Autisme Bukan ADHD, ADHD Bukan Autisme
Di tengah laju informasi yang deras, seringkali muncul kesalahpahaman yang tak kalah deras tentang dunia anak-anak berkebutuhan khusus.
Salah satu yang paling umum adalah anggapan bahwa Autisme (ASD) dan Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah hal yang sama. Padahal, meskipun gejalanya sekilas tampak mirip, keduanya berakar dari kondisi yang sangat berbeda.
Melalui ulasan ini, mari kita bedah miskonsepsi tersebut. Bukan untuk sekadar membedakan label, melainkan untuk membuka mata, mengikis stigma, dan menguatkan dukungan yang lebih tepat sasaran.
Mengapa Miskonsepsi Ini Terjadi?
Dalam kehidupan sehari-hari, kita mungkin melihat anak yang sulit fokus, tampak mengabaikan orang lain, atau bertindak impulsif tanpa bisa diam.
Tanpa pemahaman yang cukup, mudah bagi masyarakat untuk langsung memberi label “nakal”, “hiperaktif”, atau bahkan “autis” tanpa dasar yang kuat.
Padahal, memahami perbedaan antara autisme dan ADHD bukan sekadar soal istilah medis. Ini soal memberikan anak-anak tersebut kesempatan untuk mendapatkan dukungan yang benar.
Apa Itu Autisme (ASD)?
Autisme, atau Autism Spectrum Disorder (ASD), adalah kondisi neurodevelopmental yang memengaruhi cara seseorang berinteraksi sosial, berkomunikasi, dan memahami dunia sekitarnya.
Ciri-cirinya antara lain:
- Kesulitan berinteraksi atau berkomunikasi dengan orang lain
- Menghindari kontak mata atau tidak merespons ketika dipanggil
- Melakukan perilaku berulang, seperti mengepakkan tangan atau mengulang kata
- Memiliki ketertarikan yang sangat intens terhadap topik tertentu
Spektrum autisme sangat luas. Ada individu yang membutuhkan banyak dukungan dalam kehidupan sehari-hari, namun ada pula yang hanya membutuhkan sedikit bantuan.
Apa Itu ADHD?
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah gangguan perkembangan saraf yang ditandai oleh kesulitan dalam mengatur perhatian, mengendalikan impuls, dan mengelola tingkat aktivitas.
Ciri-cirinya meliputi:
- Mudah kehilangan fokus atau terganggu oleh hal kecil
- Bertindak tanpa berpikir panjang
- Tidak bisa duduk diam dalam situasi yang mengharuskan ketenangan
- Sering berbicara berlebihan atau menyela pembicaraan orang lain
ADHD sendiri terbagi menjadi tiga tipe: dominan inatentif, dominan hiperaktif-impulsif, dan gabungan keduanya.
Titik-Titik Persamaan yang Membingungkan
Autis dan ADHD memang punya sejumlah perilaku yang sekilas mirip.
Keduanya bisa:
- Terlihat "tidak mendengarkan" saat diajak bicara
- Kesulitan mengatur emosi, seperti marah atau frustasi berlebihan
- Tampak kurang responsif terhadap situasi sosial
Inilah yang membuat sebagian orang umumnya keliru membedakan keduanya.
Titik-Titik Perbedaan Mendasar
Meski ada kesamaan permukaan, perbedaan mendasarnya cukup jelas:
Autisme berpusat pada interaksi sosial dan pola perilaku berulang. Sementara ADHD berpusat pada perhatian dan kontrol impulsif-hyperaktif.
Anak autis, misalnya, mungkin tidak tertarik untuk bermain bersama teman sebaya, sedangkan anak ADHD sebenarnya ingin bermain, tapi sulit mengontrol perilakunya.
Dalam menghadapi perubahan, anak autis biasanya sangat tertekan, sementara anak ADHD cenderung impulsif tanpa memikirkan perubahan tersebut.
Bisa Keduanya Sekaligus: Ketika Autisme dan ADHD Beririsan
Yang lebih kompleks, ada anak yang didiagnosis dengan kedua kondisi ini sekaligus. Fenomena ini dikenal sebagai comorbidity.
Menurut penelitian, sekitar 30–50% anak dengan ASD juga memenuhi kriteria ADHD. Karena itu, evaluasi oleh profesional sangat penting agar diagnosis dan intervensi yang diberikan benar-benar sesuai kebutuhan individu.
Salah memahami autisme dan ADHD bukan hanya soal salah sebut. Ini bisa berdampak serius:
- Anak mungkin mendapat terapi atau pendekatan pendidikan yang tidak sesuai.
- Anak bisa mendapat label sosial negatif yang memengaruhi harga dirinya.
- Orang tua dan guru bisa merasa frustrasi karena pendekatan yang salah.
Lebih buruk lagi, anak-anak ini bisa kehilangan kesempatan untuk berkembang optimal sesuai potensinya.
Apa yang Bisa Kita Lakukan?
Menghadapi fakta ini, masyarakat perlu mengambil langkah nyata:
- Meningkatkan literasi publik tentang kondisi neurodivergen.
- Bersikap terbuka terhadap perbedaan individu, tidak menghakimi hanya dari perilaku luar.
- Mengutamakan evaluasi profesional daripada menarik kesimpulan sendiri.
- Memberikan ruang dan dukungan sesuai kebutuhan unik setiap anak.
Memahami bukan hanya tentang tahu; tetapi tentang memberi tempat yang aman untuk bertumbuh.
Merayakan Perbedaan, Menguatkan Dukungan
Autisme bukan ADHD, ADHD bukan Autisme. Keduanya adalah bagian dari keberagaman manusia yang perlu dipahami dengan hati, bukan sekadar dilihat dengan mata.
Dengan memahami lebih dalam, kita bukan hanya menghapus stigma, tetapi juga membangun dunia yang lebih inklusif, di mana setiap anak; apa pun latar belakang kondisinya bisa merasa dihargai dan diberdayakan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI