Mohon tunggu...
Nurjannah Dongoran
Nurjannah Dongoran Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Politeknik Pembangunan Pertanan Medan

Plantation Crop Production Technology

Selanjutnya

Tutup

Nature

Menjadikan Kelapa Sawit Sebagai Komoditas Perkebunan Andalan dengan Pengembangan Kelapa Sawit Sebagai Biofuel

26 Juni 2022   23:15 Diperbarui: 26 Juni 2022   23:16 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Selama manusia hidup di bumi ini, manusia tidak pernah dapat lepas dari ketergantungan terhadap alam dan selalu akan membutuhkan sesuatu dari alam. 

Mulai dari hal paling sederhana, yaitu oksigen yang terkandung di dalam udara, air bersih hingga sumber daya alam mineral berupa minyak bumi, gas bumi, bijih besi, tembaga, timah dan sebagainya. Umur bumi yang semakin tua, dibarengi dengan kebutuhan manusia yang semakin beragam membuat ketergantungan terhadap alam semakin tinggi sedangkan sumber daya alam mineral semakin menipis persediaannya, karena sumber daya alam ini tergolong sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui.

Kelangkaan sumber daya alam ini, khususnya minyak bumi menyebabkan semakin meningkatnya harga, hal ini telah dibahas pada Konferensi PBB mengenai Perubahan Iklim atau United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) di Copenhagen, Denmark yang diadakan pada bulan Desember tahun 2009 membahas begitu banyak agenda multilateral tentang perubahan iklim (climate change). 

Fokus utama ialah bagaimana emisi karbon bisa ditekan atau dikurangi sehingga perubahan iklim terutama suhu udara tidak melebihi dua derajat celcius dalam seratus tahun mendatang. Kenaikan suhu udara melebihi dua derajat celcius atau lebih dalam seratus 100 tahun mendatang akan berdampak sangat luas kepada kehidupan umat manusia.

Pada saat konfrensi tersebut sekitar 190 negara terlibat dalam Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim yang dimulai sejak Protokol Kyoto diratifikasi. Protokol Kyoto sendiri mengharuskan semua negara di dunia berperan serta mengurangi emisi karbon untuk mencegah perubahan iklim dalam bentuk kenaikan suhu pemanasan global. 

Hal ini membuat isu global warming betul-betul menjadi isu yang sangat penting. Salah satu hasil kesepakatan dari protokol kyoto adalah dengan mencari sumber energi alternatif yang terbarukan untuk mengganti ketergantungan terhadap energi yang tidak terbarukan yang berasal dari fosil, seperti minyak bumi. Salah satunya adalah dengan menggunakan biofuel, Apalagi pemerintah pada September 2008 mewajibkan industri untuk memenuhi 2,5% kebutuhan energinya dari Bahan Bakar Nabati.


Biofuel (bio dan fuel), didefinisikan sebagai bahan  bakar yang sumbernya berasal dari proses-proses biologi (terbarui). Bahan bakar ini dapat diambil dari tetumbuhan, hewan, ataupun sisa-sisa hasil pertanian. 

Secara umum terdapat tiga metode untuk mendapatkan biofuel yaituypembakaran sisa-sisa organik seperti buangan rumah tangga/industrial, sisa-sisa hasil pertanian, kayu, dan gambut; fermentasi anaerob semisal dalam proses pembuatan biogas dari kotoran hewan; dan fermentasi aerob (terdapat dua tipe utama), yang menghasilkan alkohol (bioetanol) dan ester (biodiesel).

Tujuan penulisan artikel ini untuk memberi gambaran tentang kemanfaatan dari perkembangan biofuel dari kelapa sawit serta keunggulannya yang menyatakan bahwa kelapa sawit memiliki potensi besar menjadi Biofuel karena Menurut Oil World, minyak sawit saat ini berada di urutan kedua minyak nabati yang paling banyak dikonsumsi di dunia, menyumbang sekitar 23 persen suplai lemak dan minyak nabati dunia dan kelapa sawit adalah bibit minyak yang paling produktif di dunia. 

Satu hektar kelapa sawit dapat menghasilkan 5.000 kg minyak mentah, atau hampir 6.000 liter minyak mentah menurut data dari Journey to Forever. 

Sebagai pembanding, kedelai dan jagung hanya menghasilkan sekitar 446 dan 172 liter per hektar. Produktifitasnya yang tinggi menyebabkan harga produksi menjadi lebih ringan, selain itu masa produksi kelapa sawit yang cukup panjang (22 tahun) juga akan turut mempengaruhi ringannya biaya produksi yang dikeluarkan oleh pengusaha kelapa sawit. Kelapa sawit juga merupakan tanaman yang paling tahan hama dan penyakit dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Sawit memang tidak dapat ditandingi dengan kedelai maupun minyak bunga matahari.

Sawit banyak memiliki keunggulan daripada kedelai, misalnya dari segi harga, sawit relatif lebih rendah ketimbang kedelai. Hal ini lebih dikarenakan kedelai sebagai tanaman semusim, membutuhan biaya produksi terus-menerus, karena seusai panen, kemudian dilakukan pengolahan tanah kembali dengan menerapkan sistem mekanisasi ditambah faktor iklim dan serangan hama yang terkadang dapat menyebabkan tanaman kedelai gagal panen. 

Berbeda dengan Sawit, sebagai tanaman tahunan, hanya membutuhkan biaya besar pada saat awal penanaman. 

Selain biofuel, kelapa sawit juga dipakai untuk bahan-bahan makanan ke pelumas mesin hingga dasar kosmetik. Bagian yang paling utama untuk diolah dari kelapa sawit adalah buahnya, yang dagingnya menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang diolah menjadi bahan baku minyak goreng serta bahan baku margarin. Kelebihan minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan memiliki kandungan karoten tinggi.

Berbagai penelitian telah membuktikan, minyak sawit mengandung kolestrol yang sangat rendah, sekitar 3 mg /kg, sementara minyak nabati lain di atas itu, apalagi lemak hewani, yang mengandung kolestrol antara 50 -- 100 kali minyak sawit. Dalam hal kandungan kalori dan vitamin minyak sawit dikenal sebagai minyak nabati yang kaya dengan vitamin A dengan kandungan betakarotennya mencapai 1.000 mg/kg. 

Minyak inti sawit diolah menjadi bahan baku minyak alkohol dan industri kosmetika. Sisa pengolahan buah sawit sangat potensial menjadi bahan campuran makanan ternak dan difermentasikan menjadi kompos (Yunanto,2009). Suplai sawit di dunia saat ini sangat terbatas, karena kelapa sawit hanya dapat dibudidayakan di daerah katulistiwa dan diperkirakan hanya 2% dari belahan lahan di dunia. Daerah ideal bagi perkebunan kelapa sawit adalah Malaysia dan Indonesia, akibatnya, proses produksi kelapa sawit belum mencukupi konsumsi dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun