Mohon tunggu...
Nuning Listi
Nuning Listi Mohon Tunggu... Wiraswasta - ibu rumah tangga

Seorang ibu rumah tangga biasa yang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Stop Propaganda Radikalisme Melalui Literasi Digital

20 Oktober 2019   00:23 Diperbarui: 20 Oktober 2019   00:22 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lawan Radikalisme - jalandamai.org

Perkembangan teknologi informasi telah mempengaruhi pola hidup seseorang di era milenial ini. Untuk mengakses informasi begitu mudah. Hal yang sama juga untuk menyebarluaskan informasi, sangat mudah sekali. Segala aktifitas manusia di dunia nyata, bisa dilakukan secara online. Begitu aktifitas propaganda radikalisme juga dilakukan secara online. Bahkan, bentuk baiat kepada kelompok ISIS pun, juga bisa dilakukan secara online.

Perkembangan aktifitas radikalisme dan terosisme secara online ini, memang baru terjadi ketika eranya ISIS berkuasa. Media sosial yang awalnya menjadi tempat yang menyenangkan, mendadak berubah menjadi media untuk menyebar ujaran kebencian. Ujaran inilah yang sadar atau tidak akan terus memperkuat bibit radikalisme dan intoleransi di tengah masyarakat.

Setelah aksi penusukan yang dilakukan anggota JAD kepada Menko Polhukam Wiranto, kepolisian telah menangkap puluhan jaringan JAD di berbagai daerah. Dari berbagai penangkapan tersebut diketahui bahwa mereka semua telah berbaiat ke ISIS. Yang menarik adalah proses baiat atau sumpah setia ini dilakukan secara online. Sistem transfer knowledge nya pun juga dilakukan secara online. Mlai dari cara-cara perakitan bom, hingga mencari generasi penerus dilakukan secara online. Fenomena terorisme online ini tentu tidak bisa dilawan dengan cara-cara yang konvensional.

Nyatanya, kelompok terorisme telah meninggalkan cara-cara yang konvensional dan beralih ke cara digital. Dan fenomena ini sebenarnya sudah terjadi dalam beberapa tahun kebelakang. Ketika pimpinan ISIS memerintahkan kepada para pengikutnya, untuk menguasai media sosial untuk dijadikan sebagai sarana penyebaran paropaganda radikalisme. Seorang Bahrun Naim, pemuda asal Solo yang bergabung dengan ISIS, sempat aktif di dunia maya. Berbagai blog telah ditutup oleh kepolisian, berbagai blog yang lain terus bermunculan. Diperkirakakn, Bahrun Naim kini telah tewas dalam sebuah pertempuran di Suriah ketikah itu.

Untuk bisa meredam semua itu, maka kita juga harus menggunakan kecanggihan teknologi untuk melawan itu semua. Gunakan media sosial untuk melawan propaganda radikalisme. Sebarkanlah nilai-nilai kearifan lokal, yang terbukti mampu menjadi filter dari berbagai pengaruh buruk. Nilai kearifan lokal telah terbukti menjaga keragaman dan diadopsi dalam Pancasila.

Lalu, apa yang harus dilakukan generasi milenial untuk menghalau propaganda radikalisme ini? Jawabnya adalah literasi digital. Lakukanlah cek dan ricek terhadap setiap informasi yang ada. Netizen harus menjadi pribadi yang cerdas, agar tidak mudah terprovokasi oleh pesan-pesan kebencian. Pemerintah juga harus terus melakukan pemblokiran setiap situs, atau postingan yang mengandung kebencian dan SARA. Namun yang pasti, harus ada kesadaran dari semua pihak, bahwa radikalisme dan terorisme jelas tidak ada manfaatnya bagi Indonesia. Karena itulah semua pihak dari anak hingga dewasa, dari masyarakat biasa hingga pemimpin negara, harus bersatu untuk terus melawan radikalisme dan terorisme di Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun