Namun, menjadi solopreneur juga berarti siap menghadapi kelelahan fisik dan mental. Saat dagangan tidak laku, saat pelanggan menunggak cicilan, atau saat anak sedang sakit, semuanya harus dihadapi sendiri. Di sinilah kekuatan mental diuji.
Berpartner Itu Kolaboratif, Tapi Butuh Komitmen Ganda
Di sisi lain, menjalankan bisnis bersama partner punya daya tarik tersendiri. Ada pembagian peran, saling dukung, dan potensi jaringan yang lebih luas.Â
Tentu saja, ini sangat cocok bagi mereka yang punya kepribadian komunikatif, terbuka terhadap masukan, dan mampu berkompromi. Bermitra memungkinkan kita tumbuh lebih cepat.Â
Jika satu orang fokus di produksi, yang lain bisa fokus di pemasaran. Jika satu jatuh, yang lain menopang.Â
Tapi tantangannya juga nyata; perbedaan visi, ego, bahkan persoalan keuangan bisa menjadi bom waktu jika tidak dikelola sejak awal.
Saya sendiri pernah mencicipi kemitraan dalam skala kecil, saat mulai memberdayakan ibu-ibu di desa sebagai mitra distribusi produk. Awalnya sulit, karena tidak semua orang punya mental wirausaha atau disiplin dalam urusan keuangan.Â
Tapi dengan pendekatan kekeluargaan dan pelatihan rutin, mereka tumbuh dan berkembang. Saat itulah saya sadar, mitra bisnis terbaik adalah mereka yang tumbuh bersama kita, bukan hanya soal untung rugi.
Modal Awal dari Tabungan Emas: Langkah Kecil yang Bermakna
Langkah saya bermula dari keputusan sederhana: menyisihkan uang sedikit demi sedikit dalam bentuk tabungan emas di Pegadaian. Awalnya saya tak punya gambaran jelas akan digunakan untuk apa, tapi saya tahu ini adalah bentuk simpanan paling aman dan mudah dicairkan kapan saja.
Saat anak saya mengalami kecelakaan dan butuh biaya besar, emas itu saya gadaikan. Dari sanalah modal usaha saya lahir.Â