Mohon tunggu...
Lateefa Noor
Lateefa Noor Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis amatir yang selalu haus ilmu.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Sadar Porsi dan Posisi

19 September 2023   19:36 Diperbarui: 19 September 2023   19:44 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Somchai Sumnow from Pixabay

Bahagiaku atas hadirmu sepertinya belum begitu lama, namun rasanya hatiku harus patah saat ini juga. Terluka lagi entah untuk yang ke berapa kalinya. Sadarku memuncak. Yakinku goyah. Setelah ku tahu bahwa masih ada dia, sebelumku, yang bermain-main dengan rasamu. Bodohnya aku yang baru menyadari.

Ini bukan salahmu. Ini hanyalah karena pekaku yang terlampaui lambat memaknai. Cerita singkatmu tentangnya tak kuikuti dengan sepenuh hati, hingga membuat semua jadi kacau begini.

Lalu, aku bisa apa?

Seandainya saja ini lautan, aku akan berteriak sekencang-kencangnya. Mengadukan segala resah pada ombak, pada milyaran pasir yang berserakan, dan pada birunya air yang selalu saja terlihat indah. Namun, semua hanya sebatas ilusiku semata.

Andai saja ini gunung, aku akan berteriak sekuat-kuatnya. Mengadukan segala gundah pada pepohonan nan hijau dan pada alam yang masih saja bersahaja. Namun, semua tak mampu menuntaskan segala risauku yang kian menggebu.

Kusadari, di sini, tempatku bernaung hanyalah sepetak kamar kecil yang sepi, kosong tak bernyawa. Andai saja. Selalu saja begitu, aku hanya pandai berandai-andai. Aku hanya pandai membayangkan keindahan dan kebahagiaan menyapa dengan senyum indah yang kau urai. Namun, semua hanyalah imajinasi belaka. Hampa.

Kebahagiaan yang baru saja kurasa pun ternyata hanya fatamorgana. Kebahagiaan sesaat, penuh kesan, namun hanya sebait kisah semu yang harus segera aku lenyapkan dan kemudian patut dimusnahkan hingga tak bersisa secuil pun.

Andai memusnahkan itu mudah. Andai mengabaikan itu mudah.

Posisi ini menyulitkanku. Menyayangimu yang bukan hakku. Merinduimu yang bukan milikku. Rindu terlarang ini mengusikku. Menggerus kedamaian hatiku. Andai saja. Ah, andai saja rasa sayangmu itu seutuhnya untukku. Andai rindumu itu segalanya milikku. Bukan dibagi dengan wanita itu.

Pandai sekali aku berandai-andai. Aku seharusnya menyadari bahwa aku tak semestinya datang sebagai bayangan. Berlagak seperti hantu yang tak nyata merusak keutuhan kisahmu itu; sebuah romansa yang telah kau bina dengan sempurna.

Jujur saja, ini bukan mauku. Tentunya bukan maumu juga, kan? Kita hanya terjebak. Terjebak dalam manisnya kedamaian hati yang dirangkai sendiri. Jebakan ini teramat dalam, hingga tak tahu lagi jalan keluar. Apalagi, beranjak dari zona nyaman yang telah tersusun begitu rapi.

Aku harus bagaimana?

Rasa nyaman ini tidak salah. Rasa sayang ini pun tak salah. Rasa rindu ini juga tak salah.

Suatu pembelaan diri atau lebih tepatnya celoteh sang pengecut yang tak berani mengaku salah.

Sejatinya, memang kita lah yang salah.

Kita semestinya berani dengan lantang mengakui. Perihal laku kita yang keliru atau kita yang tanpa ragu berperan sebagai benalu yang tak tahu malu. Kita pun terlalu tenang bermain-main dengan rasa, hingga akhirnya terperangkap dalam jebakan asa yang tak nyata.

Kini, aku harus sadar diri. Aku harus tahu posisi. Aku harus rela melepasmu. Meninggalkan yang tak semestinya pantas menjadi tempat singgahku. Mungkin ini saat yang tepat bagiku untuk undur diri. Toh sebelumnya aku hanya orang asing bagimu, bukan? Jadi, pergi darimu, kurasa akan terkesan tanpa beban.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun