Mohon tunggu...
Nuning Sapta Rahayu
Nuning Sapta Rahayu Mohon Tunggu... Guru Pendidikan Khusus/Penulis/Asesor/Narasumber

Guru Pendidikan khusus, Penulis Buku Panduan Guru Pengembangan Komunikasi Autis, aktivis pendidikan dan pecinta literasi

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Dari Rel ke Realita: Literasi yang Terpinggirkan di Gerbong Kita

4 Mei 2025   21:00 Diperbarui: 5 Mei 2025   05:59 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi membaca di kereta (Sumber: freepik)

Di tengah deru kereta dan hiruk pikuk penumpang, kebiasaan membaca buku perlahan menghilang. Akankah literasi tetap hidup di gerbong kita?

Di tengah padatnya aktivitas warga kota besar seperti Jabodetabek, kereta api menjadi solusi mobilitas andalan. Setiap hari, jutaan penumpang memadati commuter line, menjadikannya tak sekadar alat transportasi, tapi juga ruang transit harian yang menyimpan potensi besar untuk kegiatan produktif.

Namun kini, gerbang kereta yang dulu menjadi ruang sunyi penuh pembaca buku, perlahan berubah wajah. Berdasarkan pantauan tak resmi dan berbagai testimoni pengguna, hanya segelintir penumpang yang masih terlihat membaca buku fisik.

"Kebiasaan membaca buku yang dulu sangat populer di kereta, kini semakin terpinggirkan, seiring dengan meningkatnya ketergantungan pada perangkat digital."

Banyak penumpang sibuk dengan gawai; mengakses media sosial, menonton video, atau bermain game. Fenomena ini mencerminkan pergeseran gaya hidup yang turut memengaruhi kebiasaan literasi. 

Data UNESCO mencatat bahwa minat baca masyarakat Indonesia masih tergolong rendah, yakni 0,001; artinya dari setiap 1.000 orang, hanya 1 yang memiliki minat baca tinggi. Meski gawai menyediakan akses digital ke buku elektronik, nyatanya kebanyakan pengguna justru lebih banyak mengonsumsi konten ringan dan hiburan instan.

Kereta dan Kebiasaan Membaca: Sebuah Tradisi yang Tergeser

Pada era sebelum dominasi digital, membaca buku di kereta merupakan pemandangan umum. Penumpang duduk tenang, tenggelam dalam halaman buku sembari mengisi waktu tempuh yang tidak sebentar; bahkan bisa mencapai 1–2 jam sekali jalan. Aktivitas ini bukan hanya menyenangkan, tetapi juga memperkaya wawasan.

Kini, tradisi itu kian tergeser. Penumpang lebih memilih menyentuh layar ponsel daripada membuka lembaran buku. Kebiasaan membaca, yang dahulu menjadi bagian dari perjalanan komuter, perlahan memudar. 

Padahal, berbagai studi menunjukkan bahwa membaca buku secara fisik dapat meningkatkan daya ingat, konsentrasi, serta empati pembaca jauh lebih kuat dibandingkan sekadar mengonsumsi konten digital.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun