Misalnya, pasangan yang mulai mencicil tabungan traveling bersama, membuka rekening bersama untuk persiapan punya anak, atau mendiskusikan prioritas pembelian rumah, sebenarnya sedang membangun jembatan ke masa depan.
Kalimat emasnya: “Duit bukan musuh cinta, justru bisa jadi pengikatnya.”
Hambatan Psikologis dan Budaya
Sayangnya, banyak orang tumbuh dalam budaya yang menganggap bicara uang itu tabu. Khususnya perempuan, sering kali diajarkan untuk tidak menanyakan penghasilan pasangan atau dianggap materialistis jika membicarakan uang terlalu awal.
Ego dan gengsi juga jadi tembok besar. Salah satu pihak takut terlihat ‘kurang mampu’, sementara yang lain merasa tak dihargai jika ditanya soal pengeluaran.
Solusi awal? Normalisasi pembicaraan keuangan. Mulai sejak masa pacaran atau awal pernikahan. Bukan untuk ‘menghakimi’, tapi agar sama-sama tahu posisi dan bisa membuat strategi bersama.
Cara Bicara Keuangan Tanpa Drama
Bicara soal uang tidak harus jadi ajang debat. Yang penting adalah cara dan waktu.
Pilih waktu yang tenang, bukan saat salah satu sedang lelah atau emosi.
Gunakan pendekatan kolaboratif. Jangan menyalahkan atau mengungkit masa lalu. Pakai bahasa “kita” alih-alih “kamu” atau “aku”.
Metode 3W bisa jadi panduan praktis:
- What we have (apa yang kita miliki)
- What we need (apa yang kita butuhkan)
- What we plan (apa yang ingin kita capai bersama)
Dengan pola ini, diskusi terasa lebih objektif dan fokus pada solusi, bukan masalah.