Mohon tunggu...
NUR ALFI LAIL
NUR ALFI LAIL Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

i'am just human, kritik dan saran sangat diterima asalkan disampaikan dengan baik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Sejarah Penjarahan di Kota Tangerang pada 1998

20 Januari 2021   15:53 Diperbarui: 20 Januari 2021   16:23 5170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Di kota Tangerang tepat di Pinggir pasar terdapat Klenteng tertua di Kota Tangerang yakni Klenteng Boen Tek Bio yang di perkirakan dibangun pada 1984 tidak berjauhan dari sana terdapat Klenteng Boen San Bio yang berjarak kurang lebih 5 KM , klenteng tertua yang ketiga ada di daerah Serpong yaitu klenteng Sampo Tay Jin. Ketiga klenteng ini menurut penuturan Oey Tjin Eng aman saat kerusuhan 1998 terjadi.

Dari sekian banyak kerusuhan dan penjarahan yang terjadi di berbagai daerah Indonesia, penulis memilih tema yang terfokuskan pada kerusuhan dan penjarahan yang terjadi di Kota Tangerang. Setelah membaca beberapa artikel dan buku mengenai Tragedi 1998 penulis tertarik mengenai serentetan peristiwa penjarahan dan pelangggaran HAM yang terjadi di tempat penulis tinggal. Kota Tangerang yang berlokasi sangat dekat dengan Ibu Kota negara Indonesia yakni Jakarta yang menjadi pusat kerusuhan mendapat dampak yang cukup besar pada saat itu. Penulis ingin tahu lebih banyak menurut kesaksian beberapa Narasumber yang hidup sezaman dan mengalami peristiwa penjaran tesebut.

Sudah 22 tahun tragedi tersebut berlalu, namun sejarah mengenai kerusuhan tersebut tetap hangat dalam ingatan beberapa Narasumber. Pertokoan yang pada 1998 sempat menjadi tempat kerusuhan dan penjarahan kini pada 2020 sudah berjalan normal kembali, toko-toko tersebut sudah beroperasi kembali sebagaimana semestinya, ada yang berganti nama untuk menghapus sedikit ingatan masyarakat mengenai pristiwa kelam yang menimpa tempat tersebut, ada pula tempat yang setelah setelah terjadinya kerusuhan tidak buka kembali atau bangkrut.

Semoga saja peristiwa tersebut tidak menjadi pola sejarah yang berulang, dan dapat dijadikan sebagai pelajaran bagi bangsa Indonesia untuk saling menghargai dan menghormati satu sama lain. Saling menjaga kerukunan dan tidak mudah di pecah belah oleh isu politik yang dibesar-besarkan.

Peristiwa Mei 1998 dijadikan kesempatan untuk menuntaskan sentimen terhadap etnis Cina. Sebenarnya sentimen terhadap etnis Cina ini sudah lama terjadi, dari segi historis dalam buku Jakarta: Sejarah 400 Tahun karya Susan Blackburn dituliskan, masyarakat etnis Cina sudah ada sebelum kedatangan Belanda. Masyarakat etnis Cina dimanfaatkan sebagai rekan bisnis dan mendapatkan perlakuan istimewa ketimbang kebanyakan masyarakat setempat sehingga menimbulkan kecemburuan sosial (Blackburn, 2011). Hal ini membuktikan bahwa ada sentimen tertanam dan terus berlanjut hingga pada peristiwa Perang Jawa (1825-1830).[1] Salah satu daerah yang memiliki penduduk etnis tionghoa yang cukup besar ialah Kota Tangerang, banyak dari mereka ialah orang-orang tionghoa peranakan yang biasa dikenal dengan sebutan "cina benteng". Kawasan pecinan Tangerang berlokasi di Pasar Lama, Benteng Makassar, Kapling, Karawaci (bukan Lippo Village), dan Poris Cipondoh. Pada saat kerusuhan dan penjarahan terjadi tahun 1998 terdapat beberapa pertokoan, pasar hingga mall yang menjadi sasaran penjarahan. 

  • Kerusuhan Dan Penjarahan di Kota Tangerang 

Di masa Presiden Soeharto ruang gerak tionghoa dibatasi hanya dalam hal ekonomi dan bisnis saja, mereka di intimidasi untuk menjauhi ranah perpolitikan. Kerusuhan ini diawali oleh krisis finansial Asia dan dipicu oleh tragedi Trisakti di mana empat mahasiswa Universitas Trisakti ditembak dan terbunuh dalam demonstrasi 12 Mei 1998. Hal inipun mengakibatkan penurunan jabatan Presiden Soeharto, serta pelantikan B. J. Habibie menjadi Presiden Indonesia yang ke-3.

Sebelum kerusuhan yang berpusat di Jakarta terjadi dan menyebar ke berbagai daerah lainnya salah satunya Kota Tangerang, terjadi demo besar-besaran yang dilakukan oleh mahasiswa untuk menggulingkan kekuasaan Soeharto yang telah menduduki kursi kepimimpinan selama kurang lebih 32 tahun. Ibu Darmi salah satu warga Kota Tangerang, berusia 60 tahun mengemukakan " sebelum terjadi kerusuhan saya melihat banyak mahasiswa Mercu Buana yang sedang baris di jalan, pakaiannnya warna merah, ketika saya Tanya mereka ingin kemana mereka menjawab akan pergi ke Senayan untuk berdemo dan menurunkan Soeharto" demontrasi, kerusuhan, penjarahan dan beragai peristiwa lainnya yang terjadi berhasil membuat Prsiden Soeharto mundur dari jabatannya sebagai Presiden.

  • Tionghoa Menjadi Target Penjarahan 
  • Pada masa orde baru Presiden Soeharto sangat membatasi ruang gerak etnis tionghoa yang dianggap berbahaya. Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah pada masa itu, diantaranya mengganti sebutan tionghoa menjadi cina. Etnis tionghoa lebih senang di sebut sebagai tionghoa dibandingkan cina, hal tersebut di nyatakan oleh Oey Tjin Eng pada wawancara 29, November, 2020 "kami lebih senang di sebut tionghoa ketimbang cina, karna kalo penyebutan kata cina agak rasis di dengarnya".
  • Pada saat kerusuhan dan penjarahan tahun 1998 etnis tionghoa menjadi sasaran massa. Menurut ibu Mutmainnah (80 tahun) dalam wawancara 8, Desember, 2020 "soalnya mayoritas etnis cina itu orang-orang kaya". Tionghoa yang berfokus pada sektor ekonomi dan mengabaikan masalah perpolitikan membuat etnis tionghoa meningkatkan usahanya dan membuat mereka semakin giat meningkatkan usahanya. Hal inilah yang membuat kecemburuan sosial bagi masyarakat pribumi, seperti penuturan ibu Mutmainah diatas etnis cina dianggap lebih kaya di anding pribumi.  Pada dasarnya memang banyak orang tionghoa yang bekerja pada sektor ekonomi, perdagangan yang dilakukan orang tionghoa berupa perdagangan besar maupun kecil, baik yang grosir maupun eceran.
  • Menurut penuturan Oey Tjin Eng salah satu etnis cina benteng di Kota Tangerang "orang tionghoa bekerja keras karna mereka pendatang, dan kami punya prinsip kalau jatuh harus terus bangkit, kalau orang pribumi sebagian besar manja karna alamnya memang subur, sebagai contoh kayu saja di tanam jadi pohon"

Terbentuknya toko-toko yang dimiliki oleh etnis tionghoa sebagai penjual berdampak pada interaksi dengan pembeli, yang merupakan masyarakat pembeli. Interaksi ini lambat laun menjadi sebuah hubungan timbal balik antara pembeli dan penjual, seperti yang di ungkapkan oleh Wibowo dan Ju Lan (Eds.) (2010:5) bahwa "hubungan warga tionghoa dengan warga Indonesia lainnya pun di anggap sudah lebih terbuka dan sbagian dari kecurigaan yang ada diantara mereka sudah jauh berkurang..." Namun, bentuk interaksi ini juga berarah kepada kecurigaan masyarakat pribumi kepada etnis tionghoa maupun sebaliknya. [2] 

Kerusuhan pada Mei 1998 di Kota Tangerang dan daerah lainnnya di Indonesia yang menjadikan etnis tionghoa sasaran utamanya terjadi karena kesenjangan kehidupan ekonomi antara pribumi dengan etnis tionghoa yang menyebabkan kebencian masyarakat pribumi terhadap tionghoa, terutama dimasa menjelang runtuhnya pemerintahan orde baru ketika terjadi krisis ekonomi global. Keadaan ekonomi Indonesia yang buruk akibat krisis ekonomi membuat pribumi membenci etnis tionghoa, bahkan pada puncaknya muncul sentiment anti-tionghoa, seperti yang di ungkap ibu darmi (60 tahun) pada saat wawancara " ketika kerusuhan kalau ada orang cina jatuh gaada yang nolongin, kata pribumi 'jangan ditolongin, diamah cina' saya dapat info itu dari temen saya"

Kerusuhan di Kota Tangerang terjadi karena ketimpanngan antara masyarakat pribumi dengan etnis tionghoa yang disulut oleh kerusuhan yang berpusat di Jakarta. Ketimpangan ini terjadi di bidang perdagangan karna tionghoa menguasai perdagangan sedangkan masyarakat kalah bersaing dalam sektor tersebut dan bahkan hanya menjadi konsumen saja. Beberapa pertokoan , pasar, hingga Mall di Kota Tangerang menjadi saksi bisu anti-tionghoa yang berakhir dengan penjarahan terhadap etnis tionghoa.

  • Daerah Kerusuhan Dan Penjarahan Di Kota Tangerang

Beberapa daerah di Kota Tangerang terkena imbas kerusuhan pada 1998 yang berpusat di Jakarta. Menurut Bu Darmi (60 tahun) " kerusuhan dan penjarahan berawal dari daerah Glodok, Jakarta lalu meluas ke Daerah Kebon Jeruk dan merambat ke Kota Tangerang namun kawasan Pasar Lama di Kota Tangerang tidak mengalami kerusuhan karena di jaga oleh masyarakat sekitar yang memiliki rasa toleransi yang cukup tinggi, dikarenakan daerah lain di Tangerang sudah habis di jarah, jangan sampe kawasan Pasar Lama terkena imbasnya juga"  klenteng tertua yakni Boen Tek Bio yang terdapat di kawasan Pasar Lama juga aman dari amukan massa. Beberapa toko, pasar bahkan mall menjadi sasaran amukan massa di Kota Tangerang. Beberapa pertokoan hingga mall yang terkena imbas dari kerusuhan dan penjarahan akibat krisis moneter ini diantaranya:

  • Penjarahan Di Ramayana Ciledug

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun