com. Bahkan jika manusia meniru seruan emosional, itu tidak menjelaskan bagaimana struktur gramatikal dan kosakata yang kaya dapat muncul. Seperti halnya teori Bow-wow, banyak ilmuwan menganggap Pooh-pooh terlalu sederhana dan tidak memadai untuk menggambarkan evolusi bahasa secara menyeluruh id.wikipedia.org.

Teori Ding-dong (Resonansi Alam)

Teori Ding-dong adalah varian yang agak mirip Bow-wow, namun lebih filosofis. Teori ini dikemukakan Jan Baudouin de Courtenay (1913) dan Max Mller (1861)id.wikipedia.org. Intinya, "semua mahluk memiliki sebuah getaran resonansi alami" dan manusia awal melodiakan getaran itu dalam kata-kata id.wikipedia.org. Misalnya, bunyi "ding" mewakili loncatan logam, atau "krak" untuk sesuatu yang retak. Dalam bahasa sehari-hari, onomatope seperti "boom" atau "meow" adalah contoh sederhana. Jadi Ding-dong berargumen, setiap benda/keadaan punya nada khas yang diungkapkan melalui suara. Sisi positif teori ini adalah keterhubungan alami antar suara dan arti. Akan tetapi, seperti dicatat oleh Polilingua, teori Ding-dong kebanyakan ditolak karena minim bukti ilmiah polilingua.com. Bunyi alam memang bisa meniru beberapa kejadian fisik, tapi tidak ada data arkeologis menunjukkan nenek moyang kita konsisten menggunakan "resonansi alam" sebagai dasar bahasa. Selain itu, teori ini sulit menjelaskan variasi suara makna: banyak konsep tidak bersuara (misalnya pikiran abstrak) yang tidak memiliki resonansi alami untuk ditiru.

  • Teori Yo-he-ho (Bahasa dari Kerja Sama)

Teori Yo-he-ho menghubungkan asal bahasa dengan kerja kolektif fisik. Dikemukakan oleh Edward Tylor (1871) polilingua.com, teori ini membayangkan nenek moyang manusia saat bekerja sama mengangkat atau menarik beban berat. Sambil menarik pohon, misalnya, mereka mengeluarkan teriakan ritmis seperti "yo!" dan "heave!". Dari usaha menyinkronkan tenaga itulah, suara-suara ritmis berkembang menjadi pola bahasa dasar. Menurut teori ini, aktivitas komunal (dayung perahu, mengangkat kayu) membentuk pondasi ritme vokal yang akhirnya punya struktur gramatikal sederhana polilingua.com. Kelebihan teori Yo-he-ho adalah menekankan konteks sosial-praktis dibanding sekadar spekulasi mekanistik. Modern linguistik menganggap teori ini lebih masuk akal karena ia tidak berfokus pada asal muasal imajinatif, melainkan situasi nyata di masa purba polilingua.com. Akan tetapi, teori ini juga terbatas pada tahap awal bahasa. Mungkin masuk akal untuk menjelaskan kata-kata ekspresi fisik (misal "heave-ho!"), tetapi sulit menjelaskannya menjadi bahasa kompleks dengan tata bahasa penuh. Selain itu, seperti teori klasik lainnya, Yo-he-ho tidak memberikan bukti konkret; hanya analogi kerja tim yang dihipotesiskan polilingua.com.

