Setiap tahun, pada tanggal 7 April, dunia memperingati Hari Kesehatan Dunia sebagai momentum penting untuk meningkatkan kesadaran akan isu-isu kesehatan global.Â
Tahun ini, perhatian tertuju pada sebuah ancaman yang senyap namun sangat mematikan: resistensi antibiotik, atau yang lebih dikenal sebagai superbug.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), jika resistensi antimikroba tidak ditangani serius, sebanyak 10 juta kematian per tahun dapat terjadi pada tahun 2050.Â
Ironisnya, banyak dari kita mungkin belum menyadari bahwa kebiasaan sehari-hari, seperti mengonsumsi antibiotik tanpa resep atau menghentikan obat sebelum waktunya. Hal tersebut bisa menjadi pemicu munculnya bakteri yang kebal terhadap pengobatan.
Mengenal Apa Itu Antibiotik
Antibiotik adalah obat yang digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotik bekerja dengan cara membunuh bakteri atau menghentikan perkembangannya dalam tubuh. Namun, antibiotik tidak efektif melawan infeksi yang disebabkan oleh virus, seperti flu, batuk pilek, atau COVID-19.
Sayangnya, banyak orang masih keliru memahami fungsi antibiotik. Akibatnya, antibiotik sering digunakan secara tidak tepat, misalnya untuk mengobati demam biasa atau karena "merasa lebih cepat sembuh" tanpa tahu penyebab penyakit sebenarnya.
Superbug: Musuh Tak Kasat Mata di Sekitar Kita
Superbug adalah istilah untuk bakteri yang sudah tidak mempan lagi terhadap antibiotik. Bakteri ini muncul akibat penggunaan antibiotik yang tidak tepat dan terus berevolusi hingga kebal terhadap pengobatan.Â
Jika dibiarkan, tindakan medis umum seperti operasi kecil, persalinan, atau perawatan luka bisa menjadi sangat berisiko karena tubuh tak lagi mampu melawan infeksi.
Kasus resistensi antibiotik kini meningkat tajam di berbagai negara, termasuk Indonesia. Di tengah keterbatasan regulasi dan masih minimnya edukasi publik, masyarakat cenderung membeli antibiotik secara bebas di apotek atau bahkan menyimpan sisa obat untuk digunakan kembali di kemudian hari.