Mohon tunggu...
Nurcahyo AJ
Nurcahyo AJ Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pembaca setia kompas

Things Left Unsaid

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Mudik Vs Pulang Kampung

25 April 2020   03:06 Diperbarui: 25 April 2020   18:43 4311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mudik - (DOK KOMPAS/DIDIE SW)

Bandingkan dengan Bahasa Inggris yang sudah berjumlah 500an ribu kata, atau dengan Bahasa Korea yang sudah menampung satu juta lebih kata. Masih banyak potensi bahasa daerah kita yang bisa dimasukkan ke dalam KBBI.

Kita selalu khawatir Bahasa daerah kita akan habis termakan jaman dan terlupakan apabila tidak dilestarikan. Padahal salah satu cara melestarikannya adalah dengan memasukkan kata-katanya ke dalam KBBI agar menjadi bahasa resmi yang diakui oleh negara. 

Contoh kehilangan bahasa daerah seperti ini. KBBI mengambil kata dalam Bahasa Jepang untuk mewakili gelombang pasang yang diakibatkan karena terjadi gempa bumi. Kata itu adalah “tsunami”.

Sementara itu di Aceh ada bahasa/kata daerah yang menggambarkan kejadian yang serupa, kata itu adalah “smong” dan kata itu tidak ada di KBBI.

Di lain sisi, banyak hal yang belum bisa di deskripsikan dalam Bahasa Indonesia. Contohnya dalam Bahasa Jawa ada kata “unyeng-unyeng” yang menunjukkan tempat dimana rambut kepala berbentuk pusaran. Bahasa Inggris saja ada padanannya, yakni “cowlicks”.

Kebetulan saya orang Jawa, banyak kata yang bisa diambil sebagai contoh betapa kayanya kosa kata bahasa daerah, untuk menggambarkan keadaan beras dan nasi saja bisa banyak bentukan kata, misalkan beras (biji padi), katul (kulit gabah), menir (gabah yang sudah halus), las (beras yang masih tercampur sedikit dengan gabah), sego (sudah menjadi nasi), tajin (air rebusan beras sebelum menjadi matang), intip (nasi yang gosong yang biasanya ada di dasar penanaknya), kenul (lapisan di atas intip yang empuk) dan karak (nasi basi yang dijemur sampai kering). 

Dalam Bahasa Indonesia hanya mengenal kata jatuh, namun menggunakan Bahasa Jawa, Anda bisa langsung membayangkan bagaimana jatuhnya hanya dengan satu kata, ada nggeblak (jatuh ke belakang), ceblok (dari atas), nyungsep (ke depan), njungkel (terlempar), njlungup (tersandung) dan ndlosor (jatuh meluncur).

Ada mungkin tidak tahu kalau kata “santai” yang sekarang tidak asing, dulunya tidak ada di KBBI, tahun 1971 seorang novelis dan wartawan bernama Bur Rasuanto menggunakan bahasa puaknya di Komering, Sumatera Selatan untuk menggantikan kata “relax” karena dianggap tidak Indonesia. 

Anda juga mungkin tidak tahu atau bahkan tidak percaya bahwa kaum milenial termasuk menyumbangkan bahasa/kata yang kekinian ke dalam KBBI, kata “gegara” yang diambil dari “gara-gara” atau “tetiba” dari kata “tiba-tiba” sekarang sudah resmi masuk KBBI.

Selanjutnya kata pansos, mager, julid, maksi, kepo, gaptek, kece, kicep, bokek, nyokap, doi, gebetan, songong, agan, baper, bukber, alay, lebay sampai ambyar sudah masuk semua ke dalam KBBI. Anda masih tidak percaya? silahkan cek sendiri di https://kbbi.kemdikbud.go.id

Kalau kata-kata se-alay itu saja dapat masuk, mudah-mudahan Anda tidak risau jika nantinya ada revisi istilah mudik dan pulang kampung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun