Mohon tunggu...
Nur Mala
Nur Mala Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswa

Hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Puisi Kontemporer

17 Desember 2022   19:00 Diperbarui: 17 Desember 2022   19:08 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

penulis menggambarkan rasa skit ketika berakhirnya sebuah hubungan yang dijalani bagaikan hujan rinai yang perlahan akan lebat dan menyisakan genangan. Begitu hancurnya sebuah rasa pada hubungan yang telah usai digambarkan pada kata terakhir, yaitu "ancai".

2. Senandika

Senandika merupakan jenis prosa baru yang di dalam karya tersebut hanya terdapat tokoh aku, kamu, atau dia. Karya prosa senandika lebih seperti menjelaskan konflik batin tokoh. Lebih simpelnya itu seperti curhat. Padahal sebenarnya penulis tidak curhat, hanya ingin menyampaikan informasi lewat kata-kata yang indah dengan hanya ada tokoh aku, kamu, atau dia.

Senandika hampir serupa dengan puisi hanya saja membedakannya puisi tidak membutuhkan paragraf dalam artian, tubuh puisi bisa ditulis dengan bebas. Sementara, senandika membutuhkan paragraf, untuk senandika itu sendiri biasanya ditulis tiga sampai lima paragraf, atau bisa lebih, dan satu paragraf pada senandika wajib memiliki tiga titik.

Contoh senandika:

Cinta dalam Diam
Oleh: Nurmala


Puisiku mati dalam tiap baitnya. Diksi yang tidak karuan memorak-porandakan kalimatnya. Frasa yang mati suri, hidup kembali namun tak berarti. Aku, mati dilahap rindu. Kian hari dibakar api cemburu.

Kembali, kutuliskan aksara. Mencoba berdamai dengan rasa. Namun api itu sudah terlanjur membakar dada. Sesak! Cinta membuatku kehabisan kata.

Akan kutulis apalagi puisi tentangmu? Tiada huruf yang mampu mewakili rasa ini. Merana, menanggung rindu sendiri. Beginikah sejatinya cinta?

Sebenarnya sangat sulit bagi wanita untuk mengungkapkan cinta. Semesta pun tidak setuju. Para manusia akan melihat dengan pandangan yang tidak bisa dijelaskan. Haruskah kupertahankan rasaku?

Sudahlah! Lebih baik cinta ini dibakar saja. Kan kukoyak dengan amarah dan kulupakan dengan rasa yang terabaikan. Namun tiba-tiba, sesuatu yang dingin memadamkan api itu. Ternyata dia juga menggenggam sepotong rindu yang sama. Ternyata ini semua masalah waktu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun