Jadi, menurut Rizqina, masalah utamanya bukan pada keberadaan gamenya, tetapi pada ketiadaan orang dewasa yang membekali anak dengan nilai, batasan, dan pendampingan selama mereka bermain.
Dunia Digital Tak Bisa Dihindari, Tapi Bisa Diarahkan
Roblox, seperti dunia internet pada umumnya, bukan tempat steril. Di sana ada permainan kreatif, tapi juga jebakan. Ada tantangan seru, tapi juga predator. Tapi bukankah dunia nyata juga begitu? Bukankah tugas kita bukan membuang dunia yang berisiko, tapi menyiapkan anak-anak untuk bisa memilah dan bertahan di dalamnya?
Kita bisa melarang Roblox hari ini. Tapi besok akan muncul platform baru, dengan potensi risiko yang sama atau bahkan lebih besar. Kalau pola kita hanya reaktif, kita akan terus tertinggal. Yang lebih menakutkan, anak-anak akan terus melangkah ke depan tanpa pendampingan. Kita sibuk melarang dari luar, sementara mereka berkelana sendirian di dalam.Tapi semua manfaat ini baru bisa dirasakan jika ada pendampingan yang tepat. Seperti pisau dapur bisa berbahaya jika digunakan sembarangan, tapi sangat bermanfaat jika digunakan dengan cara yang benar.
Anak Tidak Butuh Dunia Sempurna, Tapi Kompas Moral
Anak-anak tidak butuh dunia yang sempurna. Mereka butuh kompas. Dan kompas itu bukan fitur "parental control" semata, tapi keterlibatan. Anak butuh orang dewasa yang hadir. Bukan sekadar mengawasi dari jauh, tapi juga memahami, bertanya, dan kalau perlu masuk dan bermain bersama mereka. Mungkin lucu membayangkan orang tua ikut main Roblox, tapi bukankah itu lebih baik daripada sekadar melarang tanpa tahu apa-apa?
Mari kita bayangkan dua skenario berbeda:
Skenario pertama: Roblox diblokir. Anak-anak frustrasi, mencari cara lain untuk mengakses game tersebut atau beralih ke platform lain yang mungkin lebih berbahaya. Orang tua merasa tenang sejenak, tapi masalah mendasar tidak terselesaikan. Ketika platform baru muncul, siklus yang sama berulang.
Skenario kedua: Roblox tetap bisa diakses, tapi dengan pengawasan ketat dan pendampingan aktif. Orang tua belajar tentang platform tersebut, mengatur kontrol penggunaan yang sesuai, dan yang terpenting terlibat aktif dalam dunia digital anak mereka.
Mana yang menurut Anda lebih efektif dalam jangka panjang?
Dunia digital tidak akan pernah berhenti berkembang. Setelah Roblox, akan ada platform baru lainnya. Setelah itu, akan muncul teknologi yang lebih canggih lagi. Kita tidak mungkin terus-menerus berlari di belakang perkembangan teknologi dengan pendekatan larangan.
Yang kita butuhkan adalah perubahan mindset: dari reaktif menjadi proaktif, dari melarang menjadi mendampingi, dari takut menjadi siap.
Penutup: Kita yang Perlu Belajar Masuk ke Dunia Mereka
Saya percaya, pelarangan bukan selalu hal yang buruk. Tapi jika pelarangan itu lahir dari ketidaktahuan, ia lebih dekat pada kepanikan daripada perlindungan. Roblox bukan soal blok-blokan. Ia cermin dari zaman. Dan cermin itu sedang menunjukkan pada kita: bahwa kita, para orang dewasa, perlu mengejar ketinggalan.