  • Analisis Kritis Teori Klasik

Secara keseluruhan, keempat teori klasik di atas (Bow-wow, Pooh-pooh, Ding-dong, Yo-he-ho) dianggap inspiratif tetapi tidak lengkap oleh mayoritas ahli bahasa masa kini. Sebagaimana dicatat dalam literatur, banyak ilmuwan modern menganggap teori-teori tersebut "lebih naif dan tidak relevan"id.wikipedia.org en.wikipedia.org. Masalah utamanya adalah semua teori ini bersifat mekanistik: menganggap begitu manusia menemukan satu cara menghubungkan suara dengan makna, bahasa langsung berkembang otomatis id.wikipedia.org. Faktanya, pengembangan bahasa membutuhkan banyak faktor: kemampuan kognitif, konteks sosial, hingga genetik spesifik. Oleh karena itu, teori-teori lama ini hanya memberikan sedikit gambaran parsial; mereka gagal menjelaskan pembentukan tata bahasa, kosakata abstrak, dan struktur linguistik yang kompleks pada manusia modern. Sebagai contoh, bahasa modern memiliki fitur referensi teralihkan (berbicara tentang hal yang tak terlihat saat itu), suatu konsep yang tak bisa diturunkan dari sekadar tiruan suara alam id.wikipedia.org.

  • Teori Evolusi Modern (Konteks Kontemporer)

Dalam studi modern, evolusi bahasa dilihat sebagai proses panjang dan kompleks yang melibatkan genetika, biologi, dan budaya. Banyak ahli bahasa kini setuju bahwa bahasa berkembang secara bertahap selama ratusan ribu tahun. Misalnya, Polilingua menyebut "teori evolusi" yang menganggap bahasa muncul perlahan akibat tekanan lingkungan dan sosial polilingua.com. Pendekatan ini sejalan dengan pandangan Steven Pinker (1994) yang memandang bahasa sebagai bawaan lahir yang berevolusi secara bertahap id.wikipedia.org. Pinker dan banyak ilmuwan lainnya berargumen bahwa otak manusia memperoleh kemampuan berbahasa melalui adaptasi bertahap, bukan lompatan tiba-tiba. Sebaliknya, Noam Chomsky (1980-an) pernah menyatakan bahasa sebagai hasil mutasi tunggal ("saltasi") yang muncul dengan struktur Universal Grammar sempurna id.wikipedia.org id.wikipedia.org. Pandangan Chomsky ini masih diperdebatkan; banyak peneliti modern lebih condong ke evolusi bertahap daripada kejutan tunggal.

Di sisi lain, teori kontemporer lain menggarisbawahi aspek sosial. Michael Tomasello, misalnya, melihat bahasa berawal dari kapasitas kognitif sosial primata --- seperti pemahaman niat dan kerjasama --- yang lama-kelamaan menciptakan simbol (isyarat) untuk komunikasi id.wikipedia.org. Ada pula yang menyoroti evolusi gestural (isyarat tangan) sebelum bicara vokal, didukung bukti neurologis bahwa area otak bicara (Broca) juga mengendalikan gerakan tangan. Pendekatan-pendekatan modern ini belum sepenuhnya konklusif dan kadang saling bersaing, tetapi semuanya mencoba menjelaskan alur lintas-disiplin evolusi bahasa: dari faktor biologis (genetik FOXP2, struktur otak) hingga konteks budaya.


Perkembangan Bahasa dari Prasejarah hingga Modern

Bagaimana ahli sebenarnya melihat perjalanan bahasa sepanjang sejarah manusia? Tidak ada catatan tertulis dari zaman pra-sejarah, sehingga para peneliti mengandalkan metode tidak langsung: perbandingan linguistik, genetika, arkeologi, hingga pengamatan bahasa isyarat modern (misal Bahasa Isyarat Nikaragua). Meskipun begitu, konsensus saat ini adalah bahasa lisan sudah muncul sejak Homo sapiens setidaknya 100.000 tahun yang lalu. Sebuah studi statistik oleh Johanna Nichols menunjukkan bahwa bahasa vokal manusia telah berdiversifikasi minimal sekitar 100.000 tahun lalu id.wikipedia.org. Temuan ini didukung data genetika dan arkeologi yang mengindikasikan bahasa muncul di Afrika subsahara bersamaan dengan spesiasi Homo sapiens id.wikipedia.org.

