Mohon tunggu...
Nurfah
Nurfah Mohon Tunggu... Lainnya - Pejuang Ilmu

PASCASARJANA UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengulik Makna dan Eksistensi Hijrah dalam Perkembangan Zaman (Pendekatan Abdullah Saeed)

22 Januari 2021   10:35 Diperbarui: 22 Januari 2021   10:40 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

MENGULIK MAKNA DAN EKSISTENSI HIJRAH DALAM PERKEMBANGAN ZAMAN (Pendekatan Kontekstual Abdullah Saeed)

Pada era milenial saat sekarang ini fenomena hijrah menjadi sebuah trend dalam bingkai kehidupan masyarakat pada umumnya dan generasi milenial pada khususnya di tanah air, baik di perkotaan maupun dipedesaan. Yang mana pengguna terbesarnya adalah anak muda kelas menengah perkotaan (Addini, 2019: 110).[1]

Hijrah merupakan suatu perubahan dalam segala dimensi kehidupan, jika dilihat secara objektif spirit dari hijrah dan melihat konteks pada masa kini. Fenomena hijrah menjadi fenomena yang sangat populer dalam beberapa decade tahun terakhir, terlebih di kalangan generasi milenial.

Beberapa studi menunjukkan bahwa alasan adanya hijrah karena adanya revivalisme Islam hingga adanya pengaruh kapitalisme, sehingga muncul adanya komodifikasi agama. Hijrah secara sederhana diartikan sebagai berpindah atau meninggalkan sesuatu dari yang buruk ke arah sesuatu yang baik. Namun, fenomena yang terjadi di masyarakat bahwa hijrah dianggap sebagai meninggalkan sesuatu yang buruk (misalnya pakaian yang biasa saja menjadi pakaian syar'i) seringkali dipahami sebagai hijrah yang sesuai dengan sunnah Rasul, akan tetapi makna dibalik kata hijrah dan peristiwa hijrah itu sendiri memiiliki arti yang mendalam dan bukan sekedar berpindah dari satu tempat ke tempat lain (Solahudin, 2018: 55).[2]

Dalam pendekatan kontekstual Abdullah Saeed menunjukkan pentinganya konteks penghubung. Dalam proses penafsiran Saeed menilai bahwa konteks merupakan elemen yang penting. Selanjutnya, proses kontekstualisasi melibatkan dua tugas utama: pertama, melakukan identifikasi terhadap pesan-pesan dasar yang muncul dari Al-Qur'an proses penafsiranya kedua, mengaplikasikan pesan-pesan tersebut kemudian diterjemahkan dalam konteks saat ini (Dardum, 2018: 91). Nilai fundamental tidak bergantung pada sebuah bukti tekstual saja sebagai bukti keberadaannya, sedangkan nilai perlindungan hanya bergantung pada satu bukti tekstualnya. Implementational values (nilai-nilai implementasi) yakni ukuran-ukuran spesifik yang digunakan untuk mempraktikkan nilai-nilai perlindungan dalam masyarakat. Contohnya ayat tentang potong tangan. Sedangkan dalam pembahasan tentang hijrah ini berada pada fundamental values atau nilai fundamental, karena di dalamnya mengandung aspek petunjuk kesejahteraan bagi umat manusia. (Jayana, 2019: 45-47)

Adapun hijrah tersebut yang dimaksudkan dijalan Allah yakni mengikuti ajaran dan jalan agama Allah yang telah disyariatkan bagi makhluk-Nya, karena itu agama yang lurus. Ibnu abbbas berpendapat bahwasannya hal tersebut berarti berpindah dari suatu wilayah ke wilayah lain. Lebih lanjut lagi dalam tafsir Ibn Katsir ini memaparkan bahwasanya hijrah diniatkan dari hati akan memperoleh pahala hijrah. Ketentuan ini mencakup hijrah dan seluruh amal. Ketika terjadi perang badar, mereka diperintah kaum musyrikin untuk memerangi kaum muslimin, lalu sebagian mereka terbunuh. Maka, sebagian mereka berkata bahwasanya mereka adalah orang-orang muslim yang dipaksa untuk berperang. kaum muslimin memohonkan ampun untuk mereka dan turunlah ayat ini. Dalam ayat ini Allah menegaskan bahwasanya jika hijrah sesorang dimaksudkan untuk keridhaan Allah, membela rasulnya dimasa hidupnya dan menegakkan sunnah-sunnahnya sesudah wafat, maka ia telah mendapatkan pahala meskipun baru hanya dalam niat. Lalu beliau juga menyertakan riwayat tentang ayat ini bahwa Ibn Jarir meriwayatkan dari Ibn Jubair bahwasanya ayat ini diturunkan berkenaan dengan Jundub bin Dhamrah. Firman Allah innallaziina tawaffahumul malaaikatu, telah sampai kepadanya ketika ia sampai di Mekah yaitu ketika rasul mengutus utusannya kepada kaum muslimin Mekah untuk membawa ayat itu.

Kemudian dikemukakan mengenai sebab disyari'atkannya hijrah pada masa permulaan Islam karena beberapa hal, pertama, menjauhkan diri dari perkara tertindas dalam masalah agama ke suatu tempat orang muslim merdeka, menurut keyakinannya untuk menegakkan syiar-syi'ar agamanya. Setiap orang mungkin akan mengira bahwa setiap negaranya akan diikenai cobaan karena agamanya, atau dilarang untuk menegakkannya, wajib berhijrah dari negerinya menuju suatu tempat yang aman bagi diri maupun agamanya. Jika tidak melakukannya maka ia telah melakukan dosa besar. Kedua, menuntut ilmu agama dan biaya untuk itu. Pada masa Nabi mengutus para da'i namun terhambat oleh kaum musyrikin, oleh karena itu setiap orang yang bermukim di suatu tempat yang tidak ada ulama' yang menegakkan hukum agama. Sebelum penaklukan kota Mekah, semua sebab ini ada, namun semuanya hilang karena Allah telah memudahkan. Ibn abbas meriwayatkan bahwa Nabi Saw Bersabda, "tidak ada hijrah sesudah penaklukan kota Mekah yang ada hanyalah jihad dan niat. Inilah hijrah yang diperhitungkan di jalan Islam. Jadi, hijrah bukan untuk mencari kekayaan, menyelamatkan diri dari penderitaan, mencari kenikmatan dan kesenangan dan untuk tujuan hidup duniawi. Oleh karena itu, orang yang berrhijrah fi sabilillah akan mendapatkan kelapangan di muka bumi, sehingga tidak sempit olehnya, ia pun tidak akan kehilangan upaya dan jalan, untuk mendapatkan keselamatan.

Imam Malik pun berpendapat bahwasanya pintu hijrah tidak pernah tertutup, jikalau sempit menegakkan agama dalam negeri sendiri maka berhijrah ke tempat lain. Hamka menegaskan bahwa hijrah bukan semata-mata hendak menyelamatkan diri namun harus mengingat bahwa hijrah ingin menyelamatkan jalan Allah. Kemudian hal ini dipertegas oleh Allah SWT dalam Al-Qur'an Surah An-Nisa Ayat 100 bahwa hal tersebut didapatkan bagi mereka yang keluar dari rumah untuk kepentingan hijrah maka ketika maut merenggut meskipun ia belum berrhijrah, namun sudah diniatkan untuk berhijrah, maka ganjarannya sama dengan orang yang berhijrah. Ayat ini menjanjikan kebebasan dan kelapangan rezeki bagi mereka yang meninggalkan lokasi kekufuran. Diamati oleh sementara sosiolog bahwa umat manusia telah banyak megenal peradaban sejak peradaban sumeria yang kini bernama Amerika. Semua peradaban tersebut bersumber dari hijrah atau meninggalkan lokasi semula. Tendensinya ada pada niat hijrah tersebut dan tujuannya dilakukan atas dasar keimanan dan menjaga Islam. Sedangkan pada Tafsir modern-kontemporer, dalam tafsir al-Maraghi menyebutkan riwayat serta menjelaskan sebab terjadinya hijrah, nuansa lain ditunjukkan tafsir Fi Zhilal al-Quran yang menampakkan fokus QS. al-Nisa/4: 100 pada segi imbalan yang akan diterima oleh orang yang berhijrah. (Royyani, 2020: 5-10).[3]

Hijrah menjadi topik yang hangat diperbincangkan, hijrah yang pada masa lalu dikaitkan dengan hijrah (pindah) nya rasul dari Mekah ke Madinah dengan dorongan geografis bahwasanya di Mekah yang menjadi daerah kekuasaan kaum musyrik, terjadi penindasan kepada penganut agama Islam. Tidak hanya berhenti pada hal tersebut, peristiwa hijrah dimaknai sebagai sebuah momentum perdamaian dimana di Madinah, umat Islam dianjurkan untuk berbuat baik kepada mereka non-muslim. Hal ini disebabkan oleh kelompok yang dianggap ekstrem kanan kemudian dirangkul oleh pemerintah masa soeharto untuk memperkuat posisi politiknya yang kala itu melemah. Sedangkan hijrah sebagai dampak atas kebijakan tersebut. Jika melihat dalam beberapa penafsiran yang telah dipaparkan diatas, Hijrah bukan lagi dimaknai perpindahan suatu kelompok pada suatu wilayah ke wilayah lain, akan tetapi meresapi nilai-nilai keIslaman sebagaimana yang tertera dalam QS. al-Nisa/4: 100.

Hijrah dalam konteks masa kini telah terjadi pergeseran cukup signifikan dimana melihat realitas saat ini ketika hijrah dijadikan sebagai tren yang hanya sebatas mengekspor eksistensi dan bukan dijadikan esensi dalam kehidupan maka sesungguhnya itu sudah bertentangan dengan Al-Qur'an. Sesungguhnya media sudah berhasil merekontuksi perubahan paradigma   dan   sikap   seseorang, dan untuk dampak yang di berikan tergantung aspek penerimanya akankan menjadi acuan perubahan untuk eksistensi di mata Allah SWT ataukah sebatas acuan untuk meningkatkan eksistensi di mata manusia.

Kesimpulan Hijrah pertama kali dilakukan oleh umat Islam adalah ke Abisinia pada tahun ke lima setelah ke Nabian karena gangguan kafir Quraisy terhadap umat Islam. Sesungguhnya hijrah Nabi Muhammad Saw merupakan kenangan yang harus selalu hidup dalam jiwa orang mukmin, menjulang tinggi dalam hatinya, dan menghiasi pandangan mata mereka. Dalam hijrah kita temukan bukti kebenaran iman, pengorbanan, kesungguhan, kerelaan, puncak kesetiaan, dan kedermawanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun