Belum lagi dia harus belajar disana dan pulangnya masih butuh waktu lebih dari 3 jam karena padat merayap lalu lintasnya. Akhirnya saya putuskan  batal ikut afiliasi dengan HS tersebut. Praktis dia tidak bisa ikut Ujian Sekolah dan Ujian Negara setingkat SMA.
Bagi saya, yang penting dapat ijazah setingkat SMA saja dulu, biarpun dengan program paket C. Sedihnya dia harus belajar lagi selama 1 tahun untuk bisa mendapatkan ijazah itu. Akhirnya apapun itu saya coba jalani dan teguhkan pendirian ke anak saya. Beruntunglah anak saya punya  semangat yang tinggi untuk belajar.Â
Dengan berjalannya waktu, anak saya berhasil menempuh ujian nasional dan dia dinyatakan lulus. Bahkan dia bilang, "I'm the best, mommy!. Bagi saya bisa lulus saja, saya sangat bersyukur.
Untuk selanjutnya biarlah dia yang memilih sendiri mau kemana dia kuliah. Waktu terus berjalan dan dia mencoba ikut test SBMPTN belum juga lolos. Saya tawarin untuk kuliah di swasta dia tidak mau. Mungkin beranggapan kuliah di swasta biayanya mahal. Dan dia tidak mau memberatkan ibunya.Â
Maka dia memutuskan untuk memasuki dunia kerja saja. Alhamdulillah, di dunia kerja malah dia bisa memberikan performance yang bagus. Bahkan baru lulus saja, dia sudah mendapatkan pekerjaan.
Habis satu kontrak pindah ke tempat pekerjaan yang lainnya. Jadi nyaris waktu menganggur pun tidak ada. Saya ikut bersyukur, bathin saya belajar tidak harus di bangku kuliah di perguruan tinggi. Tapi belajar bisa darimana saja, termasuk dari dunia kerja dan berinteraksi dengan banyak orang.Â
Jadi waktu yang  hilang buat kuliah di perguruan tinggi, dia pakai untuk bekerja. Saya tahu pendidikan formal masih sangat diperlukan, tapi biarlah dia belajar melalui jalur lain dengan melihat dunia nyata. Semoga ada saatnya untuk kuliah nanti, kalau sudah waktunya. Itu saja yang terlintas dalam pikiran saya. Kenapa mesti harus dipikirin, ambil positifnya saja dulu.
Suatu hari di bulan Oktober 2018, anak saya sedang bertugas di Bali untuk membantu dalam event berskala dunia. Dia bergabung dengan perusahaan Event Organizer (EO) di Jakarta yang  hanya fokus menangani event berskala internasional. Tapi status kerjanya memang kontrak.
Bagi saya tidak masalah, yang penting pengalaman yang bisa diperolehnya. Kalau satu event telah selesai, maka berakhirlah kerjaan yang ditugaskan. Kecuali ada event lainnya dan dia masih dibutuhkan, bisa bekerja lagi di perusahaan tersebut. Kebetulan waktu itu sudah tidak ada lagi event besar. Jadi dia pindah tempat kerjaannya.
Saat itu, dia bergabung dalam event pertemuan tahunan World Bank - IMF yang diadakan di Bali. Sebagai salah satu Staff panitia, tentu dia sibuk sekali menyiapkan urusan ini itu agar acara bisa terselenggara dengan baik. Persiapannya sudah dimulai selagi dia masih di Jakarta maupun ketika di Bali. Bahkan dia hampir 1 bulan bertugas di Bali untuk mengurusi event tersebut.Â