“Autisme bukan sesuatu yang bisa disembuhkan. Kita dapat membantu seseorang belajar strategi baru dan berkembang, tetapi inti dari kondisi ini tetap ada,” ungkapnya.
Sementara itu, studi yang dilakukan oleh Deborah Fein dkk. (2013) menunjukkan bahwa ada sekelompok kecil anak yang awalnya didiagnosis autisme kemudian tidak lagi menunjukkan gejala signifikan di usia dewasa.
Namun, para peneliti menegaskan bahwa ini bukan berarti mereka “sembuh”, melainkan mereka telah mengembangkan strategi kompensasi luar biasa melalui terapi intensif dan dukungan lingkungan yang sangat kuat.
Mitos dan Kesalahpahaman yang Perlu Diluruskan
Sayangnya, mitos tentang “penyembuhan autisme” masih banyak dipercaya, bahkan dieksploitasi. Berbagai terapi alternatif, diet ekstrem, hingga suplemen ajaib dipasarkan dengan janji bisa menghilangkan autisme.
Padahal, World Health Organization (WHO) sudah menegaskan pentingnya intervensi berbasis bukti ilmiah dan memperingatkan bahaya dari praktik-praktik yang tidak terbukti secara klinis.
Mitos ini tidak hanya menyesatkan, tetapi juga bisa menambah tekanan bagi orangtua dan anak. Anak dianggap “gagal” jika tidak mengalami kemajuan sesuai harapan. Padahal, ukuran kesuksesan tidak bisa diseragamkan, apalagi dipaksakan.
Yang Dibutuhkan Adalah Dukungan, Bukan Kesembuhan
Anak dengan autisme tidak perlu disembuhkan, mereka perlu dipahami dan didukung. Fokus kita seharusnya bukan pada mengubah siapa mereka, tetapi pada membangun lingkungan yang memungkinkan mereka tumbuh dengan percaya diri dan merasa diterima.
Dr. Stephen Shore, profesor pendidikan khusus sekaligus individu autistik, pernah mengatakan, “Jika kamu telah bertemu satu orang dengan autisme, maka kamu baru bertemu satu orang dengan autisme.” Ini menekankan bahwa setiap individu dalam spektrum memiliki karakteristik unik dan tidak bisa digeneralisasi.
Jadi, Autisme Bisa Sembuh?