Para ahli masih berdebat kapan persisnya kemampuan bahasa muncul. Beberapa meletakkannya jauh ke masa Homo heidelbergensis (~600.000 tahun lalu) atau bahkan Homo erectus (~1,8 juta tahun lalu) id.wikipedia.org. Yang pasti, sejak masa Homo sapiens modern (150.000--50.000 tahun yang lalu) sudah tampak perilaku simbolis --- seperti ritual berbalut lukisan tubuh --- yang menunjukkan adanya komunikasi kompleks id.wikipedia.org id.wikipedia.org. Di era prasejarah yang berlalu ratusan ribu tahun tanpa tulisan, bahasa berkembang lewat generasi ke generasi. Semua bahasa modern pada dasarnya memiliki kompleksitas serupa; tidak ada bahasa "primitif" dalam arti sederhana id.wikipedia.org. Dengan kata lain, perkataan para ahli bahasa kontemporer menegaskan bahwa, selain pidgin, semua bahasa lisan manusia sama-sama ekspresif dan kompleks id.wikipedia.org.

Sementara itu, antropolog melihat bahasa sebagai bagian dari dinamika kebudayaan. Sebagai contoh, situs pendidikan Ultimateducation mencatat bahwa faktor-faktor berikut menyebabkan keragaman bahasa di dunia ultimateducation.co.id:

  • Penyebaran manusia: Migrasi manusia purba ke berbagai benua membuat bahasa berkembang berbeda sesuai lingkungan dan kontak komunitas.
  • Isolasi geografis: Pegunungan, lautan, dan hutan memisahkan kelompok, sehingga bahasa masing-masing berkembang secara mandiri (membentuk dialek unik)ultimateducation.co.id.
  • Pengaruh budaya: Tradisi, agama, dan kehidupan sosial mempengaruhi kosakata suatu masyarakat. Bahasa tumbuh seiring nilai budaya yang dianut.
  • Kolonialisme: Penjajahan oleh kekuatan asing menyebarkan bahasa penjajah (misal Inggris, Spanyol, Prancis) ke berbagai wilayahultimateducation.co.id.
  • Globalisasi: Kemajuan komunikasi menempatkan sebagian bahasa sebagai lingua franca (mis. Inggris modern), tapi sebagian masyarakat tetap memelihara bahasa lokalnya.

Dengan demikian, ragam dan perkembangan bahasa selalu terhubung erat dengan sejarah migrasi, perubahan sosial, dan transformasi budaya manusia. Misalnya, meski asal usulnya di Afrika, bahasa-bahasa sekarang tersebar luas dan berevolusi terus; Inggris, Mandarin, dan Spanyol menguasai komunikasi global berkat kolonialisme dan teknologi, sementara bahasa-bahasa kecil tetap ada di komunitas lokal.

Bahasa dan Identitas Budaya

Bahasa bukan sekadar alat komunikasi; ia juga cerminan budaya dan identitas kelompok. Setiap bahasa memuat kosakata, ungkapan, dan struktur yang terhubung ke cara pikir komunitas penuturnya. Misalnya, dalam bahasa Jepang terdapat tingkatan kesopanan yang kompleks, mencerminkan hierarki sosial masyarakatnya. Bahasa Arab kaya kosakata tentang padang pasir, menggambarkan kedekatannya dengan lingkungan gurun. Bahasa Indonesia, di sisi lain, berfungsi sebagai pemersatu ratusan suku, mencerminkan semangat kebhinekaan dan persatuan bangsaultimateducation.co.id. Dengan begitu, mempelajari bahasa juga berarti memahami nilai dan tradisi kebudayaan di baliknya. Ahli antropologi berpendapat bahwa lewat bahasa kita dapat menguak pola pikir dan sejarah suatu masyarakat, sehingga perkembangan bahasa hingga modern senantiasa terkait dengan dinamika budaya dan identitas.

