Mohon tunggu...
Neng Nunung
Neng Nunung Mohon Tunggu... Freelancer - Blogger & Internet Marketers

Live, Sleep, Write

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Salahkah Mereka yang Memilih Agnostik atau Atheis?

12 Juni 2019   08:36 Diperbarui: 12 Juni 2019   11:28 1109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Baru saja seorang sahabat menyodorkan link tulisannya untuk saya baca dan komentari. Linknya di bawah ini. 

https://www.kompasiana.com/heniprasetyorini/5d003a383d68d551ab60a755/bu-saya-sekarang-agnostik 

Penulisnya saya kenal baik sebagai sosok ibu yang hebat dan tulisan ini bentuk kegelisahannya sebagai seorang Ibu. Dan jujur, tulisan mbak Heni ini juga membuat saya terhenyak dan mengingat-ingat kembali. 

Ingatan saya jatuh pada beberapa orang yang saya kenal pada akhirnya declare jika mereka adalah atheis karena berbagai alasan yang mereka percayai. Dari satu artikel di atas saya tergelitik untuk mencari tahu apakah memang sudah sedemikian banyak orang yang memutuskan untuk menjadi agnostik atau atheis. 

Dan ternyata sudah banyak, dan benar apa yang ditulis mbak Heni ada grup grup terbuka yang secara intens membahas dan melakukan "edukasi" tentang kedua hal tersebut. Ada semakin banyak orang yang mulai dari malu-malu hingga terang-terangan mengaku tidak percaya pada sistem agama atau bahkan keberadaan Tuhan. 

Lantas pertanyaannya bagaimana bisa hal ini terjadi? 

Dari kacamata saya yang kadang buram ini, semakin banyaknya orang yang jengah menganut agama atau mempercayai Tuhan itu karena umat beragama, kita ini, gagal menampilkan wajah kebaikan dan kedamaian pada banyak orang. 

Saya akan fokus pada kalimat ini di artikel di atas 

Dia menjawab, "yang penting saya berbuat baik kepada orang bu. Saya yakin intinya kehidupan ini begitu bu. Ibu tahu nggak, sebenarnya ajaran Katolik itu persis sama dengan Islam loh bu. Agama lain juga. Yang penting saya yakin kalau Tuhan itu satu. Yaa, monotheisme gitu bu."

Coba berpikir dengan kepala dingin. "Yang penting saya berbuat baik kepada orang" Apakah teman kita satu ini melihat para penganut agama kurang berbuat baik pada orang lain? Pertanyaan kemudian berkembang wajah umat beragama seperti apa yang sekarang ada di Indonesia? Apakah tetap menyebarkan kedamaian dan kebaikan?

Sayangnya iya, sebagian kecil dari kita sebagai umat beragama gagal menunjukkan wajah perdamaian dan kebaikan. Iya hanya segelintir dari kita yang pongah dengan jubah jubah keagamaan sehingga meng-kafirkan atau memandang sebelah mata mereka yang tidak sejalan dan sealiran dengan mereka. Wajah yang orang-orang itu berikan adalah wajah-wajah kebencian, amarah, mulut yang terus merapalkan cacian makian bukan doa suci, tangan yang mengepal ke atas dengan penuh kebencian, tatapan mata tajam yang selayak setan bukan pandangan teduh yang mendamaikan hati.

Iya mereka hanya sebagian kecil dari kita umat beragama di Indonesia. Tapi yang kecil itu entah mengapa mampu masuk ke ruang ruang dunia maya, ruang ruang kecil di sudut rumah dan sampai ke mata anak-anak kita. Bahkan sampai ke mata kita. Dan itulah wajah umat beragama yang akhirnya terekam oleh banyak dari kita atau bahkan orang di luar sana. 

Wajah-wajah tanpa kedamaian itulah yang mungkin mereka yang keimanannya setipis rambut lantas jengah dan goyah. Mungkin mereka beranya dalam hati, atau bahkan berdialog dengan pikiran liar mereka, mencari tahu jawaban atas keresahan hati mereka dari berbagai sumber informasi yang mungkin mereka belum bisa memvalidasinya. Salahkah mereka yang kemudian menjadi jengah menganut agama jika wajah umat beragamanya seperti yang mereka saksikan itu? Menurut saya tidak. Lantas siapa yang salah? Entah. Mungkin mereka yang menggunakan jubah agama tidak untuk menebarkan kebaikan dan perdamaian tetapi permusuhan dan kebencian. Mungkin juga salah kita karena memiliki ilmu yang dangkal tentang agama. 

Lantas apa yang bisa kita lakukan? 

Yang pasti membekali anak dengan bekal ilmu agama yang benar sedini mungkin, memberitahukan kepada mereka mana yang baik dan buruk, enar dan salah, boleh dan tidak dilakukan. Semuanya berawal dari diri kita sendiri. Bagaimana menunjukkan wajah kedamaian sebagai umat beragama pada diri kita. Tunjukkan itu kepada orang-orang di sekitar kita. Menularkan kebaikan ke sebanyak mungkin orang. Memberikan contoh terbaik bahwa kita umat beragama saling membantu, saling menjaga, saling menghormati dan menghargai satu sama lain. Jika masih ada yang menyebarkan kebencian dan permusuhan pastikan itu bukan kita. Persempit ruang gerak mereka yang memang ingin dikenal berwajah tak ramah itu. Jangan ikut menyebarkan kebencian dan permusuhan. 

Alih-alih kita memaksa mereka yang telah menjadi agnostik dan atheis untuk kembali ke jalan yang "benar". Tapi kita bisa menunjukkan ke mereka wajah kebaikan dan perdamaian kepada mereka dan biarkan semua kebaikan yang kita tunjukkan mengetuk hati mereka. Tetap membersamai mereka dalam proses dan jalan kehidupan tanpa menepikan mereka. Karena kita tidak pernah tahu hidayah akan datang pada mereka kapan dan dari arah mana. 

Salam

Neng Nunung

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun