Hari itu adalah hari kelam bagi keluargaku, semua mata sembab dan tak ada lagi suara yang keluar. Wajah yang dulu selalu terlihat sangar itu sekarang tersenyum dengan balutan kain putih yang membekamnya.
***
Setiap hari diriku merindukan sosok wanita kuat itu. Nenek, wanita kuat yang selama ini aku kenal. Dia wanita Tangguh dan pantang menyerah, dia terlihat kasar namun hatinya begitu lembut. Dikala malam datang aku berharap bisa memimpikannya.
Dengan langkah tegapku aku akan membuktikan pada nenekku bahwa aku bisa menjadi orang sukses dan berguna seperti apa yang dia ucapakan padaku dulu.
Dikala aku merasa bebanku begitu berat, senyumnya selalu melintas dipikiranku. Semenjak dirinya tiada semakin banyak hal-hal yang berubah, kekeluargaan yang dulunya hangat kini berubah menjadi dingin, semunya sibuk dengan dirinya sendiri. Rumah besar yang dulunnya penuh canda tawa, sekarang hanya tawa kambing yang aku dengar, hatiku terenyuh. Kemana keluarga hangat itu? Dimana semua orang itu? Dimana canda tawa itu? Kenapa tidak terdengar dan terlihat lagi?
Aku rindu empat tahun lalu dikala aku masih bisa merasakan kehangatan keluarga. Ada rasa sesal dalam hati saat aku melihat rumah itu kosong tak berpenghuni. Apa yang harus aku perbuat? Aku masih terlalu muda untuk mengatur semuanya.
Di samping gudukan tanah itu aku mengeluh, semua cerita aku simpan dalam hati, air mataku setia menemani kala aku melantunkan doa.
"Nenek, Kakek aku rindu kalian" dengan berat hati aku melangkah meninggalakan gundukan tempat Kakek dan Nenekku beristirahat.
***
Dibawah sinar rembulan aku tersenyum, aku yakin dua orang itu sedang tersenyum mengmatiku dari surga. Namun angin nakal menganggu ketenanganku menikmati cantiknya rembulan, hingga akhirnya aku memilih kumasuki rumah.