Sebagai contoh, Ultimateducation menekankan bahwa bahasa mencerminkan keragaman budaya. Setiap bahasa bisa dianggap sebagai "jendela budaya" yang menunjukkan kebiasaan dan nilai masyarakatnyaultimateducation.co.id. Oleh karena itu, evolusi bahasa sejak prasejarah tidak hanya dilihat dari segi biologis, tetapi juga kontekstual: bagaimana bahasa membantu manusia berkoordinasi dalam komunitas, menegaskan kepercayaan, serta menyalurkan seni dan pengetahuan antar generasi. Konsensus para ahli sekarang juga menegaskan tidak ada bahasa modern yang primitif; meski ada bahasa dengan sejarah pendokumentasian yang lebih pendek (misal pidgin atau bahasa kreol), semua bahasa lisan manusia memiliki struktur kompleks serupaid.wikipedia.org.

Pandangan Ahli Bahasa dan Antropolog

Para ahli bahasa dan antropolog saat ini memandang perkembangan bahasa sebagai fenomena multi-disipliner. Secara garis besar, ada dua pendekatan utama: kontinuitas versus saltasi. Pendukung kontinuitas (sebagian besar ilmuwan modern) percaya bahasa muncul perlahan dari komunikasi primata yang ditingkatkan secara bertahapid.wikipedia.org. Misalnya, Steven Pinker berargumen bahwa manusia telah memiliki "insting bahasa" yang berevolusi dari kemampuan kognitif primata lainnyaid.wikipedia.org. Sebaliknya, pendukung saltasi (seperti Chomsky) menganggap bahasa muncul tiba-tiba akibat mutasi tunggal. Dalam beberapa dekade terakhir, kebanyakan linguist cenderung ke pandangan kontinuitas, menyoroti bukti genetika dan arkeologi.

Antropolog pun berkontribusi pada pemahaman ini melalui studi evolusi budaya. Penemuan fosil dan artefak simbolis (misal ukiran kuno, lukisan gua) memberikan konteks bagaimana manusia awal mulai menggunakan lambang. Studi genetik (misal gen FOXP2 pada manusia dan Neanderthal) menunjukkan adaptasi bicara berkembang setidaknya 500.000--600.000 tahun lalu. Secara keseluruhan, konsensus lapangan saat ini adalah bahasa lisan mulai berkembang seiring kemunculan Homo sapiens, dan kemudian terus berubah hingga membentuk bahasa-bahasa modern yang kita kenal sekarangid.wikipedia.org. Ahli juga meyakini bahwa sebelum penemuan tulisan (~5.000 tahun lalu), perubahan bahasa tercatat hanya lewat rekonstruksi linguistik (misal bahasa Proto-Indo-Eropa) dan perbandingan antar bahasa. Dari perspektif antropologis, bahasa adalah jalinan sejarah hidup manusia: mencerminkan perjalanan migrasi, kontak antar budaya, penemuan teknologi, dan perkembangan sosial sepanjang zaman.

Sebagai ringkasan, meski asal-muasal tepatnya masih misterius, para peneliti sepakat bahwa bahasa manusia adalah hasil evolusi panjang --- gabungan antara imitasi alamiah, ekspresi emosional, kerjasama sosial, dan adaptasi biologis. Teori-teori klasik memberikan wacana awal (dari Bow-wow hingga Yo-he-ho), sementara penelitian mutakhir menempatkan bahasa dalam bingkai evolusi biologis dan kultural. Studi lebih lanjut (misal linguistik komputasional, neuroscience, genetika) terus mengurai teka-teki ini. Bagi pembaca yang ingin menggali lebih jauh, banyak sumber edukatif membahas topik ini dengan lengkap. Sebagai contoh, situs Ultimateducation menyediakan penjelasan ringkas tentang asal-usul bahasa dan keragamannyaultimateducation.co.id, yang dapat dijadikan referensi pembelajaran lebih lanjut.

Daftar Pustaka: Sumber di atas diambil dari literatur linguistik dan antropologi modern, termasuk artikel Wikipedia dan publikasi akademik terbaru polilingua.com, id.wikipedia.org, ultimateducation.co.id, serta artikel Ultimateducation sebagai ilustrasi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun