Pada malam itu, di sebuah kampung listrik mendadak padam. Rumah-rumah mendadak gelap gulita. Angin bertiup pelan. Suara jangkrik yang bersahut-sahutan.
Anak-anak kecil bergegas bersembunyi di balik gorden rumah, sebagian menjerit kecil sambil memeluk orang tua mereka. Namun, Nana justru berdiri di teras rumahnya. Matanya berbinar sambil menatap ke langit.
"Bu, lihat! Bintangnya banyak sekali," seru Nana penuh semangat.
Sang ibu pun keluar membawa lilin dengan cahaya kecil bergetar tertiup angin. "Nana, ayo masuk. Nanti kamu masuk angin."
Tapi Nana menggeleng. "Aku tidak mau, Bu. Aku mau lihat bintang saat gelap begini. Mereka kan malu kalau siang."
Ibunya tersenyum tipis. Nana sangat berbeda dengan anak-anak seusianya. Saat anak lain takut pada gelap, Nana justru menemukan keindahan di baliknya.
Tak lama kemudian, terdengan suara tangisan dari rumah tetangga. Ternyata Dimas, Temannya Nana yang ketakutan karena lampu padam. Nana pun menoleh ke ibunya, lalu ia berlari kecil sambil membawa lilin.
Tok! Tok! Tok!
"Siapa di dalam?" Nana memanggil.
Pintu kayu terbuka sedikit lebar. Memperlihatkan wajah Dimas dengan mata sembab. "Nana, Aku takut. Gelapnya sangat menakutkan."
Nana tersenyum dan berkata, "Nih, aku bawain lilin buat kamu. Jangan sembunyi, kalau gelap. Kamu duduk saja sama aku, kita lihat bintang bersama-sama. Pada malam ini mereka banyak sekali."
Dimas ragu-ragu, tapi akhirnya ikut keluar. Mereka duduk di teras bersama sambil menatap langit. Binta-bintang berkelip seperti berbisik lembut.