Saya memulai usaha rumahan, mengkreditkan barang-barang kebutuhan pokok, dengan sistem kepercayaan kepada tetangga-tetangga sendiri. Meskipun kecil, usaha itu menjadi titik balik dalam hidup saya.
Kini, usaha itu berkembang, bukan hanya menopang kebutuhan keluarga, tapi juga membuka lapangan penghasilan tambahan untuk ibu-ibu rumah tangga di kampung. Mereka yang semula hanya mengurus rumah, kini bisa turut andil sebagai agen penjualan. Dari rumah mereka, ekonomi keluarga pun bergerak.
Jadi, Mana yang Cocok untukmu?
Pertanyaan “Pilih Solopreneur atau Berpartner?” sejatinya bukan soal benar atau salah, tapi soal kecocokan karakter dan kesiapan pribadi.
Beberapa pertanyaan sederhana ini bisa membantu:
- Apakah kamu lebih suka mengambil keputusan sendiri atau mendiskusikannya dengan orang lain?
- Apakah kamu cenderung menjaga ide sendiri atau suka brainstorming bareng?
- Apakah kamu tahan bekerja dalam kesendirian atau butuh interaksi untuk berkembang?
Jika kamu adalah tipe yang visioner, fleksibel, dan menyukai kendali penuh, maka jalur solopreneur bisa jadi pilihan awal yang kuat. Namun, jika kamu merasa ide-ide besar bisa tumbuh bersama orang lain, dan kamu mampu membangun kepercayaan tim, maka bermitra bisa jadi jalan yang lebih jauh.
Yang penting, mulailah dari yang kamu punya, bukan yang kamu tunggu. Dalam kasus saya, tabungan emas menjadi pintu awal. Tak perlu langsung besar, yang penting konsisten dan tidak ragu untuk belajar sambil jalan.
Tumbuh Sesuai Jalanmu
Menjadi pelaku usaha bukan hanya soal penghasilan, tetapi tentang bagaimana kita menumbuhkan nilai, karakter, dan dampak. Baik menjadi solopreneur maupun berpartner, keduanya punya tantangan dan keistimewaan masing-masing.
Jangan ikut-ikutan tren, karena yang tampak keren di luar belum tentu cocok untukmu. Kenali dirimu, siapkan mentalmu, dan rancang jalanmu sendiri.
Dan yang terpenting, jangan remehkan langkah kecil; karena bisa jadi dari situlah kamu menemukan kekuatan terbesarmu.