Mohon tunggu...
Nur Laila Sofiatun
Nur Laila Sofiatun Mohon Tunggu... Guru - Guru dan Penulis

Perempuan yang ingin bermanfaat bagi keluarga, agama, bangsa dan negara

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mbah, Merakyat Oraa Teyeng Digawe-gawe (part 2)

2 Oktober 2022   06:18 Diperbarui: 2 Oktober 2022   06:41 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi seorang nenek yang sedang makan sambil berbincang dengan cucunya (sumber: keepo.me)

"Kalau difoto-foto kelihatan lebih muda dan cantik. Selain itu, kalau difoto kelihatannya baik Mbah. Tapi tadi..." remaja tadi menggantung perkataannya. Takut kalau ia akan salah bicara.

"Tadi pripun, Nang?"

"Emm..." ia masih takut melanjutkan perkataannya.

"Ora Popo Nang, Mbah ga bakal crita-crita karo liyane. Ra bakal Mbah omongke karo Mba Pion."

"Mau Mba Pion ketok lewih tuwa. Selain kuwe Mba Pion ketoke ra seneng melbu omah kene. Kabehan kaya terpaksa Mba Pion lakukan nang kene Mbah."

"Ga lah Nang, jarene Mba Pion lagi sakit. Makane mau ketoke ngono."

Mbah, merakyat ora bisa digawe-gawe Mbah.

Mbah Minah berhenti tak menimpali, ia mengingat kejadian tadi. Ia pun masih mengingat raut muka Mba Pion. Sebenarnya Mbah Minah juga melihat ekspresi ketidaknyamanan dari wajah Mba Pion. Tapi ia coba tak pikirkan, dan hanya berusaha untuk positif thinking.

"Mbah, angger wong ncen merakyat biasane ya pada karo rakyat. Istilahe iso ngrasake lan iso duduk sama rata Karo dewek Mbah. Nek jare guru nek wong merakyat bakalane yo iso ngrasake apa sing dialami rakyat lan nglakoni apa sing sing dilakoni rakyat."

Mbah Minah hanya manggut-manggut mendengar penjelasan cucunya.

"Misale kayak mau Mbah. Nek misale Mba Pion tenanan merakyat seharuse Mba Pion iso ngrasake nikmat saat maem masakane Mbah. Jenenge be panganane rakyat cilik ya kayak ngono. Asin kan kurang bumbu. Soale Ben iso diawet-awet. Lah wong lawuhe langka. Ora iso dipadak-padakke karo masakan restoran sing didagangke."

Mbah Minah pun merasa miris dengan kejadian tadi. Bukan karena masakannya yang dipandang sebelah mata oleh Mba Pion. Akan tetapi ia miris membayangkan jika Mba Pion yang jadi Kades nanti. Bukankah ia akan sering melihat kepura-puraan di pemerintahan desa? Atau lebih parahnya setelah menjadi Kades ia akan memperlihatkan wujud aslinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun