Di balik tawa yang lepas dan langkah yang mantap, seringkali ada letih yang tak sempat diceritakan. Perempuan yang tampak tangguh dari pagi hingga petang, ternyata menyimpan keinginan sederhana saat senja datang; didengar tanpa dihakimi, dipeluk tanpa diminta.
Karena menjadi "cewek kuat" bukan berarti harus selalu kuat. Kadang, cukup dengan deep talk dan pelukan hangat di sore hari, itu sudah seperti charger batin paling manjur setelah hari yang melelahkan.
Sebagai seorang ibu, guru, mahasiswa, dan perempuan yang juga menjalankan peran sosial di masyarakat, saya terbiasa menjalani hari-hari yang padat.
Dari pagi mengurus rumah dan anak-anak, siangnya mengajar anak-anak berkebutuhan khusus, sore hingga malam bergulat dengan tugas, pekerjaan tambahan, hingga tugas-tugas domestik lainnya.
Tidak sedikit yang bilang, “Hebat banget sih, Kak, kayaknya energinya nggak habis-habis.” Padahal, kalau mereka tahu kenyataannya...
Kuat Itu Pilihan, Tapi Lelah Itu Kewajaran
Saya tidak dilahirkan dengan kekuatan super. Tidak juga dibekali energi tak terbatas. Hanya saja, dari dulu saya terbiasa berpikir: kalau bukan saya yang menyelesaikan semua ini, siapa lagi?
Apalagi sebagai perempuan yang memilih untuk tidak banyak bergantung pada orang lain, saya sering merasa harus “selesai” dalam segala hal; sendiri. Namun, makin ke sini saya menyadari, ada batas yang tak bisa diabaikan.
Lelah itu bukan tanda kegagalan. Lelah adalah bagian dari perjuangan. Dan mengakuinya bukan bentuk kelemahan, tapi keberanian.
Sore: Waktu Rawan untuk Rasa Rapuh