Menjadi seorang pegawai negeri sipil merupakan salah satu dari banyaknya cita-cita anak bangsa. 24 tahun menjadi guru di salah satu SMP Negeri di perbatasan kecamatan kota dan lulusan dari institut keguruan yang mewajibkan lulusannya untuk mempunyai pekerjaan mengabdi pada masyarakat sangatlah berkesan dan mempunyai makna yang dalam. Ucapan syukur kepada Alloh Swt. karena inilah bagian dari takdirku. Betapa hebat dan mulianya menjadi seorang guru dan dari sinilah aku pernah bercita –cita ingin menjadi seorang pendidik yang sangat mulia ini. Guru hebat pasti siswanya dahsyat. Bagaimana peran guru di mata masyarakat? Menjadi guru yang hebat adalah impian setiap individu yang mengabadikan dirinya sebagai pendidik. Bekerja sebagai guru adalah pilihan yang mulia. Tidak hanya tekad atau kemauan yang keras, melainkan perlu strategi tertentu untuk mewujudkan setiap guru untuk menjadi hebat.
Menjelang detik-detik dari pengumuman akan ditempatkan sebagai kepala sekolah di salah satu SMP, sungguh merupakan peristiwa yang sangat mendebarkan, terutama membayangkan dimana ya aku ditempatkan setelah pengumuman ini. Karena kebetulan sekolah-sekolah yang saat ini membutuhkan kepala sekolah berada lokasinya di daerah selatan...mendengar wilayah selatan hm...pasti eksotis, tapi menyeramkankah, menakutkankah pikiranku saat itu. Pasti....membayangkan akan berpisah jauh dari orang-orang terkasih selama ini, padahal kami tidak pernah dipisahkan dengan waktu yang lama. Sebuah kata, cobaan....pastinya...!!!
Setelah menunggu lebih dari delapan tahun sebagai waiting list....akhirnya lepas semua beban pertanyaan yang menggelayut selama ini. Aku ditempatkan di salah satu SMP yang paling ujung kabupaten yang berbatasan dengan salah satu kabupaten tetangga, dengan jarak tempuh dari rumahku sekarang ini sekitar 115 km dan memerlukan waktu tempuh sekitar 6 jam. Masya Alloh.... karunia-Mu yang tiada tara. Setelah mengetahui hal tersebut, apakah aku akan mundur???? Oh tentu saja tidak...masa harus menyerah dengan takdirku??? Hehehe...
Tapi membayangkan sesuatu hal yang merupakan kodrat kita untuk melaksanakan hak dan kewajiban kita...bolehkan ya? Saat hakikat hidup memaksamu untuk terus mencoba, maka hanya dua pilihannya. Beranikan diri kita untuk mencoba (bahkan mungkin menjadi orang yang pertama), atau membiarkan orang lain meraih kesempatan yang sama. Maka yakinlah, selama kita meniatkan diri bekerja untuk-Nya, berupaya menjadi sebermanfaat manusia, merenda ikhtiar mengejar cinta-Nya, niscaya segala usaha yang kita lakukan tidak pernah terbuang sia-sia...
Sejenak aku berpikir, bagimana dengan nasib anak-anakku kalau aku di selatan? Anakku yang nomor tiga sedang studi di salah satu sekolah bording school supaya lebih terjamin pendidikannya baik bidang akademik maupun bidang keaagamaannya dan anakku yang nomor 4 baru lulus SD, maka aku putuskan untuk anakku yang bungsu dimasukkan juga ke sekolah itu. Berat sekali nak, mama kamu ini harus membuat pilihan, jangan merasa dibuang ya nak, di sini di sekolah boarding ini kalian akan mendapatkan pendidikan yang terbaik. Sekolah ini akan mengantarkan kalian menjadi ahli surga. Insya Alloh mama janji setiap seminggu sekali pasti akan berkunjung untuk menengok. Suami juga jauh tugasnya dan alhamdulillah kebutuhan kami hampir sudah terpenuhi untuk hidup nyaman dan sejahtera di kota. Sangat berat memang, harus berpisah dengan keluarga tercinta ini. Mungkin inilah yang dinamakan “panggilan jiwa”.
Kumulai hidup baru ini, dengan pekerjaan sebagai guru dengan tugas tambahan sebagai kepala sekolah yang harus hidup terpisah dengan keluarga. Mengenai suka duka mengabdi di daerah selatan adalah sebuah pengorbanan yang penuh tantangan yang mau tidak mau harus dilalui...perjuangan selama sebulan saja penuh dengan kesedihan (cengeng betul waktu itu,,jadi malu...hihihi). awalnya sangat berat untuk melaksanakan tugas sebagai seorang kepala sekolah di daerah selatan yang penuh dengan keterbatasan, baik itu dari segi sarana dan prasarana yang ada di sekolah dan juga jarak tempuh yang cukup jauh dari pusat kota sekitar 6 jam. Terkadang di perjalanan dari desa tempat aku bertugas untuk ke kota kabupaten harus melalui hutan belantara, bahkan kalau telat sedikit tidak akan kebagian mobil angkutan umum, karena pukul 14.00 jadwal terakhir narik ke kota. Akhirnya apa yang terjadi? Terpaksa deh, harus naik ojeg dengan bayaran 150 ribu satu kali jalan. Tapi ga apa-apa deh, tokh uang gampang dicari.
Menjadi kepala sekolah di daerah selatan bukanlah pekerjaan mudah dan hasilnya baru bisa terlihat dalam waktu yang cukup lama. Idealisme, semangat, dan pengorbanan adalah modal utama yang harus dimiliki saat ini. Apakah ini mudah? Tentu tidak...! banyak sekali tantangan yang dihadapi oleh guru-guru yang mengajar di pelosok, mulai dari menghadapi masalah siswa, guru, komite sekolah, masyarakat sekitar, hingga kebijakan-kebijakan daerah. Kami dituntut mampu menjaga profesionalisme dalam kondisi daerah yang serba terbatas teruatama dalam bidang infrastruktur.
Bertugas di daerah pelosok butuh tenaga yang luar biasa seperti halnya untuk mengubah kebiasaan dan paradigma guru, yang awalnya datang ke sekolah seenak perutnya, belum terkadang ketidak hadiran ke sekolah tanpa konfirmasi, sebagian guru sama sekali tidak bisa dijadikan panutan, maklum banyaknya guru asal jadi (hehe..maaf tidak semua seperti kan?), tetapi ada juga beberapa guru yang punya komitmen tinggi terhadap pendidikan ini, walaupun status mereka bukan PNS, hanya sebagai guru sukarelawan, taulah berapa gaji/ honor di daerah, hanya dengan dibayar 200 ribu. Subhanalloh...luar biasa mereka tetap mengabdi untuk anak negeri. Mereka para guru sukwan, tidak terlalu berhitung tentang berapa mereka dibayar, tapi yang mereka pikirkan adalah mereka bisa bekerja.
Belum lagi urusan dengan siswa, contohnya siswa yang sering kesiangan, kataya sih mencontoh beberapa ibu bapak guru yang suka kesiangan juga, masya Alloh....dasar anak-anak ya... terus lagi siswa yang rambut diwarnai, pakai celana pensil (istilah disini celana alay), bolos sekolah hanya karena mau bermain...dan yang paling serem, ada beberapa siswa yang sudah pacaran, ada juga yang sudah belajar untuk mabuk-mabukan dengan cara mencamurkan obat sejenis bodrex dengan turbo jenis minuman ringan....ceritanya sih karena bapaknya juga tukang mabuk, waduh walah....macam-macam pula tingkah laku anak-anakku ini. Akan tetapi sekali lagi hebatkan kan perjuangan kami dan guru-guru kece ini? Hehe...gak apa-apa sekedar menyemangati diri sendiri saja.
Tugas utamaku saat ini adalah mengubah pola pikir guru, mengajak guru-guru untuk bekerja secara hebat, tidak mudah memang, dengan kebiasaan yang ehm...aku mencoba melakukan pendekatan sebagai seorang ibu. Awalnya agak susah, kayak ogah-ogahan, tapi terus kuajak, ayo bapak ibu, ayo bapak ibu. Seiring dengan berjalannya waktu, alhamdulillah tiga bulan sudah menampakkan perubahan yang signfikan. Maklum aku secara terus menerus memberikan keteladanan, aku datang sebelum mereka datang dan aku pulang setelah semuanya pulang (hehe..aku kan doktor, mondok di kantor) jadi pastinya ya seperti itu.
Masalah administrasi guru sedikit demi sedikit diperbaiki secara bersama-sama, kukatakan kepada mereka bahwa perangkat pembelajaran itu penting dibuat oleh guru, RPP itu penting dibuat oleh guru, kenapa? Karena RPP ini akan menunjukkan akan seperti apa dan bagaimana bapak ibu mengajar di kelas. Lumayan butuh waktu dan tenaga untuk meyakinkan ini. Tugas guru itu kan membimbing siswa untuk fokus pada kelebihan ketimbang kelemahannya, guru sebagai fasilitator harus mampu meningkatkan toleransi terhadap perbedaan.
Lalu siswanya? Alhamdulillah, setelah dilakukan treatment kepada guru, ada perubahan yang mendasar pada masalah kedisiplinan siswa. Siswa yang kesiangan dapat diminimalisir karena gurunya memberikan contoh tepat waktu datang ke kelas, hm...sesuatu bangetz. Penampilan siswa? Oh sekarang lebih oke! Lebih Islami, karena anak-anak perempuannya hampir 95% sudah akil baligh yang dianjurkan mereka memakai baju yang dapat menutup auratnya. Ini juga tidak mudah perlu mengumpulkan para orang tuanya, dilakukan rapat dengan orang tua, kita membuat komitmen, “Ayo ibu bapak, antarkan anak-anak kita ini ke surga-Nya Alloh”.
Duh teriris-iris hati ini, banyak orang tua yang sampai menitikkan air mata, sedih campur bahagia mungkin, bahwa salah satu program yang disodorkan kepada orang tua adalah menjadikan anak-anaknya sholeh dan sholehah. Kami ajak para orang tua untuk bekerja sama dalam mendidik para putra putrinya, anak laki-laki dengan kebiasaan pakai celana pensil dan rambut dengan polesan warna merah kuning hijau (hihi...kayak lagu pelangi pelangi saja) diberikan pemahaman bagaimana menjadi anak-anak yang nurut dengan perintah orang tua. Subhanalloh....berat juga nih dalam tiga bulan awal bertugas disini.
Pembiasaan. Ini adalah program untuk guru dan siswa yang sangat mujarab mungkin dalam mengubah perilaku yang kurang baik selama ini. Setiap pukul 06.00 Abah harus menghidupkan tape recorder yang disambungkan ke toa di atas bangunan sekolah, bukan lagu rock n roll tapi memperdengarkan lantunan Asmaul Husna dengan lagamnya bapak Ary Ginanjar. Sebelumnya karena berdekatan dengan masyarakat, kami meminta ijin dulu, bahwa setiap pagi sebelum pelajaran dimulai kami akan memperdengarkan lantunan Asmaul Husna, dan luar biasa sambutan tokoh masyarakatnya, “Mangga bu...mangga bu...kami mendukung, kami senang”! Wah gayung bersambut nih, maka selama aku bertugas selama itulah lantunan asmaul husna diperdengarkan.
Awalnya sih anak-anak juga cuek, tapi ada banyak sebagian yang duduk termenung di teras dan sambil bergunam mengikuti lantunan itu. Nah...program ini bagus juga, sehingga akhirnya kami jadikan program tagihan, setiap anak yang sudah hapal dengan asmaul husna ini maka akan diberi reward. Antusias anak tinggi, dalam kurun waktu enam bulan, sudah 40% anak yang sudah hapal. Alhamdulillah...puji syukur selalu kami panjatkan ke hadirat-Nya, yang telah memberikan hidayah-Nya. Dengan program ini, hati anak-anak juga guru menjadi lembut tak terkira, selembut embun pagi,,,,anak-anak didikku juga guru makin hari makin tambah cantik-cnatik dan ganteng-ganteng, karena apa? Ya itulah, pancaran di wajah akan menunjukkan pancaran hatinya. Terima kasih Ya Alloh....terima kasih.
Enam bulan program ini sukses, maka aku tambah lagi menunya nih, yaitu lima menit sebelum pelajaran dimulai, anak-anak juga guru wajib untuk membaca al-qur’an juzz ama, tentu saja aku cari donatur dulu untuk membeli juzz ama sebanyak 800 eksemplar. Kami bagikan itu juzz ama, boleh dibawa pulang, tapi tetap pagi harinya harus dibawa untuk dibaca. Nah...sukses juga rupanya, maka kami tingkatkan programnya menjadi ODOS (one day one surah) tentu saja hanya di surah yang ada di juzz 30 saja dulu.
Hal inipun tidak lepas dari reward apa yang akan kami berikan kepada siswa bagi siswa yang sudah bisa menghapal juzz 30? Alloh Maha Pengasih dan Maha Penyayang kepada hamba-Nya yang mau berusaha. Lagi-lagi....baper juga nih...efek dari ODOS ini luar biasa, anak-anak juga guru makin sholeh dan sholehah saja. Sekali lagi terima kasih Ya Alloh....
Nah teman....urusan guru, urusan siswa tinggal sedikit lagi untuk perubahan paradigmanya, sekarang aku beralih kepada komite sekolah. Komite sekolah adalah steaksholder yang harus diajak dan diraih, supaya program sekolah terlaksana sesuai RKT/RKAS dan tujuan pendidikan juga tercapai. Komite sekolah sangatlah kooperatif, kami bahu membahu untuk mewujudkan amanah ini, program demi program kami laksanakan, dan...bagaimana ya solusi supaya anak-anak tidak kabur pada jam-jam belajar?
Hore...ternyata komite sekolah punya rencana, bahwa sekolah ini harus dipagar! Tapi dari mana uang sebanyak itu dapat kami peroleh? Kan tidak boleh menggunakan dana BOS untuk pemagaran ini, coba saja kita pikirkan dengan luas tanah 6.900 m2, waw.....bagaimana ya? Lagi-lagi pertolongan Alloh datang, ketua komite sekolah menyatakan “jangan khawatir bu KS, kami akan bantu! Akan kami himpun dana dari para orang tua untuk anak-anak kita!” hicks....hicks...sekali lagi aku terharu, baik banget ini para orang tua.
Seiring dengan berjalannya waktu, berat badankupun naik 2 kg, hatikupun senang, riang tak terkira karena enam bulan program-program yang mendesak sudah dapat dilaksanakan dengan baik. Kini, sekolah lumayan kondusif, aku...menjadi trending topik di masyarakat, aku....ibu kepala sekolah yang kece bisa mewujudkan harapan para orang tua, sekolah ini awal aku datang dijuluki dengan sekolah delapan puluh, artinya jam delapan masuk jam sepuluh pulang, ada-ada saja ni masyarakat.... Sekarang ini alhamdulillah sudah lebih baik, guru-guru harus sudah di sekolah pukul 06.45 (maaf jadinya terlihat kejam, karena menggunakan kata “harus” kayaknya sebuah pemaksaan deh, tapi memang benar, kudu dipaksa dulu untuk menjadi biasa itu).
Pukul 06.45 kami membiasakan diri untuk berjejer ngabaris di depan gerbang, menyambut anak-anak yang datang untuk belajar, 3 S (senyum, sapa, salam) kami terapkan, kami kepala sekolah dan guru selalu menerapkan 3 S itu, sambil tersenyum manis, kami mengucapkan salam kepada anak-anak sholeh dan sholehah kami, selanjutnya anak-anak menyalami kami dengan kecupan di tangan. Hmm...seneng juga bertugas di sini, dengan cepat anak-anak juga guru dapat cepat beradaptasi dengan program-program pembiasaan ini.
Lha ini nih,,,untuk urusan administrasi kepegawaian ataupun operasional sekolah. Bayangkanlah untuk mencapai dinas pendidikan kabupaten dengan jarak kurang lebih 115 km dan waktu tempuh kalau pakai mobil angkutan elf sekitar 6 jam belum lagi kondisi jalan yang tidak beraspal dan naik turun bukit. Ringseknya tubuh ini, ditambah lagi apabila musim hujan tiba, sulit bagi orang yang tidak biasa ke kebun melewati ruas jalan ini. Karena jalan yang akan dilalui dikenal dengan jalan kerbau atau jalan yang penuh dengan penderitaan eh kubangan. Sampai kalau aku naik ojeg, aku harus memilih tukang ojeg nya yang punya tungkai panjang, soalnya badanku gendut, takut jatuh, nahnHebat kan!!! Cocok ni kami jadi perely, hehe.... Nuraeni Pasti Bisa!!
Selain itu sebagai kepala sekolah yang mengabdikan diri di daerah selatan membuat saya menemukan hal-hal yang unik. Oh iya, aku juga pandai merajut lho....ini akibat dari aku gaul dengan ibu-ibu PKK di kecamatan ini, kan ga ada lagi pekerjaan sore harinya selain bertandang ke masyarakat, ikut pengajian di majelis taklim, walaupun ngajinya itu bandung kuping judulnya, tapi aku ikut saja untuk bersosialisasi dengan masyarakat sekitar. Karena aku sebagai warga masyarakat baru wajib membaur dengan warga sekitar. Kadang aku disuruh tutor untuk kejar paket ataupun yang lainnya, disuruh memberikan tausyiah di majelis taklim, disuruh mengajarkan PHBS (perilaku hidup bersih dan sehat) di rumah tangga, sehingga secara emosional aku dekat dengan para orang tua siswa dan ini akan sangat memudahkan untuk menyampaikan segala macam program sekolah. Alhamdulillah, banyak jalan menuju Roma... Sementara itu, kami juga diajarkan untuk berbaur dengan alam.
Kerja bakti, atau kadang juga aku disuruh oleh pak Camat ikut bermain bola voli dengan ibu-ibu warga masyarakat. Masyarakatnya pun sangat ramah dan mempunyai rasa sosial yang tinggi. Oh iya, sebelum aku diangkat menjadi kepala sekolah disini, aku tidak pernah hidup di pedesaan...maklum orang tuaku membesarkan aku selalu dekat dengan jalan raya, jadi sedikit banyak menyenangkan juga hidup disini... dan yang aku pelajari bertugas di daerah selatan ini, beda ikatan kekeluargaan dan persaudaraan antar guru, orang tua siswa, dan siswa itu sendiri. sangatlah terasa dan akrab, makan ga makan kita kumpul, bibir ini setiap hari harus selalu ditarik satu centimeter ke kiri dan satu centimeter ke kanan. Menjadi guru di daerah terpencil terasa masih lebih dihormati oleh orangtua siswa maupun siswa.
Yang susah dan merepotkan itu adalah ketersediaan kebutuhan sehari-hari seperti sandang dan papan. Maklum...letak posisi sekolah kami berada di pegunungan tandus, sehingga untuk mendapatkan air bersih agak sulit, kami dapat air dari sedotan air dari sawah, sehingga airnya keruh dan berbau tanah. Tantangan untuk kami disini yang cukup tinggi adalah masih sangat tinggi kasus drop out siswa karena anak disini lebih mementingkan kerja membantu orangtuanya. Kalau sudah kerja pasti sudah lupa dengan sekolah. Kami sebagai guru disini...berusaha mengadakan kunjungan ke rumah-rumah dengan bentuk home visit untuk mengatasi masalah seperti ini. Dan ini juga merupakan salah satu pointer aku untuk penilaian PKG dan PKKS, tapi jangan salah juga lho, kami melakukan ini bukan karena masalah itu, tapi semua ini adalah panggilan hati....
Dua tahun adalah waktu yang singkat untuk melakukan perubahan pola pikir masyarakat dan warga sekolah. Kami sebagai guru di daerah terpencil belum berkontribusi apa-apa untuk sekolah ini. Namun setidaknya aku khususnya dan rekan-rekan guru umumnya berusaha untuk memperbaiki itu.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, kalimat dengan enam kata ini mungkin pendek, tepi implementasinya sangatlah luas. Untuk mewujudkan visi dan misi pendidikan di daerah menjadi maju tak semudah yang kita bayangkan.... dalam keadaan seperti ini, lebih baik menjadi lilin yang dapat memberikan cahaya daripada selalu menyalahkan kegelapan, lebih baik sedikit melakukan daripada selalu mengeluhkan keadaan.
Peran kepala sekolah sebagai pendidik, ini dapat memberikan pengaruh yang cukup besar kepada para siswa terutama dalam konteks belajar mengajar antara guru dengan siswa. Kami diberi tugas memberikan motivasi dan meningkatkan profesionalisme guru sehingga proses belajar mengaajar di kelas dapat tercapai. Disini di sekolah ini, yang penting adalah bagaimana guru bisa masuk di kelas, kemudian bagaimana guru dapat membimbing para siswa untuk dapat belajar. Kami tidak bisa muluk-muluk untuk masalah proses pembelajaran ini, yang terpenting adalah standar pelayanan minimal terpenuhi.
Aku, dia dan mereka pasti ingin semua mimpi menjadi nyata dan bisa kita lakukan semua, walau tak mudah tapi kita bisa. Pasti ada jalan untuk para pemimpi menuju ujung cita. Bagiku mimpi harus kita kejar walau berat dan berulang terjatuh, masalah hasil biarkan tangan Alloh yang bekerja. Bahagia memang sederhana, tergantung dari mana kita melihat dan bagaimana cara kita menikmatinya.
Takdir itu di Ujung Ikhtiar. Ada Harap yang Mencipta Usaha. Ada Doa yang Memohon Akhir. Semoga setiap tetes keringat, lelah dan peluh diberikan kemudahan dan hasil yang terbaik...Semangaaattt Lillah (^_^)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI