Abstrak
Gerakan fundamentalisme agama merupakan salah satu fenomena sosial-keagamaan yang kembali mengemuka pada era modern. Fundamentalisme muncul sebagai bentuk reaksi terhadap modernisasi, globalisasi, dan sekularisasi yang dianggap mengancam kemurnian nilai-nilai keagamaan.Fenomena fundamentalisme sesungguhnya ada di setiap agama-agama.Â
Ada beberapa sebab munculnya fenomena keagamaan ini, dan yang paling penting adalah penguatan pemahaman atas agamanya yang cenderung literalis, tekstual dan eksklusiv. Sementara model atau corak fundamentalisme yang paling militant, pada umumnya karena sangat dipengaruhi oleh adanya dua kecenderungan utamanya yaitu (1) fundamentalisme yang berpusat pada syari’ah; dan (2) oleh adanya anti-kolonialisme dan anti-imperalisme yang kemudian disimplikasi menjadi anti barat.
Di era modern, fundamentalisme agama berkembang pesat seiring meningkatnya ketegangan antara nilai-nilai tradisional dengan tuntutan zaman yang semakin sekuler. Fenomena ini menjadi relevan untuk dikaji karena berdampak signifikan terhadap kehidupan sosial, politik, dan keagamaan masyarakat global, termasuk Indonesia yang dikenal dengan keberagaman dan toleransi antarumat beragama.
Pembahasan
1.Pengertian Fundamentalisme Agama
Kata fundamentalisme berasal dari kata fundamental yang berarti dasar atau pokok. Dalam konteks keagamaan, fundamentalisme adalah paham yang menekankan kepatuhan total terhadap ajaran dasar agama dan menolak segala bentuk penafsiran modern.
Dalam sejarahnya fundamentalisme sesungguhnya merupakan gejala keagamaan yang dapat dijumpai bukan hanya dalam tradisi monoteisme, akan tetapi dapat ditemukan dalam tradisi budha, hindu, kong hucu.
Mengapa fundamentalisme islam tumbuh subur dinegara negara mayoritas muslim. Pertama,adanya ikatan kuat antara islam sebagai agama dengan lembaga politik yang telah berlangsung sejak awal meskipun kemudian menurun setelah lahirnya penguasa penguasa non-religius.
Kedua,gerakan oposisi massa terhadap pemerintahan sekular didunia muslim cenderung bermotifkan atau berideologikan agama.Tiga,rasa benci terhadap sikap barat yang seringkali dianggap merugikan umat islam menjafi alasan utama penolakan terhadap setiap gagasan yang berbau barat.
Fundamentalisme memang mengandung persoalan dan mengundang perdebatan kalangan akademisi.Alasan keberatan utama karena istilah tersebut berasal dari tradisi kristen.Dalam Islam, fundamentalime sering diidentikkan dengan upaya menegakkan kembali syariat secara ketat dan menolak sekularisme. Hal ini menunjukkan bahwa fundamentalisme adalah fenomena lintas agama dan budaya.Oleh karena itu,mereka yang tidak sepakat dengan istilah tersebut lebih senang untuk menggunakan istilah islam politik
2. Latar Belakang Fundamentalisme Agama
Abad ke-20 dalam Protestanisme Amerika sebagai respons terhadap modernisasi dan kritik terhadap kebenaran alkitabiah, serta perkembangan penerapannya pada gerakan keagamaan lain sebagai respons terhadap globalisasi, modernisasi, dan kegagalan sistem sekuler, dengan penekanan pada pemurnian doktrin dan prinsip-prinsip dasar agama.Â
Kehidupan beragama seringkali melahirkan sikap fundamentalisme merupakan suatu perkara polemikal bagi umat beragama. Ada juga yang cenderung melihat fundamentalisme dalam makna yang peyoratif atau negatif. Namun ada juga yang bangga dengan sebutan itu, karena fundamentalisme dianggap sebagai kehormatan; sebab secara harfiah dapat diartikan sebagai orang atau kelompok yang taat dan patuh pada doktrin dan ajaran agamanya.
Namun disisi lain, Fundamentalisme seringkali dihubungkan dengan sikap kebergamaan yang ekslusif dan absolut, tertutup, intoleran, dan terkadang mengklaim kebenaran sendiri serta menafikan kebenaran dari pihak lain.Karen Armstrong, dalam pelacakan histories-sosiologisnya, menemukan bahwa akar-akar fundamentalisme secara umum lahir di penghujung abad ke-15 M. Ketika Raja Ferdinand dan Ratu Isabelle, dua penguasa Katolik, berhasil menaklukkan Negara-kota Granada pada tahun 1492, mereka memaksa kaum Muslim dan Yahudi untuk pindah agama, dideportasi atau diinkuisisi.Â
Korban utama inkuisisi di Spanyol tersebut adalah kaum Yahudi. Saat itulah kaum Yahudi memberikan respon berupa gerakan-gerakan fundamental (radikal atau ekstrem) yang menjadi prototype gerakan fundamental lainnya hingga dewasa ini.
3. Ciri-Ciri Fundamentalisme Agama
Gerakan fundamentalisme agama memiliki beberapa karakteristik utama, antara lain:
Penafsiran literal terhadap kitab suci. Kaum fundamentalis menolak tafsir kontekstual dan memegang teks agama secara harfiah.
Sikap eksklusif dan fanatik. Mereka meyakini hanya pandangan kelompoknya yang benar, sementara kelompok lain dianggap sesat.
Penolakan terhadap modernitas. Modernisasi dianggap penyebab kerusakan moral dan melemahkan nilai-nilai agama.
Kecenderungan politisasi agama. Fundamentalisme sering kali berusaha menjadikan agama sebagai dasar negara atau ideologi politik.
Militansi dan radikalisme. Dalam beberapa kasus ekstrem, fundamentalisme dapat melahirkan tindakan kekerasan atau terorisme atas nama agama.
4. Dampak FundamentalismeÂ
1.Reaksi terhadap Modernitas dan Sekularasi
Salah satu penyebab utama munculnya fundamentalisme adalah reaksi terhadap modernitas dan sekularisasi yang dirasakan sebagai ancaman terhadap nilai-nilai agama. Kaum fundamentalis memandang bahwa modernisme membawa ajaran agama ke pinggiran kehidupan masyarakat, digantikan oleh rasionalitas dan sains sekuler (Fauzan, 2010). Dalam pandangan mereka, modernisasi bukan hanya bersifat teknologis, tetapi juga menggerus otoritas agama dan nilai-nilai spiritual. Ketidakmampuan institusi agama dalam merespons tantangan ini turut mempercepat krisis identitas, sehingga sebagian kalangan berupaya kembali pada akar keagamaan mereka secara kaku dan literal.Â
2. Ketegangan antara Tradisionalisme dan Modernisme Intelektual Menurut artikel yang ditulis oleh Syakuro et al. (2024), munculnyaÂ
fundamentalisme juga dipicu oleh kegagalan kaum tradisionalis dalam mengantisipasiÂ
proses sekularisasi, serta kegagalan kaum intelektual modern dalam merumuskan sintesisÂ
antara Islam dan modernitas. Hal ini menimbulkan kekosongan diskursus yang diisi olehÂ
kelompok yang menawarkan jawaban sederhana namun absolut, yaitu kembali kepada teksÂ
secara literal dan pemahaman skripturalis (Syakuro et al., 2024). Situasi ini diperburuk olehÂ
kegagalan pendidikan yang membekali masyarakat dengan kemampuan berpikir kritis danÂ
kontekstual.Â
3. Faktor Sosial-Politik dan Kesenjangan Ekonomi Faktor lain yang tak kalah penting adalah ketimpangan sosial dan tekanan politikÂ
yang menciptakan ruang bagi fundamentalisme untuk tumbuh. Sebagaimana ditegaskanÂ
oleh Fauzan (2010), kondisi sosial seperti kemiskinan, ketidakadilan, dan ketertindasanÂ
politik memicu rasa frustrasi kolektif yang kemudian diarahkan ke dalam ekspresiÂ
keagamaan yang keras dan eksklusif (Fauzan, 2010). Dalam kondisi ini, agama digunakanÂ
sebagai sarana pembebasan dan identitas, serta bentuk resistensi terhadap struktur sosial-
politik yang mapan.
Penutup
Fundamentalime merupakan aliran pemikiran keagamaan yang cenderung menafsirkan teks-teks keagamaan secara rigid dan literalis. Menurut Bassan Tibi,fundamentalisme merupakan gejala ideologi yang muncul sebagai respon atas problem-problem globalisasi, fragmentasi, dan benturan peradaban. Namun dalam perkembangan selanjutnya agitasi fundamentalisme mengakibatkan kekacauan,bukan hanya di dunia Islam, melainkan di seluruh dunia.Meskipun gerakan ini muncul dari niat untuk mempertahankan kemurnian ajaran agama, pendekatan yang keras dan eksklusif justru sering menimbulkan konflik dan perpecahan sosial.
Oleh karena itu, perlu dikembangkan pemahaman keagamaan yang lebih moderat, terbuka, dan toleran. Pendidikan agama harus diarahkan untuk menanamkan nilai-nilai perdamaian, keadilan, dan saling menghormati. Dengan demikian, agama dapat berfungsi sebagai sumber moral dan kedamaian, bukan sebagai pemicu perpecahan di tengah masyarakat yang pluralistik.
Daftar Pustaka
1.Armstrong, Karen. The Battle for God: Fundamentalism in Judaism, Christianity and Islam. New York: Ballantine Books, 2000.
2.Kaum Yahudi membentuk organisasi bawah tanah untuk mengajak orang-orang Yahudi yang telah dipaksa pindah agama Kristen kemabali kepada agama asli mereka, agama Yahudi. Namun gerakan bawah tanah tersebut tetap dikejar-kejar oleh eksekutor inkuisisi dari kaum Kristen. Dari peristiwa inilah fundamentalisme bias hadir dalam setiap agama karena tercerabut dari akar doktrin agama melalui kekerasan. Untuk lebih detilnya, lihat Karen Armstrong, Berperang Demi Tuhan, Satro Wahono, M. Helmi & Abdullah Ali (Jakarta & Bandung: Serambi & Mizan, 2007), h. 3-12. Â Â
  3.Fauzan, A. (2010). Fundamentalisme Agama: Sebuah Kajian Teoritis. Jurnal Studi Agama dan Masyarakat, 6(1), 1-15.
4.Madjid, Nurcholish. Islam Doktrin dan Peradaban. Jakarta: Paramadina, 1992.
5.Juergensmeyer, Mark. Terror in the Mind of God: The Global Rise of Religious Violence. University of California Press, 2003.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI